By: Rahajeng Violita
Mark menelan ludah, tempat ini jauh lebih menyeramkan ketimbang hutan Dangerzard, terlebih lagi seseorang yang mengalihkan dunianya berada di sana.
Melihat kaki mark yang gemetar hebat, Kian meletakkan tanggannya di bahunya, “Jangan takut Mark, ada penjelajah waktu disini, kalau ada monster datang menyerangmu Vivi akan membawa kita ke tempat aman.”
“Kian, mungkin Mark bukan mempermasalahkan monster, err, kau harus melihat ini.”, kali ini Nicky juga gemetar, jari telunjuknya mengarah pada tumpukan tengkorak yang berdebu, terkadang kelabang besar berwarna merah keluar dari rongga rongga mata tumpukan tengkorak tersebut.
Glekk , Kian juga ikutan gemetar, tumpukan tengkorak itu sangat banyak jumlahnya, warnanya putih mengkilap karna terkena cahaya matahari yang malu malu masuk di antara dedaunan.
“Mungkin kita harus lebih berhati hati, mereka pasti orang yang tersesat, semoga arwahnya tenang disini.”, sembur Frey dengan nada datar, matanya digoyangkan kesana kemari, melihat sekitar untuk mengecek apakah ada ‘sesuatu’ di dalam sana.
“Ada yang memperhatikan kita … “, lanjut Frey.
Semua orang mulai gemetar, dan pastinya Mark sudah setengah sadar kali ini, tanggannya menggenggam kuat tangan Kian, yang juga gemetar.
“Itukah arwah mereka?”, Mark sekarang sudah lemas, bahkan keringatnya sudah bisa dibuat minuman.
“dari arah situ.”, Brian menunnjuk ke arah semak semak yang bergoyang goyang, suara langkah kakipun juga terdengar dari arah sana.
Semua orang menahan nafas, seolah olah membeku, mereka juga diam tak bergerak, semua mata melotot kea rah semak semak tadi. Mark menutup mata, tidak berani melihat apa yang akan dilihatnya nanti. Dengan tidak sabaran Nicky berteriak, “Siapa itu?!”
Semak itu berhenti bergoyang, sekarang mereka sedikit bisa menghela nafas, sampai seseorang lompat dari balik semak.
Tidak bisa menahan rasa kagetnya Vivi dan Mark menjerit bersama, ternyata itu adalah seorang pemuda, tingginya tanggung, bajunya kumal, rambutnya panjang tak beraturan, debu debu menempel di sekujur tubuhnya. Tapi ia sangat tampan, matanya menghipnotis semua orang yang melihatnya, tulang pipinya tampak menonjol di bawah matanya, mungkin jika kumis dan jenggotnya dicukur, ia bisa menjadi sangat tampan.
“Ya Tuhan, syukurlah ada manusia disini, kumohon aku sudah tak kuat lagi, keluarkan aku dari hutan ini!”, jerit orang kumal tadi.
Setelah tenang dari rasa kaget tadi Mark dengan berani maju ke depan, “memang kamu siapa?”
“Aku seorang pangeran, aku tinggal di kastil Sun Palace, entahlah apa yang membuatku berada disini, kumohon antar aku pulang.”, pinta orang itu dengan wajah melas.
“Tunggu, seorang pangeran, tinggal di Sun Palace, kau kau, Shane?”, nafas Kian mendadak tak beraturan. Bukannya Shane sedang ada di penjara bawah tanah?
“Kau tau namaku?”, sekarang giliran pemuda yang mengaku Shane itu yang kebingungan, tanggannya yang menggenggam tombak sederhana menunjukkan sebuah tanda berwarna hijau, itu tampak seperti rumput Shamrock.
“Aku sepertinya kurang tidur, aku sedang berimajinasi kan? Vivi kau yakin tidak bersin tadi?”
“Tidak Mark, aku tidak mengulangi kesalahan kemarin, aku yakin sekali kita sudah berada di tempat yang benar.”
“Kau bukannya sedang berada di penjara bawah tanah, kau berada disana. Iya, aku yakin. Kau yakin kau benar benar Shane? Lalu, lalu bagaimana kau bisa menghilangkan rambut hijaumu?”, jelas nampak rasa keingintahuan Nicky, serangan pertanyaan bertubi tubi mengenai pikiran Shane yang saat itu juga sedang kebingungan.
“Wooo, wowo, tenang dulu kawan. Aku bahkan tak tau kenapa aku ada di sini, aku ada disini sudah hampir duapuluh tahun!! Bayangkan itu! Aku sudah tidak sanggup lagi, ini mengerikan.”, Shane sekarang mondar mandir mengelilingi mereka berenam, kemudian duduk sambil memegang kepalanya.
“Ya ampun, apakah separah ini akibat yang ditimbulkan bersin-ku?”, kata Vivi sedih.
“Bukan maksudku tidak peduli pada hal ini, tapi kita harus segera menemukan telaga Patrounusimour, mungkin kita harus mengajak mu.”, kata Kian pada Shane yang sedang melamun menatap dahan pohon yang berkerut.
“Kau bilang apa? Patrounusimour? Aku tau dimana telaga itu, aku beri tau padamu.”, kini Shane dengan semangatnya bangkit, segera beranjak dari tempatnya dan mulai berjalan.
Mereka semua segera mengikuti langkah Shane, sesekali tengkorak manusia terpampang jelas di antara pohon pohon yang tumbuh disana.
“Pastikan kita selalu gaduh.”, sembur Shane kemudian, lalu mulai memukul mukul tombakknya ke dahan dahan pohon. Duk duk duk.
Kian segera mengikuti saran pemuda tampan tersebut, ia mulai bersiul dengan nada yang tak pasti, dan segera saja semua orang ikut meramaikan suasana.
“Em, Shane, kau punya alasan kenapa kita harus gaduh?”, kata Vivi deibelakang Shane yang masih asik berjalan sambil memukul mukul tombak kayunya.
“Kau tau… aku ketakutan bila tak ada suara, kau tau kan maksudku, hantu.”
“Ahh…”, Vivi berhenti sebentar, mendongak keatas, kemudian melihat sekitar, kanan dan kekiri. “Kau pernah melihat hantu?”, tanya vivi setengah berlari karna mengejar Shane.
“Percayalah aku pernah melihat yang lebih buruk, dan mereka selalu datang kalau sedang sepi, apalagi hari mulai malam, mereka suka makan usus.”, kata shane menakut nakuti.
“Aku benci cerita hantu.”, kali ini Mark gemetar.
“Siapapun yang bertemu dengan hantu itu, pastilah akan mati.”, kata Shane melanjutkan ceritanya.
“Oh, tidak ada yang selamat ya?”, kata Kian datar, “Lalu darimana cerita ini ada?”
“Tidak semua orang mati, ada satu orang yang pernah melihatnya, dan berhasil melawannya.”, Shane mencoba menyangkal Kian.
“La la la la, aku tidak mendengarnya.”, sembur Kian akhirnya
“Dia hanya ketakutan, kan?”, kata Shane terhadap Vivi. Ia hanya mengangkat bahunya.
Mereka melanjutkan perjalanan mereka, kali ini Mark menepuk tanggannya keras keras, dan tentu saja Vivi juga menghentak hentakkan kakinya, Nicky menarik pedangnya dan kemudian dipukulkannya ke belati milik Kian. Brian dan Frey hanya mengetuk ngetukkan tulang dengan tulang lainnya. Sedangkan Kian diam saja, tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Akhirnya sampailah mereka, disebuah telaga yang tenang, tampak berkilau diterpa sinar matahari, warnyanya biru muda, seperti warna langit saat ini.
“Inikah Patrounusimour? Tak ada bedanya dengan telaga biasanya.”, Kian menyerngit, mencoba memandang sekeliling. Memang benar telaga itu juga sama dengan telaga biasa.
“Entahlah, terakhir aku kesini, telaganya tidak seperti ini.”
“Apa maksudmu? Seseorang mengubahnya?”
“Sepertinya begitu.”, Shane mencoba mendekati mulut telaga tersebut, “seharusnya ada kurakura disini”
Brian mengikuti Shane maju, “kura kura?”
“Mereka yang menjaga telaga ini.”, jawab Vivi sebelum Shane menjawab.
Tiba tiba seseorang muncul dibalik mereka, “tidak lagi, ada mahkluk lain yang menjaga telaga ini, mahkluk besar yang hidup di dasar telaga, … gurita.”
Semua sontak kaget, semua mata memandang pria yang memakai topi jerami dan sebuah pancing.
“Kami hanya mau air telaga ini, untuk menyembuhkan kutukan teman kami.”, jelas Nicky.
“Kalau kau mau mengambilnya, sebaiknya mintalah pada gurita itu, dia benar benar membuat ku depresi, sampai jumpa kawan kawan, aku ingin memancing dulu.”
“Tunggu! Dimana gurita itu?”, jerit Kian saat pria itu sudah melesat pergi. Tak ada jawaban. Ini artinya mereka harus mencari gurita tersebut.
“Kenapa kita harus meminta ijin? Telaga ini untuk umum kan?”, Shane mulai kesal, diambilnya sebuah ember kecil di dekat telaga dan segera diambilnya air telaga itu. “Tuh kan, ngga ada apa apa.”
Tiba tiba tanah bergetar, air telaga mulai berombak, sontak Kian, Nicky, Brian, dan Mark terjatuh, sedangkan Vivid an Frey berpegangan kuat pada Shane yang juga mempertahankan keseimbangan tubuhnya.
“Apa itu??!!”, jerit Vivi dengan mata terbelalak.
TBC..
Mark menelan ludah, tempat ini jauh lebih menyeramkan ketimbang hutan Dangerzard, terlebih lagi seseorang yang mengalihkan dunianya berada di sana.
Melihat kaki mark yang gemetar hebat, Kian meletakkan tanggannya di bahunya, “Jangan takut Mark, ada penjelajah waktu disini, kalau ada monster datang menyerangmu Vivi akan membawa kita ke tempat aman.”
“Kian, mungkin Mark bukan mempermasalahkan monster, err, kau harus melihat ini.”, kali ini Nicky juga gemetar, jari telunjuknya mengarah pada tumpukan tengkorak yang berdebu, terkadang kelabang besar berwarna merah keluar dari rongga rongga mata tumpukan tengkorak tersebut.
Glekk , Kian juga ikutan gemetar, tumpukan tengkorak itu sangat banyak jumlahnya, warnanya putih mengkilap karna terkena cahaya matahari yang malu malu masuk di antara dedaunan.
“Mungkin kita harus lebih berhati hati, mereka pasti orang yang tersesat, semoga arwahnya tenang disini.”, sembur Frey dengan nada datar, matanya digoyangkan kesana kemari, melihat sekitar untuk mengecek apakah ada ‘sesuatu’ di dalam sana.
“Ada yang memperhatikan kita … “, lanjut Frey.
Semua orang mulai gemetar, dan pastinya Mark sudah setengah sadar kali ini, tanggannya menggenggam kuat tangan Kian, yang juga gemetar.
“Itukah arwah mereka?”, Mark sekarang sudah lemas, bahkan keringatnya sudah bisa dibuat minuman.
“dari arah situ.”, Brian menunnjuk ke arah semak semak yang bergoyang goyang, suara langkah kakipun juga terdengar dari arah sana.
Semua orang menahan nafas, seolah olah membeku, mereka juga diam tak bergerak, semua mata melotot kea rah semak semak tadi. Mark menutup mata, tidak berani melihat apa yang akan dilihatnya nanti. Dengan tidak sabaran Nicky berteriak, “Siapa itu?!”
Semak itu berhenti bergoyang, sekarang mereka sedikit bisa menghela nafas, sampai seseorang lompat dari balik semak.
Tidak bisa menahan rasa kagetnya Vivi dan Mark menjerit bersama, ternyata itu adalah seorang pemuda, tingginya tanggung, bajunya kumal, rambutnya panjang tak beraturan, debu debu menempel di sekujur tubuhnya. Tapi ia sangat tampan, matanya menghipnotis semua orang yang melihatnya, tulang pipinya tampak menonjol di bawah matanya, mungkin jika kumis dan jenggotnya dicukur, ia bisa menjadi sangat tampan.
“Ya Tuhan, syukurlah ada manusia disini, kumohon aku sudah tak kuat lagi, keluarkan aku dari hutan ini!”, jerit orang kumal tadi.
Setelah tenang dari rasa kaget tadi Mark dengan berani maju ke depan, “memang kamu siapa?”
“Aku seorang pangeran, aku tinggal di kastil Sun Palace, entahlah apa yang membuatku berada disini, kumohon antar aku pulang.”, pinta orang itu dengan wajah melas.
“Tunggu, seorang pangeran, tinggal di Sun Palace, kau kau, Shane?”, nafas Kian mendadak tak beraturan. Bukannya Shane sedang ada di penjara bawah tanah?
“Kau tau namaku?”, sekarang giliran pemuda yang mengaku Shane itu yang kebingungan, tanggannya yang menggenggam tombak sederhana menunjukkan sebuah tanda berwarna hijau, itu tampak seperti rumput Shamrock.
“Aku sepertinya kurang tidur, aku sedang berimajinasi kan? Vivi kau yakin tidak bersin tadi?”
“Tidak Mark, aku tidak mengulangi kesalahan kemarin, aku yakin sekali kita sudah berada di tempat yang benar.”
“Kau bukannya sedang berada di penjara bawah tanah, kau berada disana. Iya, aku yakin. Kau yakin kau benar benar Shane? Lalu, lalu bagaimana kau bisa menghilangkan rambut hijaumu?”, jelas nampak rasa keingintahuan Nicky, serangan pertanyaan bertubi tubi mengenai pikiran Shane yang saat itu juga sedang kebingungan.
“Wooo, wowo, tenang dulu kawan. Aku bahkan tak tau kenapa aku ada di sini, aku ada disini sudah hampir duapuluh tahun!! Bayangkan itu! Aku sudah tidak sanggup lagi, ini mengerikan.”, Shane sekarang mondar mandir mengelilingi mereka berenam, kemudian duduk sambil memegang kepalanya.
“Ya ampun, apakah separah ini akibat yang ditimbulkan bersin-ku?”, kata Vivi sedih.
“Bukan maksudku tidak peduli pada hal ini, tapi kita harus segera menemukan telaga Patrounusimour, mungkin kita harus mengajak mu.”, kata Kian pada Shane yang sedang melamun menatap dahan pohon yang berkerut.
“Kau bilang apa? Patrounusimour? Aku tau dimana telaga itu, aku beri tau padamu.”, kini Shane dengan semangatnya bangkit, segera beranjak dari tempatnya dan mulai berjalan.
Mereka semua segera mengikuti langkah Shane, sesekali tengkorak manusia terpampang jelas di antara pohon pohon yang tumbuh disana.
“Pastikan kita selalu gaduh.”, sembur Shane kemudian, lalu mulai memukul mukul tombakknya ke dahan dahan pohon. Duk duk duk.
Kian segera mengikuti saran pemuda tampan tersebut, ia mulai bersiul dengan nada yang tak pasti, dan segera saja semua orang ikut meramaikan suasana.
“Em, Shane, kau punya alasan kenapa kita harus gaduh?”, kata Vivi deibelakang Shane yang masih asik berjalan sambil memukul mukul tombak kayunya.
“Kau tau… aku ketakutan bila tak ada suara, kau tau kan maksudku, hantu.”
“Ahh…”, Vivi berhenti sebentar, mendongak keatas, kemudian melihat sekitar, kanan dan kekiri. “Kau pernah melihat hantu?”, tanya vivi setengah berlari karna mengejar Shane.
“Percayalah aku pernah melihat yang lebih buruk, dan mereka selalu datang kalau sedang sepi, apalagi hari mulai malam, mereka suka makan usus.”, kata shane menakut nakuti.
“Aku benci cerita hantu.”, kali ini Mark gemetar.
“Siapapun yang bertemu dengan hantu itu, pastilah akan mati.”, kata Shane melanjutkan ceritanya.
“Oh, tidak ada yang selamat ya?”, kata Kian datar, “Lalu darimana cerita ini ada?”
“Tidak semua orang mati, ada satu orang yang pernah melihatnya, dan berhasil melawannya.”, Shane mencoba menyangkal Kian.
“La la la la, aku tidak mendengarnya.”, sembur Kian akhirnya
“Dia hanya ketakutan, kan?”, kata Shane terhadap Vivi. Ia hanya mengangkat bahunya.
Mereka melanjutkan perjalanan mereka, kali ini Mark menepuk tanggannya keras keras, dan tentu saja Vivi juga menghentak hentakkan kakinya, Nicky menarik pedangnya dan kemudian dipukulkannya ke belati milik Kian. Brian dan Frey hanya mengetuk ngetukkan tulang dengan tulang lainnya. Sedangkan Kian diam saja, tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Akhirnya sampailah mereka, disebuah telaga yang tenang, tampak berkilau diterpa sinar matahari, warnyanya biru muda, seperti warna langit saat ini.
“Inikah Patrounusimour? Tak ada bedanya dengan telaga biasanya.”, Kian menyerngit, mencoba memandang sekeliling. Memang benar telaga itu juga sama dengan telaga biasa.
“Entahlah, terakhir aku kesini, telaganya tidak seperti ini.”
“Apa maksudmu? Seseorang mengubahnya?”
“Sepertinya begitu.”, Shane mencoba mendekati mulut telaga tersebut, “seharusnya ada kurakura disini”
Brian mengikuti Shane maju, “kura kura?”
“Mereka yang menjaga telaga ini.”, jawab Vivi sebelum Shane menjawab.
Tiba tiba seseorang muncul dibalik mereka, “tidak lagi, ada mahkluk lain yang menjaga telaga ini, mahkluk besar yang hidup di dasar telaga, … gurita.”
Semua sontak kaget, semua mata memandang pria yang memakai topi jerami dan sebuah pancing.
“Kami hanya mau air telaga ini, untuk menyembuhkan kutukan teman kami.”, jelas Nicky.
“Kalau kau mau mengambilnya, sebaiknya mintalah pada gurita itu, dia benar benar membuat ku depresi, sampai jumpa kawan kawan, aku ingin memancing dulu.”
“Tunggu! Dimana gurita itu?”, jerit Kian saat pria itu sudah melesat pergi. Tak ada jawaban. Ini artinya mereka harus mencari gurita tersebut.
“Kenapa kita harus meminta ijin? Telaga ini untuk umum kan?”, Shane mulai kesal, diambilnya sebuah ember kecil di dekat telaga dan segera diambilnya air telaga itu. “Tuh kan, ngga ada apa apa.”
Tiba tiba tanah bergetar, air telaga mulai berombak, sontak Kian, Nicky, Brian, dan Mark terjatuh, sedangkan Vivid an Frey berpegangan kuat pada Shane yang juga mempertahankan keseimbangan tubuhnya.
“Apa itu??!!”, jerit Vivi dengan mata terbelalak.
TBC..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar