Kupeluk ia seerat-eratnya, tak akan kulepas! Seperti halnya dia yang memelukku saat ini. Hangat tubuhnya memekarkan senyumku, sekaligus menumpahkan air mataku. Air mata kebahagiaan. Kebahagiaan bahwa ia di siani,bersamaku. Mimpikah aku? Ataukah mungkin ini nyata?
Kueratkan pelukanku hingga akhirnya seberkas cahayamengetuk-ngetuk kelopak mataku. Kukerjap-kerjabkan mereka. Kemudian bayang-bayangdia yang memelukku menghilang. Digantikan dengan bantal guling yang kupelukerat, serta sudah basah kuyup akibat air mataku.
Semua hanya mimpi. Mimpi yang indah walaupun aku akan kecewan saat terbangun. Ingin rasanya aku terus berada di negeri mimpi itu. tapi dunianyata yang kejam selalu menungguku untuk bangun.
Setetes dua tetes air mata masih jatuh dari kelopak mataku. Lemahsekali rasanya badan ini, untuk mengusap air matapun rasanya tak mampu. Bangunlah.Aku tidak boleh terlambat hari ini. Kau tidak boleh terlambat di hari terbaiknya.Atau sebenarnya, kau tidak punya alasan terlambat untuk itu.
*
Di atas meja tamu yang bertaplakkan kain putih, tergeletak sepucuk surat yang warna amplopnya sama putih dengan warna taplak meja itu.surat itu sudah dibuka dan dibiarkan tidak ditutup kembali.
Pedih hati ini melihatnya. Air mata ini turun kembali, akutidak bisa menahannya. Tiga hari yang lalu surat putih itu tiba. Setelah membukasurat itu, semalaman aku tak bisa menghentikan tangisku.
Surat itu berisi undangan. Undangan pernikahan yang cantik dengan motif bunga-bunganya. Bukan pernikahan diriku dan dirinya. Tapi dia dan orang lain. Kertas cantik itu menusuk hatiku habis-habisan.
*
Dua belas tahun yang lalu, saat itu kita masih bersekolah. Dan aku sungguh bersukur karena kita berada di sekolah yang sama. Aku bersyukur karena aku bisa menemukanmu di sana.
Murid lugu ini kebingungan mencari kelas barunya. Dia baru lulus dari sekolah lamanya.
Di sana aku melihatmu. Berjalan lantang dengan teman-temansatu tim-mu. Jaket baseball putih dengan garis-garis merah yang senada dengan treningmu.Rambut pirangmu agak basah dengan keringat. Kau asik berbincang-bincang dengandengan teman-temanmu itu. bisa kutebak apa yang sedang kalian bincangkan,pertandingan baseball semalam.
Rambut pirangmu yang basah, mata biru lautmu yang cerah,bahkan noda tanah yang melekat di pipimu, semuanya begitu indah. Kaulah lukisanTuhan terindah yang pernah kulihat.
Kau sadar bahwa aku terus melihat ke arahmu. Kukira kau akan merasa risih dengan tingkah konyolku itu, tapi kau malah melontarkan senyumkepadaku. Senyum terindah yang pernah kulihat. Sejak itu aku sadar. Aku jatuh cinta padamu.
*
Kau berdiri di sana, di atas altar ditemani bunga-bunga yang telah di tata seapik mungkin. Kau gugup menunggu pengantinmu. Sedangkan aku disini gugup karena ini terasa seperti hari terakhirku. Kau akan memulai awasyang baru (dengannya), sedangkan aku harus mengakhiri keinginanku untukbersamamu.
Kutelan air ludahku, entah sudah berapa kali aku menelannya.Sekuat tenaga kutahan air mataku. Aku tidak mau menangis di depanmu. Tidak dihari pernikahanmu, tidak sebelum ibumu menangis terlebih dahulu. Ibumu bahkanbelum menitikkan air matanya.
Semua tamu menoleh ke belakang. pengantinmu datang. Dia berjalandi tengah karpet merah menuju kearah altar tempatmu berdiri. Gaun putihnyaterlihat kontras dengan karpet itu. dia sangat cantik, seperti tuan putrid didalam dongeng. Sungguh tak salah kau memilih dia.
Kulirik wajahmu yang yang diam mematung di sana. Tersungging senyum sumringan di wajahmu. Aku tau betapa bahagianya dirimu. Pasti samasenangnya saat aku memimpikanmu tadi. Memimpikanmu saja bisa membuatku sangatbahagia.
Dia tiba di sana. Dia tiba di tempatmu. Acara sakral yang kau nanti-nantikan seumur hidup segera dimulai. Kau ucapkan janji setiamu di depansemua orang dengan lantang. Kemudian kudengar lagi janji setia itu dari suaralembut wanita di depanmu. Calon istrimu. Beberapa detik lagi dia akan benar-benar menjadi istrimu.
Dadaku sesak, jantungku seakan berhenti berdetak, nafasku tertahan. Namun tidak dengan air mataku. Sanggupkah aku melihatmu memasangkan cincin itu di jari manisnya? Kucoba untuk bertahan walau setetes air mata telah menetes di pipiku.
Tetes demi tetes hingga akhirnya aku tak sanggup lagi. Air mataitu mengalir sederas-derasnya. Aku segera keluar dari tempat itu dengan kepalatertunduk. Entah berapa orang yang kusenggol dan aku tidak bisa mengucapkan maaf. Hanya menangis yang aku tahu saat ini.
*
Terlepas dari keramaian itu, aku bisa mendengar tepuk tanganyang meriah. Pastilah acara sacral itu telah usai. Kalian telah bersatu. Cintaku ini memang hanya untuk di pendam, bukan untuk memilikimu.
Aku terus berlari tak tentu arah. Mungkin tak pantas jika disebut berlari, karena tenagaku seakan hilang melayang da hanya menyisakan langkah gontai tak tentu arah. Tangisku semakin menjadi, aku tidak peduli jika orang-orang menganggapku sinting. Aku hanyaingin menangis. Sekuat apapun aku, seikhlas apapun aku merelakannya, aku tetapterluka! Aku tetap sakit!
“TIIIIINNNNN!!!”
Belum sempat aku menoleh, tubuhku sekan terlempar dan mendarat pada suatu permukaan keras dan kasar. Sakit sekali, aku tak kuatmenahannya. Kucoba untuk membuka mataku, aku bisa melihat sedikit cahaya. Dan kemudiasemuanya gelap seiring dengan menghilangnya rasa sakitku.
*
Aku tau apa yang terjadi padaku. Ini memang benar-benar hari terakhirku. Aku tidak menginjak tanah lagi, aku sudah tidak menghirup udara lagi, dan aku tidak akan pernah bisa bersamamu. Sebesar apapun keinginanku untuk bersamamu, tetap tidak akan bisa. Aku sudah tiada.
Kuharap kecelakaan tadi tidak mengganggu pesta pernikahanmu.Jangan khawatirkan aku karena aku baik-baik saja di sini. Itupun kalau kaumengkhawatirkanku. Aku tau, aku bukan siapa-siapa.
Maafkan aku karena tidak sempat mengucapkan selamat atas pernikahanmu, dan aku berharap kau bisa mendengarnya sekarang.Mungkin inilahjalan terbaik. Kau lalui jalanmu dan aku dengan jalanku. Kita tempuh jalan kitamasing-masing.
Selamat tinggal, untukmu yang berbahagia di sana…
terimakasih sudah mau membaca cerita ini, dan sangat diharapkan komen"nya untuk cerita super pendek ini :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar