Rabu, 19 Juni 2013

Alanna: Meet my awesome family-2

Meskipun satu panggung dengan Kelly, sebenarnya aku tidak langsung setenar dia walaupun besoknya wajahku terpampang di majalah, televisi dan koran. Pasti hanya akan bertahan sehari dua hari. Sebagian orang memandangku penuh kekaguman, dan sebagian lagi silahkan ditebak. Seperti kumpulan perempuan penggosip yang kutemui di depan toilet, mereka melihatku seperti melihat domba dekil dari peternakan. Dan masa bodoh dengan mereka! Semoga mereka terpeleset di toilet.

Kelly dan Finn melanjutkan tur mereka keliling dunia, sedangkan aku tetap di Sligo. Payah! Padahal aku ingin satu panggung lagi bersama Kelly. Mereka tidak akan pulang ke rumah dalam waktu yang lama, dan itu membuatku merindukan mereka.

Sejak insiden ‘pernyataan cinta’ ala pangeran di depan sekolah itu, aku selalu menghindar dari Barwyn dan berharap tidak melihat wajahnya lagi. Akhir-akhir ini dia terlihat sangat dekat dengan Lyana dan jangan tuduh aku memata-matainya! Karena di mana aku melihat Lyana, di sana ada Barwyn. Beberapa hari terakhir aku baru mengetahui bahwa mereka kembali bersama. Jujur, aku lega mendengarnya.

Maa dan Dad sehat-sehat saja. Keadaan Keavy’s Corner, EMS, GaN’s Management dan Pub juga baik-baik saja. Belum lama ini EMS juga didirikan di Dublin, dan Dad senang sekali sampai berkali-kali mengelilingi sekolah itu.

Entah karena sering bertemu dengannya atau apa, belakangan ini aku menjadi dekat dengannya. Di kelas kami duduk bersebelahan. Diaorang yang baik, walau agak cerewet. Tapi dia calon ibu yang baik, kurasa.

“Barwyn mengajakku makan malam! Apa yang harusnya kugunakan?” aku menoleh kepadanya, dan  melihat binary-binar matanya dengan jelas.
“Well, kalau aku jadi kamu, aku akan pakai Jeans dengan sobekan di paha dan lutut. Berjalan dengan High Top, bukan dengan High Heels” Jawabku setengah hati sambil terus menulis di buku latihanku.
“Kamu gila?! Dia mengajakku ke rostoran prancis!” dia member tekanan pada kata prancis. Negara yang sama sekali belum pernah dikunjunginya. Aku yakin sekali.
“ Jadi, kamu ingin berdandan ala ratu prancis lengkap dengan gaya rambutnya? Kamu harus pergi ke salon sekarang, sebelum terlambat”
“Bukan begitu maksudku. Aku hanya ingin terlihat special mala mini. Siapa tau dia melamarku” Lyana tertawa dengan kalimat terakhirnya dan aku memandandanginya dengan tatapan aneh.
“Kamu masih enam belas tahun” ingatku.
“Aku tau, tapi mungkin saja dia melamarku” Lyana masih bersikeras dengan dugaannya.
“Oh! Terserah!”
“Jadi, apa yang harus kugunakan agar terlihat spesial?”
“Baju renang mungkin? Lyana, kamu terlihat special di matanya, bukankah itu yang membuatnya memilihmu?” Entah dari mana pikiran bijak itu berasal, aku sendiri tidak tau. Ingat, aku tidak paham benar soal cinta dan teman-teman sekingdomnya.
“Kamu benar, aku spesial”
“Masih bingung dengan kostumu nanti malam?”
“sebenarnya, masih. Sedikit”

Aku hanya mendesah, membiarkannya menarik kesimpulan dan keputusan. Serumit itukah ajakan makan malam? Bukankah mereka sudah sering melakukannya?

“Baiklah. Kuputuskan nanti saja. Ayo makan siang!” Ajak Lyana sera bangkit dari tempat duduknya.
“Pergilah duluan, aku masih bersemangat mengerjakan ini” Seraya menunjuk buku latihanku dengan pena.
“Kepalaku mau pecah melihat soal-soal itu. kalau begitu sampai nanti!”
Well, Pascal, Kamu berniat membuatku botak bukan?

*

“ALLY!!!” Aku terlonjak kaget ketika seseorang meneriaki namaku. Aku baru saja masuk ke kelas pagi ini, dan aku segera mencari orang yang membuatku jantungan. Lyana berlari kearahku sambil tersenyum lebar.

“Kamu tau apa yang terjadi semalam?” Dia menggenggam kedua tanganku erat-erat dan aku hanya menggeleng penuh arti. Tidak mengerti, kaget, dan bertanya-tanya. Dia menarik nafas dalam-dalam sambil tersenyum lebar, aku khawatir dia akan berteriak lagi dengan jarak sedekat ini padaku.
“Dia melamarku!” Ia memekik tertahan, syukurlah tidak merusak telingaku sama sekali. Tapi, dilamar? Aku ternganga tidak percaya. Aku memang masih mengantuk saat ini, atau mungkin aku masih belum bangun sama sekali. Tapi cengkraman itu nyata sekali, dan gigi kelinci Lyana juga terlihat sangat nyata.
“Aku tau! Aku masih enam belas tahun. Tapi dia akan menikahiku ketika aku siap. Dan aku bilang, kami akan menikah saat usiaku dua puluh dua tahun! tidakkah itu indah? Enam tahun lagi dan aku tidak sabar ingin menua bersamanya!”

Sebenarnya aku tidak mau tua seperti dia, tapi aku ikut tersenyum saat mendengar penjelasannya. Aku ikut bahagia atas apa yang sedang menimpanya. Barwyn masih sama gilanya dengan yang dulu, tapi Lyana sudah sangat mencintai orang gila itu. baiklah, selamat menjadi gila Lyana.
“Selamat menemph hidup baru!” seruku sambil tersenyum haru.
“Oh Ally!” dia memelukku erat-erat dan aku membalasnya, kami tidak peduli dengan perhatian satu kelas yang tertuju pada kami. Aku hanya merasa harus memeluk orang yang sedang berbahagia ini. “Simpan ucapan itu sampai enam tahun lagi”

Aku baru saja sadar, Lyana sudah menganggapku seperti ini. Mirip seperti sahabat, tapi kami tidak pernah menyebut diri kami begitu. Semuanya hanya berjalan begitu saja hingga kami berpelukan saat ini. Aku memang tidak melupakan insiden yang dibuatnya dulu, tapi aku sama sekali tidak menyimpan marah atau dendam. Hidup memang penuh dengan kejutan, entah apa lagi setelah ini.

*

Berbulan-bulan sudah berlalu sejak Move Tour Concert di Dublin, dan sekarang Kelly benar-benar sudah menyelesaikan Turnya. Dia bisa beristirahat dengan santai sekarang. Sesuatu yang jarang didapatkan beberapa bulan terakhir. Dia terlihat lebih kurus hingga tulang pipinya terlihat sangat menonjol, Maa memaksanya untuk makan banyak! Finn juga terlihat kurus, apalagi dengan postur tubuhnya yang sudah tinggi. Dia seperti tiang listrik! Tapi untunglah mereka sehat-sehat saja.

Sore ini Ci dan Sarah berkunjung ke sini (ke rumah kami), mereka memang sering ke sini. Awas saja kalau mereka jarang datang padahal masih tinggal di Sligo! Kami sedang berada di istal kuda, sudah lama kami tidak berkuda dengan lengkap seperti ini, Ci, Finn, Kelly dan aku. Ci memilih Snowy, kuda paling tua yang dimilikinya, hadiah ulang tahun Ci entah yang keberapa dari Dad. Sedangkan aku memilih Midnight. Dia cantik sekali, seluruh tubuhnya yang berwarna hitam seperti langit tengah malam yang berkilau! Menurut Ci, dia kuda betina muda yang tangguh.Finn dan Kelly memilih kuda coklat yang biasa mereka tunggangi.

Ci sudah naik di atas punggung Snowy dan mengajaknya berkeliling. Ci sayang sekali pada Snowy, bahkan Snowy itu kuda kesayangan Ci. Walaupun Sudah bisa dikatakan tua, Snowy masih kuat seperti kuda muda lainnya, Ci selalu merawatnya dengan baik. Kami mulai berkeliling di halaman, kemudian memacu kuda kami agar berlari kencang. Ci penunggang terbaik di antara kami berempat, aku bahkan sempat berfikir Ci harus ikut lomba menunggang kuda. Finn bersama kudanya mengejar Ci, dan Kelly ikut-ikutan mengejar mereka. Hanya aku yang masih bersantai dengan Midnight, aku juga harus mengejar mereka.

“Ayo Midnight, kita kejar mereka!” aku mengibaskan tali pegangan ke punggungnya dengan sedikit keras, kemudian ia berlari. Aku memukulnya lebih keras karena larinya lamban sekali, padahal aku pernah melihat Ci menungganginya dengan kecepatan yang luar biasa. Midnight berlari kencang saat aku memukulnya lebih keras. Kami mengejar Ci yang sebenarnya tidak dapat terkejar lagi, tapi lebih baik begini daripada hanya diam.

Aku berada tepat di belakang Kelly dan berusaha mendahuluinya.Tapi Kelly juga sama kencangnya dengan kami, dan sangat sulit bagiku dan Midnight untuk mendahuluinya. Aku memukul Midnight sekali lagi dan ia meringkik kemudian berlari lebih kencang, sedikit demi sedikit kami mendahului Kelly. “Kerja bagus Midnight!”

Sebenarnya aku ingin mengejar Finn dan Ci yang berada jauh di depan, tapi sepertinya susah sekali. Aku ingin memelankan laju Midnight dan mengajak Kelly untuk bertaruh siapa yang akan lebih cepat samapai ke Istal. Tapi Midnight terus berlari dengan kencang. Aku mulai berfikir ada yang salah dengan Midnight. Dia tidak mau berhenti! Dan aku baru sadar, ini pertama kalinya aku membawa Midnight!

Aku tetap berusaha untuk tenang dan mencari cara untuk menghentikan kuda bodoh ini. Dan sekarang Midnight berlari lepas kendali! Aku sangat ketakutan dengan otakku yang tidak bisa berfikir lagi. Aku sudah menarik talinya berkali-kali, tapi itu sia-sia untuk menghentikan Midnight. “TOLONG!!!” hanya itu yang terlintas di kepalaku untuk selamat. Memang ada cara lain lagi untuk selamat dari kuda yang sedang ngamuk ini?

“CI!! TOLONG!!!” Aku berteriak sekeras dan sebanyak yang aku bisa. Aku hanya mendengar derap kaki Midnight yang berlari kencang di atas tanah berumput. Sampai akhirnya aku mendengar suara Ci dan Finn yang berteriak di belakangku. Itu sedikit membuatku lega, walau aku masih panik setengah mati.

“Tarik talinya!!” Teriak Ci.
“Sudah!! Dia tidak mau berhenti!” pekiku ketakutan
“Tarik sekuat mungkin!”

Aku menarik tali yang kupegang sekuat yang aku bisa dengan mengandalkan berat badanku. Tapi Midnight masih menggila. “Tidak bi_” Kedua kaki depan Midnight terangkat tinggi secara tiba-tiba saat aku masih menarik talinya sambil berteriak. Midnight meringkik dengan kedua kaki terangkat, aku masih berpegangan pada tali, tapi Midnight berdiri tinggi dengan kedua kaki depannya. Tubuhku tidak bisa bertahan lagi di punggung Midnight, bokongku sudah tidak melekat lagi pada pelana di punggung Midnight. Aku bahkan tidak menyiapkan diri untuk jatuh dan di sambut oleh tanah yang keras. Aku memicingkan mataku erat-erat saat tubuhku berada di udara. Terbayang bagaimana sakitnya punggungku saat mengantuk tanah.

“GEDEBUK!” Aku mendarat. Aku merasakan ada tangan yang menyambutku dari belakang walaupun akhirnya aku hanya jatuh terlentang. Aku mendarat pada sesuatu yang tidak sekeras tanah. Perlahan –lahan aku bererak dan bangkit. Saat melihat tangan yang ada di sampingku, Aku yakin aku sedang menindih tubuh Finn. Aku segera menyingkir dari atasnya.
“Finn!”Seruku saat ia berusaha bangkit. “Kamu tidak apa-apa?” Finn hanya menggeleng seraya berusaha duduk. Kemudian ia memegangi pinggangnya.
“kalian berdua tidak apa-apa?” Ci menghampiri kami dengan panik. Aku hanya menggeleng, aku tidak merasa sakit. Hanya jantungku yang masih berpacu kencang dan membuat tubuhku terasa lemah. “Finn, kamu tertimpa Ally. Apamu yang sakit?”
“Tidak ada” Jawab Finn seraya berusaha bangkit, di bantu oleh Ci.
“sungguh? Punggungmu tidak sakit sama sekali?”
“Tidak” Jawab Finn meyakinkan.
“Jangan pura-pura, jatuhnya tadi pasti keras sekali” Ci tidak percaya.
“jadi kamu mengira aku pembohong?!” seru Finn sinis. Kemudia ia berjalan ke arahku dan tiba-tiba menggendongku. “lihat kan? Punggungku tidak sakit!”
“Finn! Turunkan aku!” aku meronta di gendongannya.
“Ci, sebaiknya cepat urus kuda gila tadi!” Kemudian Finn berlari sambil menggendongku. Dia pandai benar membuatku kesal! Bahkan di saat seperti inipun ia masih sempat-sempatnya membuatku kesal. Aku tidak suka dia memperlakukanku seperti bayi begini.
“Finn! Aku bukan bayi! Turunkan aku!” Aku meronta, kemudia ia berhenti dan menurunkanku. Ia tersenyum penuh kemenangan. Aku mendengus kesal padanya. kemudia aku teringat dengan Finn yang menyambutku saat jatuh tadi.
“punggungmu tidak apa-apa?” Aku berubah khawatir.
“Kamu lihat aku bisa menggendongmu sambil berlari, jadi aku tidak apa-apa”
“benarkah?” Aku sedikit tidak percaya.
“Kamu terdengar seperti Ci” jawabnya asal.

Finn memang begitu. Dia selalu terlihat kuat, entah itu hanya kelihatannya saja atau yang sebenarnya. Kadang hal itu membuatku kesal padanya.

 Pria kuat ini sebentar lagi akan menikah, dan meninggalkan rumah. Kakakku yang paling aneh dan yang paling kusayang, akan hidup bersama wanita lain. Aku pasti akan sangat merindukannya. Tapi, bukankah ia sering meninggalkan rumah seperti waktu Tur Kelly? Tapi dia pasti akan kembali kerumah setelah itu. dan setelah dia menikah? Tentu dia akan kembali ke rumahnya bersama Lyndsay. Aku akan semakin jarang bertemu dengannya dan semakin jarang bertengkar dengannya. Tanpa sadar aku terus menatap wajah Finn, dan mataku mulai berkaca-kaca.
“Kenapa?” Tanya Finn sambil terheran-heran. “Apa yang sakit?” Tanya Finnian saat melihatku hampir menangis.
“Tidak ada” jawabku setegar mungkin.
“jadi ada pa dengan wajahmu itu?”
“bukan apa-apa” aku beerbohong, kemudia memalingkan wajahku darinya. “Finn” panggilku. Finn hanya menoleh seraya menunggu kata-kataku selanjutnya. “Kalau kamu sudah menikah, kamu harus sering datang ke sini” Aku mengucapkannya tanpa memandang Finn.
Finn mendesah sambil tertawa, apa aku terlihat aneh saat ini? Kemudia ia memelukku erat-erat.
“Tentu! Ini rumahku. Aku tidak akan membiarkan adik kecilku meraung-raung merindukanku”
“Finn..” aku berusaha untuk menghilangkan besar kepalanya.
“Ngaku sajalah,kamu akan rindu denganku kan?”ia mengucapkannya dengan penuh percaya diri seraya mengeratkan pelukannya.
Aku memeluknya tak kalah erat. “Kalau iya, memang kenapa?”




Mohon komen! :D 
aku tau ini membosankan -_-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar