Kamis, 04 Juli 2013

Alanna-5:Apa yang sebenarnya terjadi?

Aku butuh udara segar, dan berkeliling kota Dublin yang padat bukanlah pilihan yang tepat. Jadi, kuputuskan untuk menjelajahi apartemen pencakar langitku. Mereka punya lima puluh lantai dan aku tinggal di lantai lima belas.  Beberapa jam yang lalu aku mengetahui Mr.Greene tinggal beberapa lantai di di atas kepalaku, lantai dua puluh delapan.

Meskipun pemerintah Dublin telah membeli sebagian kecil tanah penduduk dan menjadikannya kawasan hijau, tetap saja pusat kota seperti letak apatemenku berada, sangat padat dengan penduduk dan kendaraan bermesin mereka. Sebenarnya aku ingin memiliki apartemen di pinggir kota yang lebih tentram, tapi kampusku berada di tengah kota. Aku tidak mau membuang waktu berjam-jam terjebak d iantara tumpukan mobil yang membuatku tidak bisa bergerak ke mana-mana.

Aku menaiki lift dan menuju lantai paling tinggi di gedung ini. Di lantai lima belas, sebenarnya banyak yang bisa aku lihat, seperti: Perempatan yang padat, taman kecil yang dipenuhi anak-anak, kios-kios pinggir jalan, dan masih banyak lagi. Hanya saja aku ingin angin yang lebih kencang dari pada angin di lantai lima belas dan bangunan-bangunan yang terlihat lebih kecil dari pada yang biasa kulihat. Dan disinilah aku sekarang. Berdiri di ujung lantai lima puluh dan memandang jauh ke sekitar. Aku merasa seperti raksasa di film Jack and The Giant Slayer, semua yang kulihat sangat kecil! Anginnya kencang, memaksa rambut pendekku menari-nari akibat terpaannya, aku terpaksa agak memicingkan mata saat mereka datang.

Aku memandang ke bawah, maksudku, benar-benar ke bawah. Ini menyeramkan! Berapa jauh jarak tanah yang biasa aku injak dengan tempatku berdiri sekarang?! Aku tidak mengerti bagaimana bisa ada manusia yang terjun dari ketinggian hanya untuk bunuh diri? Apa mereka tidak ketakutan dengan ketinggian yang mereka lihat? Apa mereka tidak ketakutan dengan bagaimana bentuk mereka saat mendarat di bawah. Mereka akan hancur berkececeran seperti pai yang diinjak. Aku ngeri membayangkannya dan memandang ke objek lain, yang lebih menyenangkan.

Sebentar lagi matahari terbenam. Langit sudah berubah warna menjadi keemasan. Biasanya di sore seperti ini aku sudah berada di rumah, memeriksa menu makan malam kemudian malas-malasan di atas sofa. Aku  bisa melakukan hal itu di sini, tapi yang kuinginkan bukan itu. Aku ingin mendengar kebisingan rumah yang biasanya aku benci. Aneh juga merindukan hal yang dibenci, tapi itulah yang terjadi sekarang. Aku ingin beberapa hal menyebalkan di rumah juga ada di sini termasuk Finn, karena dia salah satu yang paling menyebalkan. Mungkin Finn tidak akan semenyebalkan yang dulu, payah! Sebentar lagi dia akan menjadi ayah. Sulit dipercaya bukan? Orang yang dulu sering mencuri permen coklatmu, melemparkan bantal ke wajahmu, mencubiti lenganmu hingga balu, mencoreti wajahmu dengan spidol saat kamu tidur (dan sulit sekali menghilangkannya!),orang yang paling ingin kamu gigitin (mungkin ini berlebihan), orang yang tingkahnya sama seperti anak kecil berusia tujuh tahun yang berkumis, sebentar lagi akan menjadi ayah?! Aku akan menertawainya saat ia berkata “Oh, ternyata kau ngompol, nak!” dengan seruan lembut khas seorang ayah. Aku khawatir jika dia masih Finn yang sama dan berkata “Oh Man! Kau ngompol! Pantas baumu aneh!” sambil berwajah jijik. Tidak, aku yakin dia akan berubah dan aku harus senang dengan itu. Lindsay sedang mengandung, calon Finn junior (kalau dia laki-laki) itu sudah berumur tiga bulan di dalam perut ibunya.

Huft.. sepi sekali di sini. Seandainya angin yang menerpaku bisa menerbangkanku ke rumah. Ah tapi tidak, terimakasih. Ini terlalu tinggi untuk terbang, aku bukan Superman. Seandainya aku memiliki teman untuk di ajak bicara saat ini, di antara semua tetanggaku yang tidak kukenal.  Ah, aku ingin ke lantai dua puluh delapan, aku ingin melihat keadaan di sana, atau kemungkinan yang lebih menguntungkan, aku bertemu Mr.Greene dan bisa ngobrol sebentar dengannya. Sepertinya dia orang yang ramah. Setidaknya aku memiliki suatu pekerjaan untuk dilakukan sekalipun itu tidak penting. Yang terpenting aku memiliki sesuatu untuk dilakukan. Kenapa aku tidak membersihkan kamarku? Tidak, aku lebih tertarik untuk melihat apartemen Mr.Greene.

*

Ingat, aku hanya ingin melihat keadaan di lantai dua puluh delapan, jadi aku urungkan niatku untuk memencet bel apartemen nomor 188A, milik Mr.Greene. Seperti yang aku lihat di lantai manapun di gedung ini, semuanya terlihat sama. Termasuk susunan tempat sampah di depannya.  Dengan papan nomor di depan pintunya yang bercorak not balok, aku putuskan bahwa Mr.Greene memang benar-benar seorang penggila music. Aku berbalik dan melihat tempat sampah di depanku, yang memang seharusnya berada di situ.

Mataku tertuju pada amplop putih yang tergeletak di samping tempat sampah. Dari tempat ia tergeletak, sepertinya dia memang salah satu penghuni tempat sampah yang gagal di masukkan ke dalam. Amplop putih itu sedikit terbuka hingga aku bisa melihat corak berwarna biru di dalamnya. Sepertinya bukan surat yang ditulis dengan tangan, karena aku mlihat beberapa huruf yang tercetak besar. Aku mengambil surat itu, hanya untuk menghambat waktuku kembali ke apartemenku sendiri. Aku akan melakukan apa saja asal tidak segera kembali ke apartemen sunyi tanpa bunyi itu.

Aku membuka amplop putih itu dan mengeluarkan isinya. Kertas di dalamnya cukup tebal dengan ukiran-ukiran berwarna biru muda dan tua di pinggirnya. Aku membaca bagian depannya dan menyimpulkan bahwa itu adalah undangan pernikahan. Entah antara siapa dan siapa, lalu aku membalik ke halaman selanjutnya. Tertulis nama calon pengantin di sana: Harpen Montes dan Valery Hans. Di samping halaman itu, aku bisa melihat wajah kedua calon pengantin itu, saling merangkul satu sama lain. Aku tidak mengenal mereka tetapi aku seperti pernah melihat wajah calon pengantin wanitanya. Aku mencoba mengingat-ngingat untuk mengulur waktuku sebelum pulang. Semakin lama aku semakin yakin aku pernah melihat orang ini, tapi entah di mana. Ah ya! Wanita ini mirip seperti wanita yang ada di dalam foto! Dia mirip sekali dengan istri Mr.Greene. Dia seperti versi Mrs.Greene beberapa tahun lebih tua. Bagaimana bisa di dunia ini ada orang-orang berwajah sama? Kembar? Entahlah.

“Praang!!” Aku mendengar kegaduhan di balikku, aku yakin itu berasal dari dalam apartemen di belakangku.

“Praaang!!” Sepertinya sesuatu susuatu menghantam pintu apartemen ini. Aku mendekati pintu itu dan mendengar bantingan-bantingan keras dari dalam. Aku mengetuk-ngetuk pintu itu dengan panic, entah apa yang terjadi di dalam. Kemudian aku memanggil-manggil Mr.Greene dan tidak ada jawaban selain bunyi benda jatuh yang tak henti-henti.

“Mr.Greene!” Panggilku lebih keras. Masih sama, tidak ada jawaban dan kegaduhan it uterus berlanjut. Aku memutar kenop pintu itu dengan harapan pintu itu akan terbuka dan terpujilah Tuhan! Karena ternyata pintu itu tidak dikunci!

“Mr.Greene!” Seruku sambil membuka pintu itu dengan panic. Aku menjadi lebih panic saat sebuah vas bunga melayang ke arahku. Itu tepat terjadi saat aku mendongak setelah membuat celah di pintu itu. Jarak vas itu hanya beberapa meter dariku sebelum benar-benar mengenaiku. Aku segera berbalik dan menutup pintu itu.

“Praaang!” sepertinya vas itu mengantuk pintu dan bukan kepalaku. Aku menarik nafas lega. Ini aneh sakali! Apa yang sedang terjadi. Aku tidak memikirkan aka nada vas terbang lagi ke arahku, yang kupikirkan hanya aku harus masuk ke dalam dan mengetahui apa yang sedang terjadi. Aku tidak mendengar kegaduhan lagi. Aku segera memutar knop pintu itu lagi, dan memaukkan kepalaku ke dalam apartemen itu.

Aku bisa melihat Mr.Greene duduk dengan lemah di atas karpet di depan pintu. Matanya merah dan dia kelihatan tidak berdaya sebelum akhirnya ia terbaring tak sadarkan diri. Aku menahan nafas saat melihatnya.  Aku segera berlari menghampirinya, memperhatikan keadaannya kemudian menggoncang-goncang tubuhnya. Ia tidak bergerak. Kemudian aku menepuk-nepuk wajahnya dan dia sama sekali tak bergeming. Aku mencium bau alcohol yang kuat, sepertinya berasal dari Mr.Greene. kemudian aku sadari bahwa rumah ini berbau alcohol. Aku memperhatikah keadaan sekitar yang sangat berantakan. Entah benda apa saja yang pecah, hancur dan tidak berbentuk yang berceceran di atas karpet dan lantai. Dengan ini aku putuskan bahwa Mr.Greene mabuk dan melakukan semua kekacauan ini.

*

Aku menemukan beberapa botol whiskey kosong, tumpah dan pecah di dapur. Sepertinya itulah yang diminum Mr.Greene. Aku membereskan mereka sambil menunggu Mr.Greene sadar. Karena dia sadar lama sekali, akhirnya aku sudah benar-benar membersihkan seluruh rumahnya. Aku menemukan foto yang tadi sore kulihat, foto Mr.Greene dan istrinya, tergeletak di samping meja makan. Aku duduk di atas sofa, kelelahan setelah membersihakan rumah ini. Sambil mengamatifoto itu dan Mr.Greene yang tidur di atas sofa di depanku. Beruntng dia cukup kurus, sehingga aku mampu menyeretnya ke atas sofa. Aku tidak yakin bisa menyeretnya hingga ke amar tidur. Aku tidak memanggil dokter. Sepertinya itu tidak perlu karena dia hanya mabuk dan sebentar lagi akan sadar dengan kepala seperti habis di tending. Aku juga tidak meminta pertolongan orang lain. Aku menghargai privasi Mr.Greene, dan tidak ingin membuat orang lain berfikiran negative saat melihatnya. Aku yakin dia pria yang baik, hanya saja dia sedang melakukan sesuatu yang salah. Aku selalu mengira dia pria yang baik sejak pertama kali aku berbicara dengannya.

“Angh..” Erang pria di depanku itu. Aku mengalihkan pandanganku dari foto kepadanya. Dia mengerang lagi, sepertinya dia akan sadar.

“Ja..ngan..la..ku..kan..itu..” Itu hanya sebuah rintihan tersendat-sendat tapi aku bisa mendengar dan mengingatnya dengan baik. Aku semakin yakin ada yang tidak beres dengan pria ini. Aku berharap dia akan segera bangun dan mau menceritakan apa yang terjadi. Setetes air mata jatuh dari matanya yang tertutup. Ia tidak mengerang lagi. Dan sepertinya ia akan tertidur untuk waktu yang lama. Aku terjebak di sini, dengan orang mabuk yang penuh tanda tanya. Setidaknya aku memiliki sesuatu untuk difikirkan, apa yang terjadi dengan Mr.Greene. aku hanya memiliki petunjuk ‘Jangan lakukan itu.’ Entah apa maksud kalimat itu. Aku kembali memandangi foto yang kupegang, dan otakku masih memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

*

Entah sudah berapa kali aku menguap. Pria itu tidak kunjung bangun dan aku sudah sangat bosan menunggu dan memikikan apa yang sedang terjadi. Aku mengubah posisi dudukku lagi. Apa dia akan bangun besok pagi? Apa aku harus di sini sampai pagi? Ayolah, aku juga punya kehidupan sendiri. Sekarang aku terdengar seperti squidward.

Entah sudah berapa kali pria ini mengerang dalam tidurnya, atau mungkin pingsannya. Beberapa kalimat tersebut dari dalam mulutnya, dan aku mengingat semuanya. ‘Maafkan aku’ entah apa yang perlu dimaafkan. ‘Jangan nikahi dia.’ Setelah mendengar kalimat itu, aku semakin memeras otakku memikirkan kemungkinan yang terjadi.  Kemudian aku sadar. Bodoh juga aku baru sadar sekarang. Mr.Greene sendirian di sini. Tanpa istri atau mungkin anaknya jika ia punya. Barang-barang di sini, terlalu sedikit jika istrinya memang benar-benar tinggal di sini. Aku tidak memeriksa lemari pakaiannya, masuk ke kamarnyapun tidak! Maksudku, wanita biasanya memiliki barang-barang untuk di letakkan di seluruh belokan rumah, dan aku tidak menemukan barang-barang khas wanita di sekitar sini. Mungkin istrinya memang tidak tinggal di sini. Jadi, istrinya mungkin tidak sedang pergi ke luar.

Apa pria ini sedang bermimpi? Apakah igauan dari mimpinya itu memang benar-benar sedang terjadi padanya? Aku akan sangat kecewa jika ternyata igauannya itu hanya beberapa mimpi aneh yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang terjadi. Mungkin sebaiknya aku menorah dan membiarkan ia menyelesaikan masalahnya sendiri. Lagipula aku hanya orang luar yang baru-baru ini erkenalan dengannya.

“Va..le..ry..” Aku terhenyak mendengar nama itu. Aku tidak mendengar suara lain selain suara itu yang mengalun berulang-ulang di kepalaku. ‘Valery’ tentu aku ingat di mana aku pernah melihat nama itu. Aku tidak mungkin salah dengar, atau lebih tepatnya aku tidak ingin menganggap diriku salah dengar. Aku segera mengingat-ngingat di mana aku letakkan kertas yang tadi kupegang. Terakhir aku memegangga sebelum aku menyeret Mr.Greene ke atas sofa. Aku segera berlari ke meja kecil di pojok ruangan dan menemkan kertas, atau yang lebih tepatnya undangan pernihakan itu di sana.

Aku membaca kembali kertas itu dan kemudian mematung dalam diam. Benar. Wanita di dalam undangan ini, memang bernama Valery, dan dia sangat mirip dengan Mrs.Greene yang hanya aku lihat melalui foto. Tapi aku sudah sangat mengenal wajahnya setelah berjam-jam mengamati foto itu.  Aku teringat dengan kata-kata Mr.Greene tadi sore ‘Aku memang sudah pernah menikah.’ Dia memakai kata ‘pernah’ di sana.  Bukankah pernikahan itu berlangsung selamanya? Jadi seharusnya dia tidak menggunakan kata ‘pernah’.

Aku mulai menyimpulkan. Entah itu kesimpulan yang benar atau salah. Perempuan di dalam foto dan perempuan di dalam kertas lusuh ini adalah wanita yang sama. Jadi, wanita ini akan menikahi pria bernama Harpen pada tanggal… aku membalik kertas itu, mencari tanggal pernikahannya. Tanggal 17 Juli, yang artinya hanya beberapa hari lagi.

Tapi, bagaimana bisa?! Itu memang hanya kemungkinan, tapi aku menganggap kemungkinan itu adalah apa yang benar-benar terjadi. Aku memang tidak mengetahui apa-apa tentang Mrs.Greene, bahkan aku hanya mengetahui sedikit tentang Mr.Greene. Tapi itu tidak membuatku berfikir bahwa dugaanku itu salah.

Aku memandangi Mr.Greene yang terbaring lemah. Pada saat ini aku seperti merasakan apa yang mungkin Mr.Greene rasakan. Apa yang kamu rasakan saat melihat orang yang kamu cintai akan menikah dengan orang lain. Aku mungkin akan melakukan hal yang sama: menegak Whiskey sampai aku tidak bisa merasakan apa-apa, melampiaskan kemarahan, kekecewaan, dan kesedihan dengan menghancurkan apapun yang bisa aku hancurkan. Dadaku sesak membayangkannya bahkan nyaris aku menangis membayangkannya.

Oh Ally!! Film apa yang kamu tonton hingga bisa membuat kesimpulan begitu? Itu hanya kemungkinan anehmu. Pikirkan, mungkin yang terjadi tidak seburuk itu. Tapi, aku ketakutan jika yang sebenarnya terjadi lebih buruk dari itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar