hohoho karena lagi kepengen lanjut.. hehe ini dia chapter slanjutnya!! :D
*2nd Chapter*
Hari ini Café milik keluarga Byrne tutup, khusus untuk hari ini karena mereka baru saja pindah rumah. Walaupun jarak rumah lama dan rumah baru mereka hanya beberapa kilo meter saja. Tapi jangan salah, mereka hanya perlu tutup sehari, tidak lebih. karena makanan, minuman, baju, biaya sekolah anak mereka, bahkan uang untuk membeli rumah baru ini-pun berasal dari Café itu. Dengan kata lain, cafe adalah sumber penghasilan mereka.
Entah sudah berapa lama Nicky memijat-mijat lengannya, Mrs. Byrne sibuk dengan piring-piring kotornya, dan Mr.Byrne dengan Koran edisi bulan lalu. Hanya Scarlet yang duduk tenang di sofa sambil memeluk kakinya.
“Ibu, di mana krim otot kita?” rengek Nicky masih sambil memijat-mijat lengannya. “tanganku nyeri setelah mengangkat kardus-kardus itu”
“entahlah, coba bongkar di kardus belakang. Masih ada beberapa kardus yang belum di bereskan” Jawab Mrs. Byrne santai seraya mengelap piring-piring bersih.
“aku harus membongkar mereka satu per satu?!” Nicky mengerutkan keningnya.
“tentu saja, kecuali jika kamu kuat menahan nyeri tanganmu sampai kardus itu tersusun rapi.”
“aku lebih baik tidur dari pada membongkar kardus itu” Nicky beranjak dari tempat duduknya dan naik ke atas, menuju kamarnya.
“terserahmu” lalu suasana menjadi hening. Hanya suara piring di masukkan ke rak yang terdengar, atau suara gesekan kertas Koran Mr.Byrne.
Scarlet masih duduk terdiam, dia sibuk sendiri dengan pikirannya. Seperti siaran ulang di televisi, kejadian tadi sore sudah terulang setidaknya lima puluh kali di otaknya. Semakin sering dia mengulangnya, maka ia semakin ketakutan. Dari tadi ia mencoba untuk tidak mengulangnya, namun kejadian it uterus terulang-ulang di pikirannya.
Sebelumnya dia tidak pernah melihat, hantu, zombie, vampire, atau teman-temannya sekalipun. Bahkan ia tidak begitu yakin apa yang dilihatnya tadi adalah salah satu dari mereka. Lebih tepatnya ia berharap bahwa yang ia lihat bukanlah salah satu dari mereka.
“yah…” panggil Scarlet. Suaranya kecil, namun cukup untuk membuat Mr.Byrne melepaskan pandangan dari korannya. “Apa ayah tau sejarah rumah ini?” Mr. Byrne berkerut kening. Tentu saja, itu pertanyaa yang bodoh!
“um, maksudku.. sejarah di sekitar rumah ini”
“apa maksudmu Scar?”
“apa ada hantu di sekitar sini?!” bukan hanya Mr.Byrne namun Mrs.Byrne-pun ikut berkerut kening. Apa rumah baru mengganggu jalan kerja otaknya? Atau mungkin efek terlalu banyak mengangkat kardus? Atau mungkin yang lebih parah lagi, kepalanya tertimpa kardus!
“Scar, aku tau kamu suka rumah yang besar. Apa kamu tidak suka dengan rumah kita yang sekarang?” Tanya Mrs.Byrne. Mrs.Byrne menganggap bahwa ia mengerti jalan pikiran anaknya saat ini.
“bukan! Ini bukan soal besar kecilnya rumah kita! Aku tidak keberatan kita pindah ke sini” tepis Scarlet. Memang dia suka dengan rumahnya yang luas, karena ia bisa dengan leluasa berlatih balet di sana. Atau mungkin lebih leluasa kejar-kejaran bersama Nicky.
“lalu apa kaitannya rumah baru kita dengan hantu?” Tanya Mrs. Byrne dengan senyum tak mengertinya. Keluarga Byrne bukanlah orang yang percaya tentang hantu, setan, jin, tuyul dan sebagainya. Mereka tidak pernah melihatnya, jadi untuk apa percaya. Namun mereka sering melihat orang-orang yang mirip setan. Seperti pelanggan yang mengutang di Café mereka dan tidak pernah kembali untuk melunasinya, pelanggan mereka yang merokok di dalam Café padahal sudah tertulis ‘DILARANG MEROKOK’ dengan tulisan besar. Dan anak-anak brandalan yang melempari kaca Café dengan tanah. Mereka mirip dengan setan.
“kalian tau, mungkin aku melihat mahluk itu tadi sore” pasangan Byrne itu terdiam, sekan mencerna baik-baik ucapan anaknya barusan. Lalu keduanya terkekeh.
“kau melihat hantu?” Mr.Byrne menahan tawa.
“Aku tidak yakin, bahkan aku berharap yang aku lihat bukan salah satu dari mereka!” pasangangan Byrne masih terkekeh. Tidak menyangka rumah baru akan membuat anaknya menjad aneh.
“dengar Scar, hantu itu tidak ada. Itu pasti hanya imajinasimu yang berlebihan. Mungkin ini efek dari menonton film horror di bioskop bulan lalu”
“tidak! Aku jelas melihatnya, walaupun aku tidak yakin yang kulihat itu hantu. Dan, yang kulihat di bioskop bukan film horror. Melainkan Spiderman 3!”
“mungkin yang kamu lihat hanya bayangan pohon yang menyerupai salah satu dari mereka. Oh, atau mungkin kamu kelelahan dan perlu tidur. Lihat jam berapa sekarang” Mr.Byrne menunjuk pada jam dinding yang baru di setel beberapa jam lalu. “sudah malam Scar, sebaiknya kamu tidur dan jangan sampai terlambat lagi besok”
“baiklah” jawab Scarlet asal, kemudia bangkit dari sofa. Kesal juga saat kamu yakin melihat sesuatu namun tidak ada yang mempercayaimu.
Rumah ini masih berantakan, bebrapa barang bertumpuk di sudut-sudut rumah. Jika di keadaan gelap, maka rumah ini mirip sekali dengan rumah-rumah di film horror yang lama di tinggal pemiliknya.
Sesaat Scarlet ragu untuk masuk ke dalam kamarnya, padahal tangannya sudah memegang gagang pintu dan hanya perlu menariknya ke bawah untuk membuatnya terbuka. Ia teringat bahwa kamar ini bersebelahan langsung dengan halaman samping dan rumah sebelah di mana ia melihat sosok itu tadi sore. Bahkan ia terbayang-bayang jika seandainya mahluk itu berada di dekatnya. Dengan lari mencicit ia pergi ke kamar Nicky.
‘tok tok tok!!’ Di ketuknya pintu itu dengan frekuensi tinggi.
“Nicky!! Buka pintunya!!” ‘tok tok tok!!’ Nicky sudah menyahut dari dalam, namun karena merasa kurang cepat Scarlet tetap mengetuk pintu sampai Nicky membuka pintunya dan Scarlet bisa melihat wajah abangnya itu.
“Kenapa malam-malam begini ngetok-ngetok?! Seperti ada herder yang mengejarmu” gerutu Nicky. Wajahnya kusut, sepertinya dia sudah hampir tertidur saat Scarlet menggedor-gedor pintu kamarnya.
“aku lebih memilih di kejar herder dibandingkan di kejar baying-bayang setan! Nicky aku takut!!” Scarlet memasang wajah ketakutannya persis seperti tadi siang. Mirip seperti anak kecil yang ketakutan melihat badut aneh di pasar malam.
“jadi?” Nicky bertanya dengan malasnya. Jujur, dia sering kali di buat kesal dengan tingkah penakut adiknya. Seperti tidak berani kemana-mana dan selalu minta di temani jika dia baru saja menonton film yang seram. Dan untung saja dia berani ke toilet sendiri sehingga Nicky tidak perlu menemaninya ke toilet!
“Aku takut tidur sendirian” nah! Lagi-lagi, Scarlet persis seperti bocah lima tahun yang tidak berani ke kamar kecil sendirian.
“maksudmu? Kau tidur sekamar denganku” Scarlet tidak menjawab. Mau tidak mau, namun itu lebih baik jika dibandingkan ia tidur sekamar dengan bayang-bayang itu. Nicky mengerti dengan sikap diam adinya ini, dan mulai geleng-geleng kepala. ‘Scar! Kamu sudah 16 tahun!’
“Scarlet kamu sudah besar, tidurlah di kamarmu sendiri” ucapan Nicky persis seorang kakak yang bijak sana.
“tapi aku..”
“tidak ada yang namanya hantu. Kalau dia datang kamu tinggal teriak, maka kita serumah akan langsung menuju kamarmu.”
“bagaimana kalian terlambat datang dan dia sudah melapku”
“kalau begitu kami hanya perlu mengubur jasadmu yang tersisa dan aku akan jadi anak kesayangan ayah dan ibu. Sudah tidur sana! Atau kuceritakan kejadian mala mini ke temen-temen klub baletmu”
“Nicky jahat!”
“terserah! Cepat kembali ke kamarmu atau aku akan menyirammu dengan seember air kalau besok kamu terlambat bangun”
‘Blam’ Nicky menutup pintu kamarnya. Wajah Nicky menghilang di balik pintu itu. Scarlet kecewa, kesal,marah, dan takut.
‘awas kami Nico, semoga kamu orang yang melihat mahluk itu selanjutnya. Dan semoga saja kamu tidak akan berani ke kamar kecil sendirian setelah itu’
Untuk beberapa saat Scarlet terdiam di depan pintu kamar Nicky. Beberpa kali ia mencoba mengetuk namun tidak dihirauakan oleh Nicky. Pasti dia sudah menyumbat telinganya. Apa boleh buat, Scarlet kembali ke kamarnya, masih dengan ketakutan tadi sore.
Ditariknya gagang pintu itu ke bawah dan bunyi ‘kreek’ terdengan ketika pintu itu membuat celah. Scarlet segera menyalakan kampu kamarnya. Karena dia tau hantu tidak suka terang, mereka suka kegelapan. Lalu dengan terbirit-birit dia melompat ke atas kasurnya dan menyelimuti dirinya dengan selimut.
Nafasnya masih terengah-engah walau tubuhnya sudah tergeletak di atas kasur. Matanya tak berhenti menatap sekitar. Seperti berjaga kalau-kalau hantu itu muncul dan dia bisa langsung segera berteriak. Tak ada rasa kantuk sedikitpun padanya, entah kapan ia akan terlelap. Akankah dia patrol sepanjang malam?
*
‘tik tik tik’ hanya suara jarum jam yang terdengar di tengah keheningan malam di dalam rumah keluarga Byrne. Jarum pendeknya sudah melewati angka 12, semua sudah terlelap namun sepertinya tidak juga.
‘kreek’ suara pintu terbuka lalu langkah kaki berpadu dengan bunyi jarum jam. ‘kreek’ sekali lagi. Ia hanya melebarkan celah di pintu yang tidak tertutup itu. sepertinya penghuni kamar itu enggan untuk menutupnya.
Sepasang mata biru itu mengamati kepala dengan rambut pirang di atas kasur. Hanya itu yang bisa dilihatnya karena tubuhnya di balut dengan selimut tebal. Nicky mengira adinya tidak akan bisa tidur semalaman, namun yang dilihatnya sekarang Scarlet tertidur dengan pulasnya si atas kasur. Lega juga ia melihat adiknya tertidur pulas. ‘Mimpi indah Scar’ bisiknya dalam hati.
*
“Scarlet!!!” seseorang berteriak di telinganya seraya menggoncang-goncang badannya. ‘sialan!’ gerutu Scarlet dalam hati.
“bangun Scarlet!! Bangun!!” suara itu masih berteriak-teriak di telinganya, mamaksanya untuk membuka mata dan menampar orang itu.
“iya iya!! Aku bangun!! Berhenti berteriak atau ku tampar!!”
“atau aku yang akan menamparmu terlebih dulu, 30 menit lagi kelas dimulai!!” seketika itu mata Scarlet terbuka lebar. Lagi-lagi ia terlambat bangun.
“kenapa kamu tidak membangunkanku lebih pagi?!” sungut Scarlet.
“kenapa kamu tidak bangun sendiri!”
“bilang saja kamu juga terlambat bangun!” Scarlet turun dari kasurnya.
“Cepat mandi dan besihkan liur di pipimu” reflek Scarlet langsung menyentuh pipinya, memeriksa adakah liur di sana.
“tidak ada apa-apa! Aku bukan tukang iler!”
*
“ayo cepat sedikir Scar!” mereka seperti atlet lomba lari pinggir jalan. Dengan Nicky sebagai jawara dan Scarlet sebagai pecundang karena ketinggalan jauh di belakang.
“Ini sudah yang tercepat! Huh! Kenapa laki-laki itu larinya kencang sekali” entah sudah berapa banyak gerutuan yang Scarlet tebarkan di sepanjang jalan. Padahal dia sudah sangat sering berada dalam keadaan seperti ini namun entah kenapa ia tidak kunjung terbiasa dengan keadaan ini. Seharusnya dia bisa berlari lebih cepat bukan? Dia hampir setiap hari seperti ini.
“hosh..hosh..hosh..” scarlet menghentikan langkahnya karena sudah tidak kuat lagi berlari. Dia tidak sekuat Nicky yang biasa berkeliling lapangan bola berpuluh-puluh kali. Nicky berbalik ke belakang dan melihat adiknya berhenti berlari. Iapun berlari kea rah adiknya dan menarik tangan mulus adiknya.
“Masih nyantai! Sudah telat tau!” biasanya Scarlet akan membalasnya. Namun, nafasnya sudah terengah-engah dan dia tidak sanggup untuk membalasnya. Scarlet akan mencatat itu dan membalasnya nanti.
Begitu samapai di halaman sekolah, mereka berpapasan dengan Mr.Ellioth. mereka hanya memberika senyum sekilas sambil berlari. Bahkan tak sempat untuk member salam pada guru sendiri.
“Terlambat lagi Byrne bersaudara?” entah itu sapaan selamat pagi, basa-basi atau sindiran. Byrne bersaudara tidak memikirkannya.
“benar sekali Mr.Ellioth!” jawab Nicky asal.
*
Hari ini tidak jauh berbeda dari biasanya. Terlambat datang ke sekolah mendengarkan ocehan gurunya yang entah di dengar atau tidak lalu kembali ke rumah. Sendirian. Nicky sudah pulang sebelum dia. Tidak ada teman yang berda di sampingnya saat pulang. Scarlet bukanlah orang yang kuper atau sejenisnya, hanya saja dia agak sulit untuk menjadi sangat dekat dengan seseorang. Dan itu sebabnya dia tidak pernah punya sahabat. Yang ia punya hanya sekedar teman yangsaling sapa ktika mereka bepapasan atau teman yang akan menjawab pertanyaannya ketika dia bertanya soal matematika.
Matahari tidak memanggangnya karena memang sekarang buakan musim panas. Angin-angin musim semi membelai wajahnya, dan menerbang-nerbangkan rambut pirangnya. Rumah baru mereka memang cukup dekat dengan sekolahnya. Namun bagi Scarlet itu sama saja. Biasanya mereka akan naik bus umun dan memakan waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke sekolahnya. Dan sekarang dia bisa berjalan kaki ke sekolah dan memakan waktu 20 menit juga. Jadi sama saja.
Scar mencium aroma wangi dari balik pintu rumahnya. Tidak salah lagi, ibunya sedang berada di rumah. Bukan di Café membantu ayahnya. Dan sepertinya dia sedang memasak kue.
“hay Sayang!” sambut Mrs.Byrne ketika melihat putinya di dapur, meletakkan tas sekolahnya dan duduk di meja makan.
“lapar..” seru Scarlet sambil memegangi perutnya.
“nah! Kebetulan ibu sedang mencoba resep baru, siapa tau ini bisa menjadi menu baru bulan ini”
“untuk di Café ?” Mrs.Byrne mengangguk seraya meletakkan beberapa buah cup cakes di atas piring.
“makanlah..” Mrs.Byrne meletakkan piring itu di meja makan. Scarlet mengeker sasarannya untuk mengambil cup cake cream putih. Namun sepertinya dia tidak akan mendapatkannya.
“Nicky!!” nicky menyambar cup cake itu sebelum Scarlet sempat menyentuhnya.
“terlembat” Nicky melahap cup cake itu kemudian menjilat-jilat bibirnya.
“huh, aku kan mau yang putih..” gerutu Scarlet
“sudah, kan masih banyak di piring” Scalet mengambil cup cake yang lain kemudia melahapnya.
“hm.. ibu menambahkan coklat ke dalamnya?” Tanya Scarlet sambil mengunyah. “enak!”
“bukan hanya coklat, tapi juga beberapa jenis selai buah. Bagai mana menurutmu?”
“ide bagus!” ibunya memang rutin mencari resep-resep baru untuk menambah menu di café mereka. Supaya pelanggan tidak bosan katanya. Namun jangan salah, dari berpuluh-puluh keberhasilannya tak jarang pula resepnya menjadi lebih berbahaya dari racun tikus!
“dan bisa bantu ibu?”
“apa?”
“tolong antarkan menu baru ini ke tetangga baru kita. Mereka pasti senang” Mrs.Byrne memasukkan cup cake itu ke dalam box kecil yang biasa di pakai sebagai pembungkus kue di café.
“Nicky saja yang antarkan” pinta Scarlet. Mengingat di rumah tetangga baru itu pula ia melihat sosok misterius itu.
“oh, maaf adik kecil. Calon pesepak bola professional ini harus latihan dulu.. daaaadaaa!!” seraya mengacak-ngacak rambut Scarlet kemudia pergi sambil terkekeh.
“tolong antarkan ya”
*
Terpaksa Scarlet pergi ke rumah tetangga baru mereka sambil menenteng box kecil itu. langkahnya semakin ragu ketika ia memasuki halaman yang cukup luas itu. beberapa pohon besar menghiasi rumah ini, sama sepert rumahnya.
Langkah demi langkah membawanya mendekat ke pintu rumah itu. dan sekarang ia berdiri tepat di depan pintu rumah itu. di tariknya nafas panjang kemudian menghembuskannya sebelum ia menekan bel.
‘teng.. nong’ Scarlet terbayang-bayang apa yang akan menyambutnya di dalam sana. Akankah seekor vampire membuka pintu dan menerkamnya tiba-tiba? Dia mundur beberapa langkah.
‘kreekk’ pintu itu terbuka. Scarlet belum pernah sekalipun melihat pintu rumah ini terbuka. Bahkan dia tidak tau siapa penghuninya. Namun dia benar-benar kaget melihat siapa yang membukakan pintu untuknya.
“Selamat sore. Ah! Kamu pasti tetangga baru yang menempati rumah sebelah” sapa wanita itu lembut. Oke, dia bisa dikatakan sudah berumur. Mungkin usianya sudah lebih dari 40 tahun. tapi hidung mincing, rambut coklat dan senyumnya yang manis itu begitu indah!
“iya, kami baru pindah kemarin. Dan..” Scarlet mengulurkan box yang di tentengnya “Ibu membuat resep baru dan ingin anda mencobanya”
“ah! Baik sekali, sampaikan terimakasihku untuknya!”
“tentu”jawab Scar sopan.
“hm.. wangi sekali, Mark dan aku pasti suka”
“Mark? Siapa dia?” Scar menutup mulutnya, entah bagaimana bisa dia mengajukan pertanyaan seperti itu pada tetangga yang baru ditemuinya beberapa detik lalu. Tentulah terdengar lancang, terlebih dengan nada bicaranya barusan.
“dia anakku” sepertinya wanita itu tidak merasa risih dengan perrtanyaan lepas Scarlet. “dia ada di dalam” wanita itu mundur beberapa langkah dan wajahnya seolah menunjuk ke suatu arah dan pendangan Scarlet menuju arah itu.
“Mark, ucapkan salam pada tetangga baru kita” kulitnya putih, bahkan seperti pucat. Bibirnya merah dan ia memilik rambut hitam sedikit kecoklatan. Hidungnya persis sama dengan wanita yang 40 tahunan itu.
“hai..” sapanya singkat dengan sedikit senyum tersungging di bibirnya. Walaupun sedikit, namun tetap saja lesung pipitnya bisa terlihat jelas oleh Scarlet. Satuhal yang aneh dengan pria ini. Dia duduk dan wajahnya terarah pada Scarlet, namun pandangannya kosong seperti tidak melihat pada Scarlet. Mata di bawah alis mata panjangnya pun terlihat sendu. Ada apa dengan pria ini?
“mau mampir dulu?” tawar wanita itu ramah.
“mungkin lain kali, aku harus latihan balet sore ini” tolak Scarlet halus.
“baiklah..”
“aku permisi pulang dulu nyonya..” Scarlet tersenyum kemudia berbalik badan dan menuruni teras rumah besar itu.
“sampaikan salamku untuk ibumu ya!” seru manita itu. Scarlet menoleh ke arahnya dan mengangguk.
Entah kenapa Scarlet merasa ada sesuatu yang aneh dengan laki-laki tadi. Dia hanya memperhatikan pria itu sekilas, namun jelas sekali tatapannya yang kosong dan sendu itu. Scarlet agak menyesal menolak tawaran nyonya itu untuk mampir. Dan Scarlet tidak menyangka rumah di mana ia melihat sosok misterius itu menyimpan seorang pria tampan dan ibunya yang ramah.