Jumat, 16 November 2012

Friendship and Alliance - Part 19

By: Qorriza Putri Widyanti




Secara perlahan sosok itu keluar dari balik pohon Delamindrands, dengan mengenakan baju lusuh dia mendekat dan memberi hormat pada ratu Patricia.                 “Maafkan hamba Yang Mulia, hamba telah membuat Yang Mulia takut” seru pria tersebut, dengan kepala yang masih tertunduk serta kaki tertekuk ditanah.
                “Tak apa, angkatlah kepalamu anakku” pria itu mengangkat wajahnya, tampak mata coklat yang terkesan kuat berbanding terbalik dengan tubuhnya yang ramping dan terkesan lemah serta rambut yang berwarna senada menjuntai berantakan dari ujung kepalanya.
                “Saya adala Zeneth Yang Mulia. Yang Mulia tak perlu tahu siapa saya, yang terpenting sekarang Yang Mulia harus keluar dari hutan ini secepatnya. Carilah anak yang menyebabkan ini semua dan bawa ia pergi juga. Kekuatan besar sedang mengintai mereka semua.”
                Patricia tampak bingung dengan yang Zeneth katakan, kemudian secara tiba-tiba tubuh Zeneth bergetar, giginya bergemerutuk hebat, kini sklera matanya seperti memakan habis iris yang terkesan kuat itu. Matanya memutih seperti tiada kehidupan disana, dan secara perlahan dengan tubuh masih bergetar hebat dia berbicara.
                “Telah datang, waktunya telah datang anak yang ditakdirkan sudah bangkit. Anak yang akan meruntuhkan kekuatan terbesar dari dua penyihir terhebat. Anak dari dua kerajaan yang dipertemukan oleh takdir waktu. Saat mereka bertemu berakhirlah ini semua”
                Tubuh Zeneth berangsur-angsur kembali normal, Patricia hanya bisa menatap shock kejadian tadi.
                “Maaf, maafkan saya Yang Mulia. Maafkan saya” Zeneth mulai tersedu, butiran-butiran bening mengalir dari matanya. “Hamba mohon segera keluar dari hutan . . .” tak sempat Zeneth menyelesaikan kata-katanya, tiga sosok Fengarimulofia turun dari langit.
                “Yang Mulia !!” sosok Fengarimulofia putih gagah mendarat pertama. Ia segera menghampiri Ratu Patricia dan Kian.
                “Siapa kau ??” tanya ratu Patricia bingung.
                “Saya Mark” dua Fengarimulofia sisanya menyusul turun.
                “Saya Magy Yang Mulia” Fengarimulofia berjambul ungu menunduk memberi hormat.
                “Dan dia adalah Shane” Mark menunjuk Fengarimulofia berjambul hijau tersebut. Sedangkan Fengarimulofia hijau itu menunduk memberi hormat.
                “Shane? Zeneth apakah dia yang . . .”  Ratu Patricia melihat sekeliling, sosok Zeneth sudah tak ada disitu. Ia sudah menghilang.
                “Anda mencari siapa Yang Mulia?” tanya Mark.
                “Ahhh, tadi ada seseorang disini. Sudah lupakan saja, sedang apa kalian disini?”
                “Maafkan kami Yang Mulia, kami harus menemui ayahanda Shane. Ada hal yang ingin kami ketahui” jelas Mark
                Ratu Patricia menimbang-nimbang, bola matanya menatap langit meminta jawaban dari bintang yang terhalang itu.
                “Saya akan ikut dengan kalian, tolong pegang Kian sebentar” Ratu Patricia menyerahkan Kian kepada Mark kemudian ia berdiri dengan susah payah. Luka yang ditimbulkan oleh cakar-cakar Kian sebelumnya masih berdenyut sakit, di lengannya tampak bekas cengkraman Kian walau sudah tak mengeluarkan darah lagi.
                Setelah memantapkan tubuhnya, Ratu Patricia menarik nafas dalam-dalam matanya terpejam dan ia mulai berkonsentrasi. Seberkas cahaya putih membelah langit kelam itu, seperti mentari pagi cahaya itu menghangatkan tubuh. Berbeda dengan cahaya yang diciptakan Cattleya dan Magy, cahaya ini memberikan ketenangan seperti syair lagu yang dinyanyikan Ratu Patricia sebelumnya. Damai, seperti melupakan bahwa ada perang yang terjadi di luar lingkup cahaya ini. Magis, ada kekuatan magis yang menyelimuti cahaya itu masuk kedalam nadi para Fengarimulofia disekitarnya. Seperti mendapatkan kekuatan baru sesuatu mengalir dalam nadi Mark, Magy dan Shane. Ketakutan dan keresahan yang timbul selama ini lenyap seketika.
                Cahaya berbentuk lingkaran tipis mulai menyelubungi Ratu Patricia dimulai dari ujung kepalanya. Secara perlahan wajah cantiknya berubah menjadi paruh burung yang tak kalah anggun dan cantik. Ia menguak pelan, lantunan syair indahlah mengalun merdu. Secara perlahan kedua lengannya bertransformasi menjadi sayap putih bersih, ada tanda merah di kedua sayapnya tanda cekngkraman Kian sebelumnya. Kemudian lingkaran putih itu mengubah tubuhnya menjadi tubuh burung tapi tetap dengan kaki manusianya. Transformasi pun selesai, Ratu Patricia kini telah berubah menjadi satu-satunya Cirretiryus yang tersisa di muka bumi ini. Ia berdiri mantap, kemudian mengepakan sayapnya mencoba terbang. Tak lebih dari 10cm ia terbang sebuah belenggu hitam melilitnya. Ia menghatam tanah, belenggu hitam itu menyelubungi tubuh Cirretiryusnya.
                “Arghhhhhhhh” Ratu Patricia menggerang pelan.
                “Bibi !!” Mark menyerahkan Kian pada Shane yang ada di dekatnya, ia segera menghampiri bibinya yang sedang meringgis kesakitan.
                Tiba-tiba belenggu hitam itu berubah merah, tepat dari luka cengkraman Kian tersebut belenggu merah itu perlahan mengubah tubuh Patricia menjadi manusia kembali.
                “Bibi, bibi, bibi baik-baik saja?” tampak gurat cemas terpancar dari mata azure Mark, ia merangkul Ratu Patricia. Dapat iia rasakan tubuhnya sedikit menghangat. Bekas luka cengkraman Kian pun tampak memerah.
                Perlahan mata Ratu Patrcia terbuka, ia mengerjap pelan. “Mark...?” lirih terdengar ia memanggil Mark.
                “Bibi, bibi baik-baik saja kan?” Patricia tersenyum dan mengangguk menatap keponakannya yang telah bertransformasi menjadi Fengarimulofia ini.
                Mark bernafas lega, “Seharusnya bibi tidak usah memaksakan diri, bibi bisa berdiri ??” Patricia berusaha menapakkan kakinya ke tanah, walau sedikit goyah ia bisa berdiri.
                “Apa anda baik-baik saja Yang Mulia? Tampaknya luka anda belum sembuh benar, ayah saya memilik berbagai macam tumbuhan obat mungkin ia bisa meramu antidote untuk Yang Mulia” jelas Magy dengan sungguh-sungguh, Ratu Patricia tersenyum melihat itu.
                “Shane tolong gendong Kian dipunggungmu, bibi ayo naik ke punggungku” Mark merendah untuk memperudah Patricia naik ke atas punggungnya.
                “Mark...” Ratu Patricia tampak ingin menolaknya. Tapi melihat tatapan keponakannya yang kuat itu, ia luluh kemudian perlahan naik ke punggung Mark.
                “Ayo Magy tunjukkan jalan menuju rumah ayahmu, dan kita harus terbang tinggi. Kita tak ingin ketahuan oleh para “burung api” tersebut kan” Mark memberi perintah, kemudian ia menjejakan kaki dan terbang perlahan menuju langit kelam. Semakin lama semakin tinggi hingga tanah dimana ia berada sebelumnya sudah tidak terlihat.
                “Shane bagaimana, apa kau bisa?” Mark menatap Shane, mata Hazel dan Azure itu bertemu. Shane mengangguk menandakan bahwa ia sanggup, “Baiklah Magy, tolong tunjukkan jalannya.”
                Mereka pun mulai terbang menjauh meninggalkan medan pertempuran yang sedang berkecamuk itu.
**************************************************************************
                Berpindah ribuan meter dari Ztromfist Forest. Langit sudah mengembangkan kanopi hitamnya. Layar jingga matahari secara perlahan tergelung masuk ke dalam Ztromfist Mountain. Sebuah kereta kuda tampak meninggalkan Ztromfist Forest, galur kereta kuda tersebut tak nampak pada jalan tanah yang dilaluinya. Tapak kuda hitam yang menarik kereta tersbut itu pun tak nampak ditanah, walau suaranya terdengar nyaring. Kusir yang mengendarai kereta kuda tersebut berwajah sangat pucat mata coklatnya seperti mati, tanpa adanya kebahagiaan. Sedangkan orang yang berada di dalam kereta kencana dengan simbol Shamrock di daun pintunya, dengan tatapan penuh kemenangan dan ambisi yang terpancar dari mata ambernya yang tampak berkilat.
                Hanya suara tapak kuda saja yang terdengar memecah kesunyian total saat itu. Tiba-tiba dari arah berlawanan sayup-sayup terdengar deru tapak kuda yang semakin lama semakin terdengar jelas.
                “Dolph, suara apa itu?” tanya Gizel melalui celah yang menghubungkannya dengan kursi kusir.
                “Entah Yang Mulia” mata pucat Dolph dipicingkan untuk melihat lebih jelas asal suara tersebut.
                Suara baju zirah terdengar berkelontangan ditambah dengan suara para prajurit yang memacu kuda mereka agar berlari lebih cepat. Kini dapat terlihat lambang Kerajaan Eoghan dari bendera besar yang berkibar. Pedang-pedang sudah tersimpan mantap di sabuknya. Busur panah pun sudah bertengger manis di punggung para prajurit.
                “Yang Mulia itu adalah pasukan Eoghan, apa yang harus kita lakukan?” tanya Dolph sambil masih memicingkan matanya. Tiba-tiba mata coklat pucatnya terbelalak, dapat ia lihat diantara pasukan Eoghan pada baris depan sesosok anak dengan rambut hijau terang duduk dibelakang pria yang bisa dibilang Jendral dari pasukan tersebut. Tubuh anak hijau tersebut bergetar hebat, mukanya pucat pasi, dia ketakutan. Menyadari hal itu pria yang memboncengnya tadi merubah ekspresi marahnya menjadi penuh kasih sayang, lalu ia menepuk tangan anak hijau tersebut dan dapat dilihat anak hijau tersebut menjadi lebih tenang.
                “YANG MULIA SHANE BERADA PADA PASUKAN EOGHAN TERSEBUT” Dolph tak dapat mengendalikan ekspresinya, raut wajahnya seperti bercampur antara marah, kecewa atau bahagia.
                “Apa kau bilang?” hampir sama dengan Dolph kini mata amber Gizel berkilat merah, seperi ada yang mematik api di bola matanya.
                Pasuka Eoghan berlalu tanpa memerhatikan kereta kuda tanpa galur tersebut, seperti tak menyadari akan bahaya selanjutnya yang mengintai anak hijau yang berada ditunggangan Pangeran Gavin mereka.
                “Sial, Dolph cepat menepi” Dolph mengarahkan kereta kudanya ke tepi jalan lalu dengan terburu-buru Gizel keluar dari kereta tersebut.
                “Dolph kau ikuti pasukan tersebut dengan Macnair” Gizel memberi perintah, kemudian ia menatap sisa pasukan Eoghan yang berada dibelakang.
                “Yuzazmeangmeazyu”  setelah mengucapkan mantra tersebut Gizel merasuki salah satu pasukan Eoghan tersebut. Kemudian Dolph menunggangi kuda hitam yang menarik kereta kuda tersebut tadi.
                “Ayo Macnair” mereka pun mulai bergerak mengikuti pasukan Eoghan.
**************************************************************************
                “Mark apa kau baik-baik saja?” Mark mengangguk tanda ia baik-baik saja, Magy tersenyum melihat itu.
               “Tunggu sebentar lagi kita akan sampai, oke”  kepala burung Magy menengggok ke kanan dan kiri kemudian seperti menemukan yang ia cari ia berteriak “ITU DIA, KALIAN SIAP KAWAN-KAWAN” Magy segera menukik tajam ke bawah diikuti oleh dua Fengarimulofia lainnya.
               “Bibi, pegangan yang erat” Mark memberikan intruksi, dapat dia rasakan cengkraman bibinya semakin menguat. Sedangkan Shane mengeratkan ikatan tali yang melilit tubuhnya dengan tubuh Kian. Para Fengarimulofia terus menukik turun menuju perkampungan kecil Parisvanjava.
                Akhirnya  mereka dapat menjejak tanah setelah manufer pendaratan mereka yang cukup ekstrim, menukik tajam dari ketinggian 1000meter merupakan sensasi tersendiri bagi Fengarimulofia baru tersebut.
                “Bibi baik-baik saja?” dengan perlahan Mark menurunkan Ratu Patricia dari punggungnya. Ratu Patricia kemudian langsung membantu Shane melepaskan tali pengikat yang ada dipunggungnya.
                Shane menunduk sedikit, “Iya mengucapkan terima kasih, bi” Mark mentranslatekan bahasa tubuh Shane.
                “Sama-sama sayang” Ratu Patricia tersenyum dan membelai lembut jambul hijau Shane, bulu-bulu disekitar matanya berubah merah dan ia merunduk hormat lagi.
                “SIAPA KALIAN” tiba-tiba kehangatan tersebut terpecah oleh suara serak, para Fengarimulofia itu pun menoleh.
                “Apa yang ingin kalian lakukan di tanah suci Parisvanjava. Tidak ada yang boleh menyentuh tanah suci kami, kecuali para keturunan kami” suara serak itu ternyata berasal dari lelaki paruh baya yang membawa tongkat berkristal hijau.
                “Ayahhhh” teriak Magy, kemudian berlari ke arah lelaki tua tersebut, ia hendak memeluk ayahnya tersebut tetapi ditepis dengan kasar.
                “Anakku bukan manusia setengah burung seperti kalian, enyahlah”
                “Kalian segeralah bertransformasi” Ratu Patricia memberikan titah. Dengan cepat para Fengarimulofia muda itu mengubah diri mereka menjadi manusia.
                “Maghenta” pria paruh baya tersebut berlari ke arah Magy, alih-alih memeluknya pria tersebut memukul kepala Magy dengan ujung tongkat hijaunya.
                “Auchhhhh, ayah sakit!!!” Magy mengelus-elus kepalanya yang terkena serangan tongkat itu tadi.
                “Kenapa kau meninggalkan Dangerzard,huh? Penjaga hutan seperti apa kau ini, aku tidak merawatmu hanya untuk bermain-main seperti ini mengerti!!” Magy tampak shock dibentak oleh Colinbern seperti itu.
                “Ma..ma..maafkan aku, yah” kemudian Colinbern memeluk Magy
                “Jangan menghilang seperti ini lagi, mengerti??” Colinbern mengelus rambut ungu Magy dengan lembut.
                Sepasang mata hazel menatap iri pemandangan itu, ia tak dapat mengatakan apapun. Ia bisu, bahkan kini tubuhnya tak bisa digerakan, walau ingin. Ribuan pertanyaan menghantuinya.
                Seharusnya aku yang dipeluk.
                Seharusnya air mata itu untukku.
                Apakah ayah masih ingat denganku??
                Aku bukan Shane yang dahulu, aku telah berubah.
                Apa dia benar ayahku??
                Apakah Magy mengatakan yang sebenarnya??
                Apa yang harus kulakukan sekarang??
                Pertanyaan demi pertanyaan datang bertubi-tubi tanpa ada jawabannya. Shane hanya bisa mengepalkan tangan, menahan semua gejolak yang ada di dirinya. Kepalan tangan itu seperti menampung seluruh rasa yang terpendam selama ini, melihat ayahnya terbunuh dan kini berenkranasi di depannya bukan hal yang mudah bagi pangeran muda sepertinya. Andai ibunya ada disini.
                “Kau baik-baik saja sayang” seperti mengetahui gejolak hati Shane, Ratu Patricia merangkulnya dan membela rambut hijaunya lembut.
                Shane terkejut mendapatkan kasih sayang yang sangat ia rindukan ini, seperti mendengar lantunan syair Cirretiryus bendungan air mata Shane tak jadi tumpah. Kini senyum simpul yang menghiasi wajahnya.
                “Maafkan saya Yang Mulia atas penyambutan yang tak menyenangkan tadi, mari ikuti saya. Saya rasa, saya masih memiliki antidote tersebut” akhirnya rombongan tersebut mengikuti Colinbern.
                Desa Parisvanjava adalah sebuah desa penyihir kecil yang berada di tenggara Dangerzard, jarang ada orang yang berkunjung disana. Desa ini sangat khas dengan desa penyihir yang sering dibaca oleh Mark dari buku-buku cerita. Rumah-rumah unik yang berdiri kokoh. Benda-benda yang bergerak sendiri, anak-anak penyihir yang bermain mengubah tumbuhan menjadi berbagai bentuk. Para penyihir pria yang menaiki sapu terbang berlalu-lalang di udara. Suasana yang cukup ramai untuk desa penyihir yang kecil ini.
                “Silahkan masuk” akhirnya rombongan tersebut berhenti disebuah rumah yang berbentuk seperti topi kerucut dengan hiasan Shamrock di ujungnya. Pekarangannya dihiasi berbagai tumbuhan aneh, mulai dari tumbuhan berbentuk aneh yang mengeluarkan gelembung warna-warni hingga labu yang mengeluarkan bau tak mengenakkan.
                Pekarangannya saja sudah sangat mencengangkan terlebih saat memasuki rumah tersebut. Di pojok kanan yang terlihat seperti dapur piring-piring mencuci dirinya sendiri, dan di sebelah kiri terdapat ruangan yang pintunya terbuka berisi berbagai tanaman ajaib.
                “Silahkan duduk Yang Mulia, anak saya sudah menceritakan semuanya mari saya lihat luka anda” Ratu Patricia mengulurkan kedua tangannya, mata hijau Colinbern meneliti dengan seksama luka tersebut.
                “Ternyata benar, ini adalah racun yang sangat langka. Aku hanya pernah sekali melihat ini. tunggu sebentar Yang Mulia. Kuharap aku masih memilikinya” Colinbern memasuki ruang berisi tanaman ajaib tersebut. Setelah beberapa lama ia membawa dua buah botol kecil berwarna hitam.
                “Maaf Yang Mulia, mungkin ini akan sedikit perih. Magy tolong ambilkan air Telaga Patrounusimour. Yang Mulia tahan sedikit, oke” Colinbern mulai membuka botol hitam pertama bertuliskan Exzibird, ternyata botol itu berisi salep berwarna jingga cerah. Ia mulai mengoleskan salep itu secara perlahan. Dapat terdengar Ratu Patricia meringis perih, luka-lukanya tersebut kini berwarna merah terang dan sedikit mengeluarkan asap tipis.
                “Mohon tahan Yang Mulia, Magy dimana airnya”
                “Ini ayah” Magy segera memberikan gelas berisi air Telaga Patrounusimour. Colinbern membuka botol kedua bertuliskan Elixir dan mencampurkannya ke dalam gelas tersebut. Kini gelas tersebut mengeluarkan asap biru tipis.
                “Minum ini Yang Mulia, ini akan mengurangi rasa sakit di lengan anda” Ratu Patricia dibantu oleh Colinbern meminum ramuan itu perlahan.
                “Magy tolong antar Yang Mulia beristirahat di kamarmu, ia sangat membutuhkan itu” Magy menuntun Ratu Patricia menaiki tangga spiral menuju kamarnya.
                “Baik sekarang apa yang ingin kalian tanyakan?”
                Mark melirik Shane lirih, temannya ini sedari tadi hanya diam saja. Akhirnya ia menghela nafas. “Tolong sembuhkan teman dan sepupu saya. Sepupu saya terkena Breinewosha oleh penyihir bernama Finnick”
                ”Breinewosha?” Colinbern mengelus-elus dagunya “Itu hanya bisa disembuhkan oleh lantunan syair suci dari Cirretiryus yang memiliki hubngan darah olehnya, tak ada ramuan yang bisa menyembuhkan itu” Mark bernafas sedikit lega, dengan begitu ia sudah yakin kalau Kian akan baik-baik saja.
                “Tapi sedari tadi ia tidak sadarkan diri” Mark menanyakan itu dengan raut cemas.
                “Tenanglah ia butuh istirahat untuk mereka ulang memori yang telah dikacaukan oleh Breinewosha tersebut” Colinbern menenangkan pangeran muda tersebut.
                “Kalau begitu, bisakah anda menyembuhkan teman saya” Mark menunjuk Shane, raut wajah Shane tampak menegang. Ia kini sudah mengenggam tangan Mark erat.
                Colinbern menatap Shane dalam-dalam, seperti ada rasa riindu dalam dirinya. Seperti menemukan sesuatu yang hilang dan telah ia cari selama ini.
                “Ia terkena kutukan Silencio dari seorang penyihir jahat yang telah mengambil alih kerajaannya. Seluruh keluarganya telah terbunuh dari generasi ke generasi. Kini hanya tersisa ia dan sepupunya yang selamat dari pembantaian tersebut. Tapi sayang ia terkena mantra Silencio sebelum berhasil diselamatkan oleh penjelajah waktu.” Mark mengakhiri cerita tersebut, tangannya sudah sakit karena digenggam terlalu kencang oleh Shane.
                Mata Colinbern terbelalak mendengar cerita tersebut,cerita tersebut mengingatkan dia pada dirinya di masa lalu saat masih menjadi raja.
                “Nama anak yang selamat itu adalah Shane dan Freyjadour, dan anak berambut hijau dihadapan anda ini adalah Shane yang terkena mantra Silencio” mata hazel Shane menatap Mark tak percaya. Bukannya ia tak ingin memberi tahukan identitas aslinya, tapi ia hanya takut ayahnya tersebut tidak ingat lagi kepadanya.
                Colinbern menatap lekat-lekat anak hijau di depannya tersebut, seluruh saraf matanya ia perintahkan untuk meneliti anak tersebut. Mata hazelnya mengingatkan ia pada Mae istrinya dahulu, wajahnya bak cermin pada dirinya selagi kecil dahulu. Perlahan Colinbern mendekat, ia ingin merasakan apakah sosok anak hijau di depannya ini adalah Shane kecil yang ia rindukan. Jemarinya mengelus lembut pucuk kepala Shane, dengan perlahan dengan kedua tangannya ia meraba pipi hangat yang kini telah dihiasi bulir-bulir air mata yang menetes dari mata hazel tersebut.
                “Shane, kau kah Shaneku? Shane kecil yang mahir bermain kuda? Shane kecil yang merajuk bila tak ku izinkan berkuda sehari saja? Shane?” ucap Colinbern lirih, airmata tak terbendung kini tumpah sudah, kerinduan pada masa lalunya kini meluap bak bendungan yang bocor. Tak dapat dihentikan.
                “Ayah, ayah, ayah, benarkah ayah masih mengingatku? Menginggat semuanya tentangku? Kuharap ini bukanlah mimpi” tubuh Shane gemetar, perlahan secara malu-malu ingin ia rasakan kembali kehangatan ayahnya. Kehangatan yang sama seperti yang Magy dapatkan tadi, ia memeluk Colinbern.
                “Shane, maafkan ayah” Colinbern mendekap Shane lebih erat ia tak ingin kehilangan jantung hatinya sekali lagi.
                Sepasang mata azure dan violet yang menatap kejadian ini sudah dipenuhi air mata. Seperti melihat akhir cerita bahagia sebuah buku, aura luar biasa bahagia menyelubungi mereka. Sang violet sudah terisak keras, orang yang sudah merawatnya sedari kecil ternyata memiliki luka hati sedalam itu, ia merindukan masa lalunya.
                Kian yang sedari tadi tertidur kini perlahan membuka matanya, dan mengerjap menyesuaikan pergantian cahaya yang begitu terang, “Shane...” ia bergumam lirih melihat teman barunya itu memeluk seorang lelaki paruh baya.
**************************************************************************
                Mereka berdua berada di tengah pertempuran sekarang, pertempuran yang sangat aneh antara makhluk gaib dan manusia tersebut.
                “Miller cepat kau arahkan pada burung diatas sana” Gavin memberikan peritah pada seseorang bernama Miller.
                Seseorang bernama Miller tersebut ternyata sudah dirasuki oleh Gizel, mata yang semula berwarna abu-abu kini berubah menjadi amber.
                “Berani sekali kau memerintahku” panah sudah Gizel arahkan tepat di jantung Gavin, ketika ia melihat sekelebat warna hijau diantara pertempuran tersebut.
                “Sial!” Gizel mengurungkan niatnya untuk memanah Gavin, kemudian ia mengikuti warna hijau tersebut.
                Gizel mencoba untuk mengikuti warna hijau tersebut, tetapi dengan tubuh dan baju zirah yang ia kenakan sekarang memperlambat larinya hingga ia kehilangan warna hijau tersebut.
                “Baju zirah sialan!” Gizel merutuk pelan, kemudian ia melihat sesosok burung dengan sayap yang terluka memeluk seorang anak berjalan tertatih ke balik semak meninggalkan pertempuran di belakangnya.
                “Jangan-jangan anak itu?” Gizel kemudian bersembunyi di balik pohon pinus, menggambil busur dan panahnya kemudian membidik tepat ke jantung anak tersebut. Mata ambernya kini berkilat penuh kemenangan dan tanpa ragu ia melapas busur tersebut. Anak panah melaju cepat, senyum kemenangan sudah tersungging mantap di bibirnya tepat ketika anak panah itu alih-alih menembus jantung sang anak malah hanya melukai seorang lelaki.
                “Sial, aku meleset!!” kemudian ia berlari menjauh dan berubah ke wujud aslinya.
                “Dolph, dimana kau” ia berteriak dalam kesunyian, dan tiba-tiba dari bayang sang malam keluar lelaki dengan wajah pucat.
                “Iya Yang Mulia” Dolph memberi hormat.
                “Cepat kau cari anak berambut hijau tersebut, aku akan mengawasi anak yang satunya” kemudian mereka berpisah, Gizel kembali ketempat dimana ia tadi gagal memanah Kian.
                Semakin mendekati tempat tersebut sayup terdengar suara seseorang sedang berbicara.
                “...Anak dari dua kerajaan yang dipertemukan oleh takdir waktu. Saat mereka bertemu berakhirlah ini semua”
                Gizel dapat mendengar potongan pembicaraan tersebut, ketika ia melihat sosok yang sangat ia kenal. Pria dengan baju lusuh dan perawakan lemah berbicara dengan seorang wanita.
                “Zeneth...” gumam Gizel lirih, ia masih dapat mengingat saat sosok Zeneth menghampiri ayahnya sebelum ayahnya tersebut melakukan penyerang ke kastil Sun Palace.
                “Dua orang anak dari dua kerajaan akan meruntuhkan sisi kegelapan. Anak dengan warna unik serta anak dengan wujud unik. Saat mereka bertemu sekali lagi sisi kegelapan akan musnah”
                Gizel masih ingat dengan jelas kata-kata yang Zeneth katakan dengan tubuh gemetar hebat dihadapan ayahnya, ia juga masih ingat ramalan yang didengarkan oleh kakeknya penyebab perang ini.
                “Para keturunan penghuni lembah akan menandingi para keturunan penghuni gunung. Perang akan terjadi, para penghuni lembah dan penghuni gunung akan terus bersiteru hingga sosok dua pengeran yang memenangkan perang tersebut”
                Gizel melamun mengingat ramalan yang menjadi momok para keturunan Godwin. Lamunannya terpecahkan saat sebuah cahaya putih bersinar dari arah depan. Saat ia mendekat cahaya tersebut telah hilang dan berubah menjadi belenggu hitam dan merah lalu merubah burung tersebut menjadi seorang wanita.
                “Ternyata benar kau pangeran” matanya meneliti kesekeliling dan terpaku pada burung dengan jambul hijau.
                “Hahahaha, kau lucu sekali dengan sosok itu Shane” dia tertawa.
                “Dolph dimana kau?” sekali lagi Dolph muncul dari bayangan pohon.
                “Kau lihat disana, pangeran kecil kita telah berubah bentuk menjadi seekor  burung” walau tetap dengan wajah tanpa ekspresi, dapat disiratkan ia tertawa melihat sosok Shane tersebut.
                Kemudian pasukan burung tersebut mulai terbang tinggi meninggalkan pertempuran dibawahnya.
                “Dolph ikuti mereka dan jangan sampai terlihat” Dolph hanya mengganguk dan perlahan tubuhnya mulai menipis, kini ia sudah tak terlihat dan melayang mengikuti rombongan para burung tersebut.
                Gizel memanggil kuda dari kekosongan, “Ayo Macnair ikuti mereka” kuda hitam itu pun mulai berlari, menembus batang-batang pepohonan. Pohon-pohon tersebut seperti memberi jalan ketika ia ingin lewat.
                Setelah perjalanan panjang sampailah ia di sebuah desa tepat saat seorang pria peruh baya memukul perempuan berambut ungu.
                “Menjijkan!! Dolph dimana kau”
                “Iya Yang Mulia”
                “Desa apa ini?”
                “ini desa para penyihir, mereka hidup secara damai disini menghindari perang yang terjadi di luar sana” Dolph menjelaskan tetap dengan ekspresi datar.
                “Hahaha, kedamaian mereka tak akan berlangsung lama. Ayo cepat ikuti parade burung tersebut”
                Akhirnya mereka sampai pada rumah berbentuk topi kerucut dengan hiasan Shamrock diujungnya. Gizel mengitip dari celah diantara pintu. Ia dapat mencuri dengar percakapan mereka di dalam.
                “Shane, kau kah Shaneku? Shane kecil yang mahir bermain kuda? Shane kecil yang merajuk bila tak ku izinkan berkuda sehari saja? Shane?” ucap pria paruh baya tadi dengan air mata sudah di pipi. Anak berambut hijau tersebut hanya dapat terpaku dan menangis.
                “Shane, maafkan ayah” akhirnya pria tersebut memeluk anak hijau itu.
                “Oke, ini sudah saat menjijkan. Seebaiknya kuhentikan drama membosankan ini” perlahan Gizel membuka pintu tersebut.
                “Well, reuni yang sangat mengharukan. Bukan begitu Shane, Oliver” mata ambernya mengeliat penuh kemenangan. Gejolak dalam dadanya seperti tak terbendung.
                “Aku menang” pikirnya dalam hati.
                “Sebaiknya kalian hentikan drama keluarga menjijikan ini, karena hidup kalian tak akan lama lagi”

TBC . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar