Kamis, 20 Desember 2012

Secret Photographer 3

Ini pasti akan membuat Papa merasa galau. Tidak mungkin dia tidak merasakan yang namanya ‘galau’, aku saja yang memantau bisa galau di buatnya. Alice harus pindah tugas ke London. Dia harus dipindah karena hanya dia satu-satunya karyawan yang belum pernah dipindahtugaskan. Dia sudah bekerja di Sligo selama 5 tahun lebih. Kalau seperti ini, misi kami akan semakin sulit untuk di jalankan.
“Alice, apa kamu harus pindah tugas ke London? Apa kamu tidak bisa tetap bekerja di Sligo? Atau paling tidak tetap di Irlandia.”
“tidak bisa, Mark. Ini sudah perintah atasan dan aku sudah pernah menolak ini 3 kali. Dan sekarang aku harus pindah karena hanya aku karyawan yang belum dipindah tugaskan.”
“But... I Will miss you...” kata-kata itu terdengar sangat lemah dan penuh kesedihan.
“I Will miss you too,Mark. Tapi aku harus pergi. Aku janji aku akan sering pulang ke Sligo. Atau kalau kamu tidak sibuk kamu bisa liburan ke London kan?”
“iya, tapi tetap saja aku tidak bisa melihat senyummu lagi setiap hari...”
“aku juga berfikiran begitu, Mark. Bahkan aku sampai berfikir akan kehilanganmu.. bahkan..”
“Alice.. jika kamu berfikir seperti itu ingatlah janjiku.. aku pasti menunggumu kembali. Aku bukan pria hidung belang yang gampang tergoda oleh wanita. Percayalah, hanya kamu yang ada di hatiku dan selamanya akan begitu, nggak akan ada yang bisa merubahnya”
“Maaf Mark.. aku berbicara hal aneh lagi ya?” seketika raut wajah Alice berubah sedih. Air matanya jatuh membasahi pipinya. Papa yang melihat Alice menangis langsung memeluk Alice dan menenangkannya.
“Tidak, Alice.. tidak apa-apa kamu berfikiran gitu.. aku ngerti perasaan kamu. Sudah, jangan nangis lagi. . aku tau kamu bisa berfikiran seperti itu karena kamu sangat mencintaiku”
“Aku takut kehilangan kamu,Mark”
“itu tidak akan terjadi. Trust me!”
     Will dan aku langsung memotret kejadian itu. Kami mengintip dari depan kamar Alice yang pintunya dibiarkan terbuka. kami mendapatkan gambar yang bagus. Mungkin jika di dalam album nanti ada foto yang sedih akan menambah kesan tersendiri. Namanya juga sebuah hubungan, tidak mungkin akan selalu bahagia. Aku ingin album yang akan kami buat ini mengambarkan suka-duka yang mereka alami bersama-sama. Kalau hanya bagian senangnya saja,akan terlihat tidak berwarna.
     Will menggoyang-goyangkan tubuhku agar aku sadar dari lamunanku dan segera pergi dari tempat ini sebelum kami ketahuan. Aku sangat mengerti perasaan Alice. aku tau ketakutan yang ia rasakan. Papa adalah penyanyi yang banyak digilai para wanita. Kalau Papa mau mendapatkan wanita yang lebih baik dari pada Alice, tentu Papa bisa mendapatkannya dengan mudah. Hanya saja hati Papa sudah dimiliki oleh Alice seluruhnya.Aku yakin setelah ia mengingat janji dari Papa, ketakutan itu akan segera sirnah.
“Will..” panggilku dengan suara lemah.
“hmm?”
“Kasian ya, mereka harus berpisah.”
“mereka kan hanya berpisah untuk sementara bukan untuk selama-lamanya. Lagipula cinta mereka berdua begitu besar, mereka tidak akan saling menyakiti apalagi menghianati. “
“iya.. tapi pasti bakal kangen kan..”
“itu sudah pasti, kalau kangen kan Mark atau Alice dapat bertemu.”
“tidak segampang itu, Will.. Papa itu sibuk. Tidak mungkin dia setiap hari bertemu Alice.”
“mungkin mereka tidak bisa bertemu secara langsung. Tapi mereka bisa lihat di dalam hati mereka masing-masing. Karena di dalam hati Mark ada Alice. dan di dalam Hati Alice ada Mark. Begitulah cara mereka bertemu.”
     Kata-kata Will barusan memang sangat bermakna. Memang Alice tidak berada di samping Papa tapi Papa tetap dapat melihat Alice di dalam hatinya. Aku tidak nyangka ternyata Will sepaham itu tentang cinta. Mungkin karena aku belum pernah merasakan cinta jadi aku tidak terlalu paham soal cinta.
“Scar..”
“hmm?”
“mungkin mereka bakal ngadain acara perpisahan. Kamu dengerin terus ya percakapan telpon Mark dan Alice.”
“ok!”
***
     Aduh... di mana aku meletakkan Hand phoneku?? Ini adalah salah satu kebiasaan burukku, ‘Pelupa’ alias ‘Pikun’. Ku geledah seluruh kamarku tapi aku tetap tidak bertemu dengan Hand phoneku. Astaga.. aku baru ingat! tadi  aku meletakannya di atas meja di depan kamar Papa.
     Aku segara mengambil Hand Phoneku, namun langkahku terhenti saat melihat Papa termenung sendirian di kamar sambil menatap bulan di luar. Aku tau, pasti ini efek samping dari Virus ‘galau’ akibat harus berpisah dengan Alice. aku khawatir melihat Papa seperti itu.
“Papa..” panggilku dari luar kamar
“Scarlet?  Ada apa sayang?”
“tidak ada apa-apa.. tadi aku mengambil Hand Phoneku di atas meja, lalu tidak sengaja  aku meliat Papa. Papa kenapa sedih? Aku juga jadi ikut sedih.”
“Papa hanya sedih karena Alice akan pindah. Lama-lama Papa juga akan terbiasa.”
“Papa.. kalau Papa kangen tante Alice Papa tetap bisa lihat dia..”
“Maksudnya, sayang?”
“Papa tetap bisa lihat Tante Alice di dalam hati Papa. Karena di dalam hati Papa ada tante Alice. dan aku yakin di dalam hati tante Alice juga ada Papa.”
Cukup lama papa terdiam dengan ucapanku. Ok, sebenarnya itu bukan ucapanku, itu ucapan Will.
“kamu benar sayang. Dia memang selalu ada di hati Papa.”
“kalau gitu Papa jangan murung lagi dong.. smile!”
“iya iya.. smile!” ujar Papa sambil tersenyum.
“teng..tong..” bel berbunyi. Siapa ya yang malam-malam datang ke sini. Aku langsung turun ke bawah dan membukakan pintu.
“Tante Alice!” ujarku kaget
“kaget kan? Kejutan!”
“pasti kaget dong. Habis, siapa yang datang malam-malam seperti ini. Eh, masuk dulu tante.”
“tidak usah.. Papamu ada? Dia sudah tidur ya?”
“ada kok, dia belum tidur. Kayaknya dia tidak bisa tidur malam ini karena mikirin Tante.”
“ah, panggilin Papamu sana. Jangan bilang tante yang datang ya. Ini kejutan lho.”
“ok!”
     Aku langsung lari ke atas dan menyuruh Papa turun. Oh iya! Will.. pasti akan ada momen berharga malam ini... bagaimana ini? Apa aku harus melakukannya sendiri? Apa aku bisa memotret momen berharga itu dengan baik? Kesempatan ini hanya datang sekali.
“Papa, ada yang mau bertemu denagn Papa..”
“siapa?”
“Turun dan lihatlah di bawah.”
Papa segera turun ke bawah dan aku tetap di atas menghubungi Will.
“Will, cepet datang ke sini!”
“buka pintu belakang”
“maksudnya?”
“cepat buka pintu belakang.” Aku segera memutuskan percakapan dan menuju pintu belakang. Saat kubuka pintu belakang, ternyata Will sudah berada di sana. Huft.. syukurlah...
“Will, syukurlah kau di sini. Bagaimaa kau bisa di sini?”
“aku mengikuti Alice dari belakang. Aku sudah menduga kalau dia akan datang ke sini. Di mana mereka sekarang?”
“sepertinya mereka di luar. Ayo cari mereka.”
Dengan langkah yang pelan dan nyaris tak bersuara kami berjalan mencari mereka. Ternyata mereka berada taman samping. Sepertinya mereka berkeliling taman rumah. Rumah ini kan dikelilingi dengan taman. Oh my God! Mereka berjalan ke sini! Kami harus bersembuyi di mana?
“Will mereka kemari” bisikku pada Will. Will langsung menarik tanganku dan mengajakku untuk memanjat pohon yang berada di belakang rumah.
“Will, kalau di atas pohon nanti kita ketahuan!”
“sudah tidak ada waktu lagi, cepat naik.” Mau tidak mau aku harus naik.  Pohon ini lumayan tinggi, kira-kira 6 atau 7 meter. Untung kami sampai di dahan pohon sebelum mereka datang.
“mungkin ini pemberhentian terakhir dari tur kita.” Papa hanya tertawa kecil mendengarnya
“mungkin, ini sudah malam.” Sahut Papa
“tidak ada yang mau di ucapkan sebelum aku pegi ke London?”
“i don’t wanna say good bye.”
“jadi? Tidak ada yang perlu di ucapkan untukku?”
“mungkin, hanya..”
“hanya apa?”
“I love you..” Papa meraih wajah Alice dan mendekatkannya pada wajahnya. Papa mencium bibir Alice mesra.
“I Love you too.” Ujar Alice dengan suara yang nyaris tak terdengar dan balik mencium bibir Papa. Aku yang menganggap ini sangat romantis hanya bisa terdiam dibuatnya, seperti biasa. Sedikit demi sedikit aku jadi mengerti isi hati mereka.
            Sangkin asiknya bengong, tanpa sadar aku telah melepaskan peganganku pada dahan pohon. Tubuhku tidak seimbang, aku terjatuh dari pohon. Yang ada di fikiranku sekarang adalah, mati aku! Kami pasti ketahuan! Remuklah tulangku! Remuklah tulangku! Remuklah tulangku!
“bug” aku terjatuh dan sekarang sudah mendarat. Tapi rasanya aneh. Aku baru tau tanah di halaman ini tidak sekeras yang aku bayangkan. Tidak! Ini tidak seperti tanah. Apa ini!
“auh... Will?!” pekikku kaget. Ternyata aku terjatuh dan mendarat di atas tubuh Will. Pantas saja saat aku jatuh seperti ada sesuatu yang memelukku. Namun kukira itu hanya perasaanku saja. Karena saat jatuh aku tidak membuka mataku sedikitpun. Will hanya meringis setelah kejadian itu.
“Will?!” ujar Alice heran
“Scarlet?! Will?! Apa yang sedang kalian lakukan di sini?!” ujar Papa kaget
“Will kamu tidak apa-apa kan? Jawab dong!” setelah beberapa detik akhirnya Will mengeluarkan suaranya juga dan aku segera beranjak dari atas tubuhnya.
“Tidak ku sangka Scar, ternyata kamu berat juga.” Uh, sunggh jawaban yang tidak penting dan bukan jawaban yang aku inginkan.
“hey! Aku serius. Kamu  tidak kenapa-napa kan?! Jawab yang benar dong!” ujarku dengan sedikit keras.
“Tidak, aku tidak apa-apa. Tidak usah samapai membentakku begitu dong!”
“kamu sih, aku bertanya karena aku sangat khawatir kamu malah menjawab dengan pernyataan yang tidak penting!”
Will, yang teletang di tanah perlahan-lahan bangkit dan membersihkan tuhuhnya.
“Will kamu tidak apa-apa kan? Kenapa kamu bisa di sini? Di atas pohon pula.” Tanya Papa bertubi-tubi. Aku sendiri tidak tau harus menjawab apa.
“tadinya aku, ke sini karena ingin mengobrol bersama Scarlet sambil liat langit malam. Karena, Scarlet bilang langit malam dari atas pohon ini bagus sekali. Iya kan Scar?”
“iya,” jawabku bohong.
“tante curiga dengan kalian berdua?” aduh! Alice sudah curiga. Apa ini akhir dari misi kami? apa kami sudah ketauhan? Kalau mau ketahuan tolong jangan sekarang.Ketauannya nanti-nanti saja, tunggu misinya selesai terlebih dulu. Sungguh permintaan bodoh.
“tante jadi curiga, jangan-jangan kalian ini pacaran ya?”
“hah?!” aku dan Will serempak.
“tidak tante, kami tidak pacaran kok.. kami hanya teman” jawab Will mengelak.
“iya tante, kami hanya teman” aku meyakinkan.
“haha kalian berdua lucu ya. Kalau lebih dari teman juga tidak apa-apa kok. Kalian berdua cocok sih.” Lalu papa tertawa mendengar ucapannya sendiri
“Papa!” seruku dengan nada tinggi
“hahaha.. udah Will ajak masuk ke dalam. Obatin di dalam, sana!”
     Aku nenuntun Will masuk ke dalam rumah. Huft... untunglah mereka hanya mengira aku dan Will pacaran. Kalau kami ketauan memotret mereka itu bisa jadi bencana. Tapi, omongan mereka cukup ngelantur .. memangnya kami mirip seperti orang pacaran ya?
“Will, di mana kamu sembunyikan kameramu?”
“masih di atas pohon, semoga aja mereka tidak liat.”
     Aku segera mengambil obat-obatan untuk mengobati Will. Aku kan hanya jatuh sendiri, kenapa Will bisa ikut jatuh juga? Aku tidak menariknya! Atau dia ikut jatuh hanya untuk menyelamatkanku?
“Will, terimakasih sudah jadi matras saat aku jatuh.”
“iya, no problem. Aku kan cowok, jatuh dan tertindih babon bukan masalah.”
“jadi kamu bilang aku babon begitu?”
“hehe kamu berat sih..”
“huh..” gumamku kesal.
***
     Hari ini Alice harus berangkat ke London. Aku, Papa, dan Will mengantar Alice ke bandara. sepanjang jalan mereka berdua sangat lengket seperti magnet utara dan selatan. Dan tibalah saatnya Alice harus pergi.
“tante, Papa, kita foto bareng dulu dong sebelum Tante pergi.” Usulku
“hmm, ok.” Papa setuju.
“Will kamu yang foto kamu bertiga ya.” Pintaku
“iya” lalu Will memotret kami bertiga.
“nah sekarang giliran Will yang di foto.” Ujarku. Lalu aku memotret mereka.
“Scar, sekarang giliran Mark dan Alice yang di foto berdua.” Ujar Will
“iya ya. Setuju. Papa, tante pasang pose yang bagus ya. Sa..tu..du..a..ti..ga!”
    Haha Papa mencium pipi kanan Alice, sungguh foto yang sangat romantis, manis, sekaligus lucu. Aku hanya bisa berdoa menunggu momen ini datang kembali. Semoga saja momen ini tidak pergi lama-lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar