sudah lama nggak nulis XD hehe mumpung lagi pengen hehe
judulnyapun hanya untuk judul sementara karena masih bingung dengan plot-plot selanjutnya
nggak bisa di sebut fanfiction westlife, hehe nama-namanya aja yang di pake (soalnya kehabisan nama.. masa iya nama tokoh-tokohnya, samsudin upin dan ipin? -_-)
nah! inilah dia cerita gaje terbaruku hehe ._.v
mohon komentarnya untuk mengurangi kadar gaje di dalam cerita ini. Makasih :D
Sore itu terasa lebih penat dari hari-hari biasanya. Angin yang berhembus sepoi-sepoi menerpa tubuh gadis pirang yang sudah dibanjiri peluh. Rambutnya yang kepang kuda-pun sudah acak-acak tak beraturan. Kedua tangannya sudah lelah untuk mengangkat kardus-kardus itu. Mungkin jika dia mengangkat sebuah lagi tangannya akan patah. Gadis pirang itu berkecak pinggang sambil menatap rumah baru keluarganya. Lebih kecil dari rumah sebelumnya dan itulah yang inginkan oleh Yvonne Byrne, ibunya. Nicholas Byrne suaminya,membeli rumah itu beberapa minggu yang lalu.
Nicky Byrne, kakak dari gadis pirang itu masih masih sibuk bolak balik masuk rumah dengan kardus besar di kedua tangannya. Punggung kaosnya sudah berubah warna tercampur keringat. Nicky juga sempat mengentikan pekerjaannya dan berkecak pinggang seperti gadis itu. Namun, ibunya tak tinggal diam melihatnya begitu.
“Kau kuat berkeliling lapangan bola seharian! Hanya mengangkat kardus inipun kau sudah capek!” begitulah ocehannya. Nafas Nicky terengah-engah, mulunyapun menganga. Mungkin ia bernafas dari hidung dan mulutnya secara bersamaan.
“Ayolah, ibu.. bola dan mengangkat kardus itu berbeda!” Nicky mengelap keringatnya dengan lengan bajunya. “mana pernah pemain sepak bola bertanding sambil menenteng kardus di lapangan. Mereka hanya memainkan kaki mereka”
“tapi kau kan kiper! Pasti menggunakan tangan juga kan?!”
“tapi tidak ada bola yang beratnya 20 kilo!”
“sama saja kalau tendangan mereka begitu kuat!”
“namun hanya dalam waktu sepersekian detik!”
“ah.. terserah!” mama pergi dan meninggalkan Nicky.
Ingin rasanya gadis pirang itu tertawa melihat perdebatan mereka, hanya saja dia juga merasa iba melihat Nicky. dia iba melihat peluhnya yang mungkin sudah seember banyaknya.
“Hey Scar! Jangan diam saja cepat bantu!” ah! kena! Akhirnya gadis itupun harus mulai membantu mengangkat box-box itu lagi lagi. Oh iya, Scarlet nama gadis pirang itu.
*
Akhirnya pekerjaan melelahkan itu selesai juga. Setalah berjam-jam lamanya keluarga Byrne merapikan rumah baru mereka yang berantakan, mereka dapat beristirahat sejenak. Yah, walaupun sebenarnya rumah itu masih bisa di kategorikan berantakan, namun setidaknya ini sudah lebih baik dari beberapa jam yang lalu.
Ini bukan kali pertama gadis pirang itu mengelilingi rumahnya, tapi ia memang tertarik untuk mengelilingi rumah barunya lagi. Rumah ini lebih kecil daripada rumah yang mereka tempati sebelumnya. Hanya saja halaman di sini sama luasnya. Tak bisa di katakana luas sekali, namun Scarlet cukup senang dengan beberapa pohon besar yang tumbuh di halamannya. Menurutnya, pohon itu memberikan kesan segar pada rumah barunya.
Dari halaman depan dia berjalan ke bagian samping rumahnya lalu ke halaman belakang. Mirip seperti rumah lamanya, halaman belakang ditumbuhi rumput seluruhnya. Dan Scarlet suka itu. Sambil melompat-lompat kecil ia beralih ke bagian samping lain rumahnya.
Kira-kira 4 meter jarak antara rumahnya dan rumah tetangga barunya. Rumah di sebelahnyanya jelas terlihat berbeda dari miliknya. Tidak bertingkat namun sangat besar dan terlihat megah dengan atapnya yang cukup tinggi. Bercat putih dengan tirai putih di balik jendelanya. Tirai itu transparan hingga Scarlet dapat melihat sesuatu di baliknya. Seseorang sepertinya sedang memperhatikannya.
Scarlet sadar bahwa orang itu sedang melihat ke arahnya. Ia tau bahwa tak sopan jika membuang muka pada tetangga baru mereka yang jelas-jelas mereka sempat berkontak pandang. Scarlet memberikan senyum pada tetangga barunya.
Anehnya tetangga barunya seakan tak menggubris senyumannya dan tetap menatapnya. Wajah orang itu samar-samar di balik tirai transparan itu. Scarlet-pun tak bisa membaca ekspresinya. Scarlet sempat memperhatikan orang itu lekat-lekat dan namun ia ingin segera beranjak dari situ. Ia takut kalau-kalau yang di lihatnya bukan tetangga baru mereka melainkan…
“Hoy!” Scarlet meloncat kaget ketika seseorang mengagetkannya dari belakang sambil menepuk pundaknya.
“Nicky!! Kamu hampir membuatku mati kaget tau!” Jantungnya masih berdebar-debar, kekesalan pada kakaknya membuat nada bicaranya lebih tinggi dari biasanya.
“siapa suruh kamu memperhatikan rumah orang sampai segitunya”
“tetangga baru yang membuatku seperti itu!”
“oh ya? Di mana tetangga baru itu?”
“di balik jendela sana” Scarlet menunjuk sekilas dengan jempol tangannya. Scarlet mendesah lega, sekalipun mungkin yang dilihatya bukan si ‘tetangga baru’ mereka, setidaknya nicky ada bersamanya.
“mana? Tidak ada apa-apa” namun matanya masih melihat ke jendela itu. “hanya tirai putih transparan yang aku lihat”
Jantung Scarlet berdetak kencang. Ia mulai menganggap bahwa yang di lihatnya tadi bukan tetangga baru mereka. Keingin untuk pergi dari situ semakin kuat.
“ah, sudahlah! Ayo pergi dari sini” Scarlet menarik lengan Nicky.
“hohoho coba lihat, Scarlet kecil baru saja melihat hantu?” ledek Nicky “dan ia ketakutan sekarang”
Namun Scarlet terlalu merasa ketakutan sehingga ia tak merasa malu ketika Nicky meledeknya.
“terserah dengan apa yang aku lihat, yang jelas kita tidak di sana lagi” Scarlet mempercepat langkahnya. Berjalan beberapa meter seakan berates-ratus meter rasanya. Akhinya mereka tiba di halaman depan.
“apa benar kamu melihat tetangga baru kita di sana? Dan apa yang dia lakukan hingga kamu memperhatikan rumah itu seperti maling?” jawaban pertama Scarlet adalah desah kelegaan lalu ia melirik ke halaman samping.
“tetangga baru kita memperhatikanku dan kami sempat saling berpandangan, lalu aku tersenyum padanya namun ia tidak membalas. Tidak mungkin ia tidak melihatku tersenyum! Aku jelas-jelas melihatnya masih menatap ke arahku. Lalu aku menatapnya lekat-lekat dan kemudian kamu datang mengagetkkanku di saat aku ingin pergi dari sana!”
“lalu setelah itu dia menghilang?”
“ya! Setelah itu dia menghilang”
“oh ayolah, mungkin kamu terlalu lelah dengan kardus-kardus itu. Atau mungkin tadi memang ada orang namun beranjak dari tempat itu ketika aku datang” Scarlet tak tau apa yang sebenarnya terjadi, ia masih diam. Mencoba mengendalikan ketakutannya sendiri. Siapa sangka yang paling ditakutkan gadis 16 tahun ini adalah hantu! Sebenarnya ia tertarik untuk menonton film horror, namun setelah itu dia tidak akan berani ke mana-mana tanpa di temani. Dan karena itulah ia termasuk jarang untuk menonton film horror. Bukan hanya film horror, namun hal-hal horror lainnya.
“entahlah, aku tidak tau” Jawabnya asal. Nicky bisa membaca ketakutan di wajah adiknya. Iapun juga sangat tau betapa penakutnya adik kesayangannya ini dengan hal semacam itu. Sebisa mungkin ia membuang ketakutan Scarlet.
“hey! Sepertinya aku pernah lihat kemeja yang kamu pakai” Nicky mulai mengalihkan topic pembicaraan.
“tentu kamu pernah lihat”
“coba ku tebak? Ini kemeja ayah?”
“ya” jawab Scarlet singkat dengan suara kecil.
“kenapa kamu memakai kemeja tua ayah?!”
“hey! Model ini sedang tren di mana-mana. Tank-top dengan kemeja kotak-kotak kebesaran yang tidak di kancing, lalu lipat lengan kemejanya. Ini manis. Aku sering melihatnya di beberapa majalah fashion” Nicky cukup lega, ketakutan yang tadi terlukis di wajah adiknya sudah menghilang, diganti dengan celotehannya.
“memangnya kemeja itu tidak bau? Sudah lama kemeja itu tidak dipakai, dan biar kutebak! Kamu menemukannya saat bongkar-bongkar barang kemarin”
“sebenarnya bukan kemarin, tapi beberapa hari yang lalu saat bongkar-bongkar juga. Aku tidak jorok sepertimu! Aku mencucinya sebelum di pakai” walaupun sudah di cuci sebenarnya kemeja itu kembali bau dengan keringatnya, sore ini dia belum menyentuh air di bak mandi.
“yeah, siapa tau kamu langsung memakainya begitu saja. Kamu kan pemalas.” Scarlet langsung melotot mendengar kalimat terakhir Nicky. “Ayo masuk ke dalam, siapa tau ibu punya cemilan untuk kita”
“yeah, atau mungkin dia punya pekerjaan untuk kita. Dan sepertinya kamu harus mandi terlebih dahulu. Baumu seperti mobil sampah di pagi hari.”
Pembicaraan santai itu bisa menghilangkan rona ketakutan di wajahnya. Walaupun sebenarnya ia masih menyimpan ketakutan itu. Siapakah yang di lihatnya tadi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar