Kamis, 04 Juli 2013

Alanna-4:Pengantin Wanita

Finn akan pergi selama berbulan-bulan bersama istrinya, setidaknya untuk mengelilingi setengah belahan bumi. Mereka akan pergi ke beberapa tempat romantis di dunia, seperti : Puerto Rico, Madagaskar, beberapa negara di eropa seperti Italia, dan Finlandia. Tau kenapa dia memilih Finlandia? Dia bilang negara itu mirip dengan namanya, namamu Finnian! Seberapa mirip memangnya Finnian dan Finlandia?! Mereka juga berencana pergi ke Palermo, Sisilia untuk melihat mumi-mumi yang dipajang di depan gereja. Aku tidak yakin tempat-tempat yang dipilihnya itu benar-benar romantis? Siapa yang tau, aku bahkan belum pernah ke sana. entah tempat mana lagi yang akan mereka kunjungi, ah iya! Bali! Maa bilang di sana memang romantis, jadi aku yakin itu memang romantis.

 Dad menggodaku saat acara pernikahan Finn usai, begini katanya “Dua anak Dadaa sudah menikah, Kelly juga sepertinya sangat serius dengan Ryan. Jadi bagaimana denganmu, Munckins?” tentu aku mengerti ke mana arah pembicaraan ini, dan sebenarnya aku tidak terlalu suka dengan pembicaraan seperti ini. Aku merasa aneh membicarakan hal seperti ini, jadi aku hanya menjawab seadanya seperti yang biasa aku lakukan. Tidakkah Dad berfikir aku masih terlalu kecil untuk hal-hal semacam itu?  Aku punya banyak teman laki-laki dan aku hanya memanggap mereka teman satu tim yang menyenangkan. Karena mereka tidak banyak omong seperti perempuan biasanya, lebih tangguh, lebih berani, dan masih banyak alasan mengapa berteman dengan laki-laki lebih menyenangkan daripada berteman dengan perempuan.

Bukan berarti aku tidak suka berteman dengan perempuan. Aku hanya lebih senang berteman dengan laki-laki ketimbang perempuan. Kadang berteman denganperempuan bisa membuatmu sangat kesal, apalagi saat mereka memaksaku untuk memakai pewarna kuku yang warnanya norak minta ampun! Mau tau apa lagi yang mengesalkan? Saat mereka berbicara dengan artikulasi yang dimanja-manjakan, berjalan lenggak-lenggok dengan sepatu berhak yang tingginya sama panjang dengan telapak kaki mereka (aku bahkan berfikir, apa kaki mereka tidak patah?), membicarakan Fashion dan istilah-istilahnya yang sama sekali tidak kumengerti, dan membicarakan laki-laki yang mereka idamkan kemudia berteriak-teriak seperti sedang kesurupan. Itu mengesalkan, bahkan kadang berkesan menjijikkan.

Walaupun aku tidak mengecat kuku-kukuku, tidak mengikuti trend gaun-gaun musim panas, tidak berteteriak saat membicarakan cowok manis, aku tetap perempuan. Dan sebagai seorang peremuan aku memiliki kepekaan seorang perempuan. Aku tau beberapa dari teman laki-lakiku tertarik padaku, tapi aku tetap mereka semua sebagai teman, tidak lebih, dan tidak ada diskriminasi.

*
Aku jadi anak kuliahan sekarang! Aku diterima di universitas seni di Dublin, salah satu yang terbaik di eropa. Aku heran kenapa William tidak mencoba di universitas ini? Aku yakin universitas ini tidak berbeda jauh dengan tempat kuliahnya. Seni tari, musik, teater, bahkan lukis dan menulis, ada di sini! Benar-benar kampus seni dan aku sangat bersemangat untuk belajar lebih giat di sini. Mahasiswa di sini benar-benar cinta pada seni! Lihat yang di sana! Aku hampir selalu melihatnya sambil membawa gitar, padahal mereka menyediakan gitar di sini bahkan aku tidak yakin ia akan memainkan gitarnya di toilet, karena aku melihatnya berjalan ke toilet. Yang di sana! Aku yakin ia salah satu pecinta seni lukis, karena wajahnya warna-warni dengan make-up menor! Kalian pernah dengar tak ada rotan akarpun jadi, nah tak ada kanvas wajahpun jadi!

Aku takjub dengan dosen-dosen di sini. Mulai dari yang bertongkat, beruban, keriput, dan bergigi palsu, sampai yang tegap, wajah tanpa kerutan, dan kupastikan gigi mereka asli. Mahasiswanya juga beragam, mulai dari yang sangat bersahabat hingga yang kelihatannya seperti bisu. Ada yang kelihatan sangat jenius dan ada pula yang kelihatan idiot. Ada yang kelihatan Fashionable dan ada pula yang terlihat kuno dengan rok nenek dan sweeter ibunya (aku yakin itu!). Ada yang berpita seperti kado natal dan ada pula yang berpakaian sobek-sobek serba hitam dengan tindikan di mana-mana.

Tadi pagi aku kira aku sedang dibuntuti oleh mobil yang berada di belakangku. Aku menyetir mobil sendiri sekarang, aku sudah dapat SIM! Ah, senangnya! Bagaimana bisa aku mengira bahwa aku sedang tidak dibuntuti? Setiap aku belok ke kiri, mobil di belakangku juga belok ke kiri. Setiap aku belok ke kanan mobil itu juga belok ke kanan. Aku menambah kecepatanku kemudia mobil di belakangku menjauh, dan itu membuatku sedikit tenang. Setelah aku sampai di tempat parkir dan keluar dari mobil, mobil yang membuntutiku tadi parkir tepat di sebelah mobilku. Baru saja aku tau bahwa pemilik mobil itu adalah dosen fakultas musik. Yang sebenarnya dia adalah tetanggaku, karena kami tinggal di apartemen yang sama.

*

Pelajaran hari ini sudah berakhir, saat matahari sore yang cerah bercampur dengan hembusan angin yang sepoi-sepoi. Teman-temanku segera pulang menuju kediaman mereka masing-masing. Hari ini cukup melelahkan, namun menyenangkan karena aku berkumpul dengan orang-orang yang sama denganku. Mereka benar-benar mengasikkan, walaupun ada beberapa yang menyebalkan. Namun tidak menghiraukan yang jumlahnya beberapa itu.

Aku melewati berdiri tepat  di depan ruang musik, yang kelihatan seperti tempat orkestra besar bagiku. Aku mengintip ke dalam dan kagum melihat betapa banyak alat musik yang ada di sana. Ada beberapa Celo, Biola, Gitar berbagai macam senar, Whistle Thin, dan masih banyak lagi. Kaki-kakiku memaksa aku untuk masuk ke dalam, aku semakin kagum melihat isi di dalamnya secara keseluruhan. Sejuk walaupun tertutup, dan atapnya sangat tinggi, jauh dari atas kepalaku. Aku menyentuh beberapa alat musik yang aku lewati, aku memang kelihatan seperti anak kecil yang melihat fegasus. Aku mihat piano hitam tanpa pianis di sana, bangkunya kosong dan membuatku bernostalgia dengan sekolah lamaku. Aku ingat saat William memainkan pianonya dan aku yang bermain Biola.

Aku berjalan mendekati piano itu, kemudian setelah semakin dekat aku duduk di bangkunya. Aku memegangi tuts-tutsnya kemudian menakan-nekan mereka. Aku bisa memaikan piano, walaupun tidak begitu handal seperti pemain profesional. Aku melihat sekeliling, sepertinya tidak ada orang, dan tidak akan ada yang keberatan jika aku memainkan beberapa buah lagu. Sound of Sillent bergema di ruangan besar ini, Celo dan teman-temannya menjadi penonton pertunjukanku. Mereka hanya diam, mungkin kagum dengan permainanku. Ah, walaupun aku bermain dengan buruk, mereka tetap tidak akan protes.

Mataku tertuju pada tumpukan partitur yang diletakkan di atas piano hitam ini. Aku mengambil tumpukan itu dan sedikit merapikannya, karena kertas-kertas itu berantakan sekali. Aku membaca notasi-notasi yang tertulis di sana, walau sejujurnya aku tidak tau lagu apa yang tertulis di sana. aku melihat siapa pencipta partitur-partitur itu. Karya sang legendari Mozzart dan Bethoveen rupanya! Aku membaca lembar demi lembar yang ada di pangkuanku, kemudian aku menemukan sebuah foto di antara partitur itu. Aku memperhatikan lekat-lekat siapa saja orang yang ada di dalam foto itu. ada enam orang di sana, dan aku yakin pasangan yang berada di tengah-tengah adalah pasangan pengantin. Aku memfokuskan pandanganku pada pengantin itu, dan aku kenal pengantin prianya! Ini Mr.Greene! Tetanggaku yang aku kira membuntutiku kemari. Aku tidak tau jika ia pernah menikah, karena aku hanya mengetahui sedikit tentangnya. Lagipula ia terlihat sangat muda. Mungkin ia salah satu dari pria yang kelihatan lebih muda dari usianya. Aku bahkan tidak tau pasti apartemennya di lantai berapa dan nomor berapa. Kami hanya berbicara sedikit tadi pagi, hanya untuk berkenalan.

Mr.Greene terlihat sedikit lebih gemuk di dalam foto ini, dan pengantin wanitanya cantik sekali. Aku yakin si pengantin wanita melakukan diet agar terlihat lebih ramping saat pernikahannya. Mr.Greene mengaitkan lengannya di pinggang wanita itu, yang sedang memegang buket bunga.
“Hey, apa yang sedang kamu lakukan di sini!” Aku melompat kaget mendengar suara itu, kemudian mataku berkeliling mencari siapa yang berbicara. Aku melihat Mr.Greene di dekat pintu. Aku segera meletakkan foto tadi di tempatnya. “oh, Hay tetangga! Apa yang kamu lakukan di sini?”
“Maaf, aku hanya ingin mencoba piano ini” Jawabku gugup “Piano ini kelihatan sangat menarik.” Ia menatap partitur yang masih ada di tanganku, aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.
“Kamu melihat foto di dalamnya?” Suaranya terdengar datar, namun memaksaku untuk segera menjawab.
“umh, ya.. Foto yang bagus” Aku mencari kata yang tepat. “Maaf aku lancang”
“Sudahlah..” Aku lega mendengarnya. Suaranya terdengar santai. “Pengantin wanitanya cantik bukan?”
“Oh, tentu! Itu yang pertama kali kupikirkan saat melihatnya!” Aku menjawab antusias. “Aku baru tau anda sudah menikah setelah melihat foto ini.”
“ya. Aku memang sudah pernah menikah. Boleh aku minta partiturku?” Ia mengulurkan tangannya.
“Ini” Aku memberikan partitur itu padanya.
“Ini sudah sore, sebaiknya kita pulang. Bukankah begitu, tetangga?”
Dia begitu rama, aku yakin pria ini akan menjadi tetangga yang baik.



Keluarkanlah unek-unek kalian... XD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar