Kamis, 07 Maret 2013

Secret Photographer 4

Papa.. kenapa kamu masih ganteng, manis, lucu imut meskipun sudah kepala 3??? Jujur aku senang dengan wajah papa yang manis, lucu, imut itu. Tapi, kadang aku nggak terlalu suka dengan wajahnya yang manis, lucu imut itu. Wajahnya bisa membuat wanita yang menatapnya langsung meleleh. Banyak sekali wanita yang mengejar-ngejarnya, termasuk Lauren. Lauren adalah wanita yang tinggal di Blok sebelah. Dia sering sekali datang ke sini hanya untuk merayu papa. Sayangnya papa nggak pernah tergoda.

Aku akui Lauren adalah wanita yang cantik. Rambutnya pirang lurus, hidungnya mancung, kulitnya putih, bentuk tubuhnya ideal, bibirnya seksi, dandanannya klasik bercampur glamuor, kadang-kadang aku merasa dandanannya menor. Aku lebih suka wanita kasual seperti Alice. Rambutnya hitam lerus, hidungnya mancung, bibirnya pink alami,  matanya biru, dan nggak pernah tampil menor. Alice lebih suka berpenampilan natural. Mungkin, jika dilihat sekilas mata Lauren lebih cantik dari dapa Alice. tapi, jangan salah sangka, Alice juga nggak kalah cantik darinya. Bagiku Lauren cantik karna Make up tebal yang terpasang pada wajahnya. Sedangkan Alice cantik dari dalam. Bukanya aku ingin membela Alice, tapi begitulah kenyataannya.

Lauren adalah model sebuah majalah. Saat dia sedang senggang pasti dia akan menyempatkan diri untuk datang ke rumah kami hanya untuk menggombal dan merayu papa. Tapi, papa nggak pernah tertarik dengannya. Bagi papa Alice lebih dari Lauren bahkan lebih dari nyawanya sendiri. Bisa dibayangkan betapa besar cinta papa. Aku berharap Friday night kali ini dia nggak datang ke rumah.
“teng..nong..” bel rumah berbunyi. Siapa yang datang ya semoga jangan Lauren. Lebih baik aku saja yang buka pintu. Kalau dia sudah liat papa pasti susah buat nyuruh dia pulang.

Aku langsung cepat-cepat keluar dari kamar untuk membukakan pintu. Aku takut kalau papa yang lebih dulu membukakan pintu dari aku. Saat aku hendak turun tangga aku mendengar suara wanita. Aku kenal betul suara ini. Ah, ternyata... Lauren sudah masuk. Papa lebih dulu membukakan pintu dariku. Huh, bagiku
Lauren seperti hantu. Datang tak diundang, pulang harus diusir. Persis banget kayak setan kan?
Duh, aku harus gimana nih.. nggak mungkin aku mengusirnya. Kami kan tinggal di lingkungan yang sama nggak enak dong kalau harus menjadi musuh. Tapi kalau dibiarkan kasian papa.. Aha! Mungkin Will bisa membantu. Mungkin aku harus menghubunginya.
“hallo..”
“hallo.. kenapa Scar?”
“Lauren datang..”
“hah?!  Dia cewek yang ngejar-ngejar Mark itu kan?”
“iya.”
“apa dia belum tau kalau mark dan Alice pacaran?”
“ya nggak tau lah.. kalau dia tau pasti beritanya bisa sampai ke paparazi dan bisa panjang urusannya.”
“owh, gitu ya.. mereka di mana sekarang?”
“di bawah, mereka duduk di sofa yang sama.”
“kalau gitu kamu datng aja ke sana, nyelonong duduk di tengah-tengah mereka.”
“ok, kamu cepet datang ke sini ya..”
“iya..”
Saat Lauren hendak duduk semakin dekat dengan papa aku langsungsung duduk di tengah-tengah mereka. Huft.... untung belum terlambat. Sekarang apa lagi ya yang bisa aku lakukan? Aha, aku bisa membuatnya lebih jauh dari papa.
“Papa, apa ada shampo anti kutu?”
“hah?! Memangnya kenapa? Mungkin ada.”
“hehe.. spertinya kepalaku kutuan. Kalau papa ketemu shamponya papa beliin ya. Oh iya papa, kalau sabun anti bisul ada nggak? Soalnya punggugku sudah banyak bisul makanya aku susah untuk bersender di bangku taman.”
“hmm, mungkin bisa dengan sabun anti septic.”
“hmm, aku duduk di sebelah sana aja. Sofa ini uda sempit.” Ujar Lauren. Hahaha aku tau penyebab dia pindah. Dia pindah bukan karna sofa ini sempit, tapi kerna jijik dengan ceritaku.  Aku senyum-senyum sama papa sambil mengedip-ngedipkan mata. Papa tau maksud isyaratku itu. Dia tau kalau ini salah satu rencanaku agar Lauren nggak dekat-dekat dengannya.
“papa.. kayaknya sofa kita harus di cuci deh..”
“kenapa?”
“soalnya kemaren jay muntah di situ.” Aku menunjuk pada sofa yang sedang di duduki oleh Lauren. Aku dapat melihat perubahan ekspresi wajah Lauren.
“owh, jay muntah ya..”
“sofa di sebelah sana nggak sengaja kemaren tertumpah susu basi. Karpet di bawah meja juga kemaren di pipisin sama Koa.”
“haha maklum lah, masih kecil”
“sering-sering ajak mereka ke sini dong pa.. biar aku nggak sepi.”
“Mark, mungkin kita bisa ngobrol di taman belakang. Udara di luar kan lebih segar.”
“hmm, boleh..”

Pasti papa kehabisan alasan untuk menolaknya. Mereka berdua berjalan ke taman belakang. Nggak lama setelah itu Will datang.
“will.. untung kamu datang..”
“Di mana mereka sekarang?”
“di taman belakang..”

Kami segera menuju taman belakang. Lalu setelah bedara di belakang pintu belakang will mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Aku nyaris berteriak melihatnya.
“jangan takut, ini Cuma lipan mainan kok.” Ujar will. Huft,, untung Cuma mainan, kalau beneran bisa pingsan aku. Lalu saat merek sedang asik-asiknya duduk di bangku taman, will melemparkan lipan itu ke arah Lauren. Alhasil, lauren lompat-lompat sambil teriak-teriak.
“AAAA!!!! Mark apa itu? Buangin jauh-jauh!! Aku takut!”. Papa tau itu hanya lipan mainan tapi dia pura-pura takut saja dan melemparkannya lagi ke Lauren, tapi Lauren tidak tau kalau papa melemparkannya karna dia terlalu sibuk dengan teriakan-teriakannya.
“Mark! Tolong buang jauh-jauh!!” teriak Lauren
“aku juga takut, itu beracun Lauren”
“kita pergi yok.. aku takut nih..” Lauren berlari sambil menggandeng tangan papa. Huh, sialan. Udah ketakutannya setengah mati gitu masih sempat aja gandeng-gandeng papa. Mereka berlari menuju taman depan. Aku dan will dengan segera mengikuti mereka.
“mark, mungkin rumput di halaman rumahmu harus di semprot pestidisa.” Ujar Lauren
“tapi, aku lebih senang mereka di sana. Rumahku kan bisa jadi seperti kebun binatang.”
“ah, terserah lah.. aku rasa ini sudah malam..”
“ya.. memang ini sudah malam..”
“kalau gitu goodbye Mark..” Lauren hendak mencium pipi papa. Untung aku dan Will sudah siap dari tadi.
Kami menghidupkan petasan yang tadi sudah di bawa oleh Will. Ini bukan petasan yang berbahaya, tapi cukup untuk bikin Lauren kaget dan batalin niatnya untuk mencium papa.
“tar!!” suara petasan yang kami lempar.
“aaa!!!”teriak Lauren. Will yang membawa kameranya nggak lupa untuk mengabadikan kejadian ini.
“ah, dasar anak nakal! Siapa sih yang melempar patasan?” cetus Lauren kaget.
“anak-anak sini memang seperti itu. Namanya juga anak-anak pasti jail-jail.”
“ah,, ok, good bye mark.” Lalu Lauren langsung pergi.
Setelah Lauren pergi cukup jauh dari rumah kami keluar dari tempat persembunyian dan tertawa terbahak-bahak.Setelah ia merasakan hal-hal yang menjengkelkan di rumah ini, Aku yakin Lauren nggak mau lagi datang ke rumah ini.
“hahaha thanks Scarlet, Will”
“sama-sama papa. Hahaha lucu banget tadi ekspresinya, mulai dari aku bilang kalau aku kutuan, bisulan, terus dia ketemu lipan, di lempar petasan. Hahaha kasian banget, tapi Lucu.”
“kami begini karna nggak mau papa di deketin terus sama Lauren karna papa udah punya Alice.”
“kalu Alice melihat kejadian ini pasti dia akan tertawa sampai nggak bisa tidur.” Ujar Will
“hahaha, kalian ini emang cerdik banget ya.”
“kami juga nggak lupa motret pas dia loncat kena petasan.”
“hahaha” kami semua tertawa melihat hasil dari jepretan Will.
semoga papa dan Alice segera menikah supaya nggak diganggu lagi sama cewek genit yang satu itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar