Senin, 21 Oktober 2019

Under The Smile


Bagaimana bisa pria di sampingku tidur dengan begitu damainya? Tidakkah dia harusnya merasa bimbang sama sepertiku? Kubelai rambutnya selembut mungkin, takut jika pria ini terbangun. Aku bisa saja membenci pria ini, tetapi sedikitpun aku tak ingin menyakitinya.  
Jemariku mulai beranjak dari rambut menuju hidung mancungnya, kemudian turun dan hinggap di bibirnya yang mungil. Tuluskah setiap kata cinta yang terucap dari bibirnya? Apakah saat ia menciumku kami memiliki perasaan yang sama?
Jeon Jungkook bergeming kemudian membuka matanya dengan susah payah
“kau belum tidur?” pria itu langsung mengangkat tangan kirinya. Mengajakku masuk ke dalam pelukannya.
Aku hanya menggeleng sambil menatap lembut wajahnya. Dalam keadaan seperti ini pun aku masih dibuat terpesona olehnya. Aku menuruti perintahnya, membenamkan tubuhku dalam pelukannya yang besar.
Hatiku nyeri. Aku tak tau pasti sejak kapan pelukan ini terasa hampa. Hangat, tetapi tidak menghangatkan hatiku. Kokoh, tetapi membimbangkan hatiku.
Aku membenamkan wajahku ke dadanya yang bidang. Mencoba mencari tau apakah jika aku mencoba lebih erat memeluknya, aku akan menekukan rasa hangat yang dulu? Jungkook yang belum sepenuhnya terlelap membalas pelukan eratku.
Hatiku semakin sakit karena tidak menemukan kehangatan yang dulu kurasakan. Tidak ada yang berbeda. Hanya ada kehampaan dan kebimbangan yang terasa di dalam pelukannya. Aku mengendorkan pelukanku dan menatap wajahnya. Aku belum menyerah. Aku mencoba mencium bibirnya yang sedikit terbuka. Tetapi hasilnya tetap sama.
“Ada apa?” tanya pemilik bibir itu lembut, tetapi terasa ada kebingungan di dalamnya.
Aku hanya tersenyum, kemudian menggeleng. Aku kembali menenggelamkan diri dalam pelukannya. Ia kembali memelukku erat. Rasanya aku tidak ingin menyerah. Tetapi bukankah aku terlalu egois jika terus bertingkah kekanakan seperti ini?
Wajahku memanas dan dadaku terasa sesak. Tidak, aku tidak boleh menangis. Jungkook tidak boleh melihatku menangis. Mungkin sebentar lagi. Biarkan aku menunggu sebentar lagi. Mungkin kehangatan yang menangkan itu akan datang kembali, nanti.
*
Aku tidak tau sudah berapa lama aku terjaga. Pria yang tadi memelukku sudah membelakangiku dan sudah tertidur lelap. Rasa yang kutunggu tak kunjung muncul. Apa ini sudah menjadi akhir dari kita? Jadi kita berakhir seperti ini? Aku tidak siap, aku bahkan tidak pernah membayangkan memiliki akhir jika bersamamu.
Aku ingin terus berusaha untuk tetap bersamamu, Jungkook.
Aku bangkit dari tidurku dan duduk di pinggiran kasur. Rasanya berat untuk beranjak dari ranjang ini. Pria yang paling aku cintai terbaring di sana, dia bisa saja memelukku malam ini dan malam-malam selanjutnya. Aku bisa saja terus menerus menjadi orang bodoh yang menyedihkan agar bisa bersamamu. Tetapi bukankah kaupun juga harus bahagia?
Dengan berat aku beranjak dan berjalan ke arah meja kerjanya.  Kutatap kursi di belakang meja itu.  Dulu ia sering memangkuku di dana. Dia tidak pernah marah saat aku mengganggunya bekerja. Kami bahkan tertawa lepas. Aku bebas mencuri ciumannya saat ia tertawa dan sebaliknya. Bukankah saat itu kita sangat bahagia? Apa tidak bisa kita terus menerus seperti itu? Apa tidak bisa jika aku saja yang membuatmu bahagia?
Aku mengambil pena kemudian menduduki kursi di belakang meja. Kubuka laci di bawah meja itu dan mengambil selembar kertas. Kertas itu sudah ada di atas meja sekarang dan aku mulai berfikir, apa yang pertama-tama harus aku tuliskan. Aku kembali menatap pria yang tertidur lelap itu. Setelah ini aku pasti akan merindukannya setengah mati.
Aku menarik nafas panjang hingga dadaku terasa sesak, kemudian menghempaskannya.

“Kau tidur begitu damai, aku tidak tega membangunkanmu.
Maafkan aku karena pergi dengan cara seperti ini. Aku percaya jika dulu kau benar-benar mencintaiku. Aku juga mencintaimu. Sangat mencintaimu. Hanya saja, aku tidak bisa terus berpura-pura bahwa kau mencintaiku hingga saat ini. Aku bisa saja terus menerus menjadi si bodoh yang menyedihkan agar terus bersamamu. Tetapi bukankah kita berdua pantas untuk menjadi lebih bahagia? Meskipun aku tidak tau apa lagi yang membuatku bahagia selain dirimu.
Kerjarlah Kim Sohe, aku tau kau mencintainya. Hiduplah dengan bahagia bersamanya. Jangan pernah mencariku lagi karena itu hanya akan membuatku semakin terlihat menyedihkan. Kau harus hidup bahagia, dengan atau tanpa diriku.
Aku memang kecewa dan marah. Aku benci karena pada akhirnya bukan aku yang membahagiakanmu. Aku benci karena pada akhirnya kita harus berakhir.
Jangan merasa bersalah, kumohon. Jaga kesehatanmu. Kau harus hidup dengan baik dan bahagia.
Selamat tinggal.

Aku ingin mengungkapkan betapa aku mencintaimu. Seandainya jika itu dapat membuat hatimu kembali kepadaku. Tetapi sekarang apa gunanya? Itu hanya akan membuatmu semakin merasa bersalah.
Air mataku jatuh tak tertahan. Hatiku terasa sesak, tetapi ada sedikit perasaan lega. Lega karena telah melepaskanmu. Lega kerena mampu melakukan sesuatu untuk kebahagiaanmu.  Aku berjalan perlahan ke arah Jungkook. Kutatapi wajahnya sekali lagi. Tanpa sadar tanganku meraih dan mengelus pipinya.
‘Aku mencintaimu’ bisikku dalam hati.
*
Belakangan Busan terasa lebih dingin dari hari-hari sebelumnya. Musim gugur akan segera tiba. Aku melirik jam tanganku. Aku harus segera menuju stasiun jika tidak ingin ketinggalan kereta selanjutnya.
Di sepanjang jalan daun-daun mulai berguguran. Mereka jatuh dengan indah hingga orang-orang lupa bagaimana setiap yang jatuh itu sakit. Walau itu jatuh cinta sekalipun. Aku merapatkan jaketku kemudian memasukkan kedua tanganku ke saku.
Aku berhenti melangkah. Tatapanku tertuju pada seseorang di seberang jalan. Senyuman itu, sudah pasti itu dia. Bahkan setelah sekian lama, aku masih terpesona dengan senyumnya. Hatiku terasa hangat setiap kali melihatnya. Senyumnya kontras sekali dengan suasana Busan hari ini. Aku ikut tersenyum, meskipun senyum itu ditujukan untuk wanita mungil yang berdiri di sebelahnya.
Pria itu meraih tangan wanita di sampingnya dan menggenggamnya erat. Wanita itu tersenyum. Mereka terlihat bahagia.
Sadar dengan keberadaanku, Jungkook menatapku kaget. Tetapi kemudian ia tersenyum. Senyum itu begitu cerah. Lewat senyum itu aku tau bahwa ia telah hidup dengan bahagia. Dia sudah melakukannya dengan benar. Aku menghembuskan nafas lega kemudian tersenyum kepadanya.
Aku kembali melangkahkan kakiku, melanjutkan perjalananku yang sempat terhenti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar