By: Malika Tazkia Byrne
Tubuh kecil Shane masih duduk tidak berdaya diatas kuda yang baru saja ditunggangi oleh Gavin. Ia menatap tidak percaya kearah para pahlawannya yang menjelma menjadi sejumlah Fengarimulofia. Lalu ia gerakkan bolamatanya menatap Sungepolia yang kini telah kembali ke wujud aslinya. Kian. Tentu saja matanya tidak salah menangkap sosok pahlawan yang telah berjanji akan menyelamatkannya. Tiba-tiba saja kedua pasang mata mungil itu mengeluarkan cairan hangat yang tidak bisa ditahan lagi.
“Maafkan aku…”
Seekor burung putih berjambul emas menoleh kearah sumber suara yang bergetar itu. Sayapnya mencoba menggapai tubuh mungil itu.
“Maaf untuk apa, Shane?” tanyanya.
“Ini karena aku meminta kalian untuk menolongku. Sekarang Kian…” ucapannya terhenti. Ia berusaha menghapus airmatanya.
Frey dan Viki menatap sosok mungil yang menangis tanpa suara itu. Anak berambut hijau itu adalah Shane. Walaupun rambutnya berwarna hijau tapi mereka ingat betul wajah tampan bak malaikat itu. Beberapa detik kemudian airmata sudah tidak mengalir dari mata mungilnya. Ia menatap wajah cemas pasukan kerajaan Eoghan. Kian sedang terikat tidak berdaya, tapi breinewosha tentu saja tetap membuatnya lupa akan kawan-kawannya.
“Kian!” Gavin bergerak maju, mendekati adiknya.
“Jangan mendekat!!” jerit Cattleya sekencang-kencangnya. “Dia tidak ingat siapa kau! Tidak ada diantara kita yang diingat olehnya!”
“Tapi dia adikku!” ujar Gavin. Tapi garis wajahnya menunjukkan wajah putus asa. Ya, ia tahu betul adiknyapun tidak mengingatnya. Ia hanya terlalu terpukul dengan kejadian ini. ia menunduk, bergerak mundur. “Apa yang harus kita lakukan?”
“Jika kita diam saja…” Brian menatap Nicky dan Mark. “Kian yang sudah tidak ingat apa-apa bisa saja membunuh kita kan?”
“Ya.” Sahut Cattleya menegang. “Dan Fengarimulofia hanya memiliki satu nyawa. Kalian sebaiknya masih ingat kalau kalian sekarang adalah bagian dari kami. Jika ia membunuh salah satu dari kita, kita semua akan mati. Termasuk dirinya sendiri. Bagaimanapun juga ia adalah darah pemberontak. Sungepolia yang melekat pada dirinya tidak lebih dari sekedar sihir menjijikan Finnick Odair. Dengan kata lain, iapun tidak boleh dibiarkan mati. Atau kita semua tidak akan bisa menghindari kematian.”
Kian menatap kerumunan didepannya dengan mata yang tidak bersahabat. Tidak sepatah-katapun ia ucapkan. Matanya berapi-api dan ia sudah siap untuk merubah dirinya menjadi seekor Sungepolia lagi, walaupun dalam keadaan terikat.
“Mark, mundur…pegang panahmu erat-erat. Kau punya senjata, tapi tubuhmu yang tidak bertransformasi tidak akan bisa melawannya. Berdiri dibelakang kami.” Cattleya mengatupkan paruhnya. Menatap Kian, menunggu yang akan terjadi selanjutnya. Pasukan kerajaan Eoghan bersiap dengan senjata mereka. Nicky, Brian, Frey dan Viki berdiri disamping Cattleya.
Tiba-tiba saja sekawanan Sungepolia terbang mendekat. Sayap mereka yang terbakar menerangi langit yang mulai gelap. Mata mereka terlihat tajam, seakan ingin mencabik-cabik kerumunan yang mengelilingi Sungepolia itu, Kian. Apakah Kian memanggil kawanannya?
Tidak, kemungkinan itu buyar saat mereka melihat sesosok tubuh berjalan mendekat. Finnick Odair menatap mereka dengan seringai. Matanya berkilat kejam. Ia mengusap-usapkan kedua telapak tangannya.
“Sungguh kejutan, selamat datang pasukan kerajaan Eoghan.” Katanya. “Aku senang kalian membawa pangeran mungil itu kemari.”
Shane gemetar. Ia merasa penekanan kata-kata Finnick mengarah kearahnya.
“Kau tidak akan bisa menyentuhnya.” Ucap Frey murka.
“Wow, wow…apakah pantas orang yang sebentar lagi akan mati mengatakan itu? Jangan terlalu naif, itu menjijikan.” Seringai Finnick. “Sungepolia lebih kuat dibandingkan sampah-sampah Fengarimulofia.”
Finnick menatap Kian.
“Kian, kaulah yang terkuat. Kaulah yang akan membunuh orang-orang ini. Iya kan?”
Sungepolia itu menganggukkan kepalanya.
“Brengsek!!” jerit Gavin.
“Selamat berpesta…” Finnick tersenyum. Menatap para Sungepolia yang telah bertengger pada pohon-pohon terdekat. Api yang berkobar pada sayap-sayap mereka bahkan membuat orang-orang yang ada disana merasa mual. Perut mereka seakan tertohok. Gambaran kematian sudah tergambar jelas pada benak mereka masing-masing.
Tapi, tidak mungkin orang-orang yang telah menginjakkan kakinya di Ztromfist Forest menyerah begitu saja.
*
Di sebuah malam, sebelum keberangkatan ke Ztromist Forest…
Mark duduk disisi tempat tidur Kian. Memainkan benda yang ia dapatkan dari meja Kian. Sebuah pena dengan bulu putih bersih menjadi sasarannya. Ia memutar-mutar pena itu ditangannya. Bolamata biru miliknya bertemu dengan bolamata biru milik Kian.
“Apa kau tidak berpikir kita terlibat terlalu jauh?” Mark mengerucutkan bibir kemerahannya. Seakan sedang menimbang-nimbang sesuatu didalam otaknya. “Rasanya aku mulai cemas.”
“Bodoh, kita sudah berjanji pada Shane.”Kata Kian santai. “Hanya kita yang bisa melakukannya.”
“Padahal kau menerima perjanjian Shane disaat terdesak.” Mark memalingkan wajahnya. “Cuma gara-gara tidak ingin ketahuan menyelinap kan?”
“Diam. Kau kan yang membuat kita hampir ketahuan gara-gara kau susah sekali dibangunkan?” celetuk Kian. “Kalau kita sedikit lebih cepat, kita tidak usah membuat Shane memindahkan rasa kantukmu pada penjaga penjara bawah tanah.”
“Itu nggak ada hubungannya blondie!”hardik Mark malu. “Memangnya kalau aku tukang tidur, itu masalah besar buatmu ?”
“Mark.” Kian tersenyum. “Kau juga merasa punya kewajiban dipunggungmu kan?”
Mark menatap Kian, hening sejenak.
Tak lama kemudian ia mengangguk.
“Kerajaan Eoghan penuh dengan kejutan. Aku sebagai pangeran sudah pasti harus terlibat. Kau satu darah denganku, maka kau dan aku satu. Lagipula kau juga seorang pangeran.” Kata Kian. “Nicky dan Brian yang membuatku terkejut. Mereka tidak berdarah biru, tapi mereka benar-benar mengabdi pada kerajaan ini. Mereka pemberani, sampai mendidihkan darah didalam tubuhku. Tidak, jauh didalam hatiku, disini, sedang mendidih dalam temperatur tertinggi.”
Mark tertegun.
“Kita harus melakukannya. Kita sudah memiliki mereka. Apa lagi yang kita butuhkan?” Kian tersenyum lagi. “Lagipula aku merasa, disetiap sudut kemanapun kita menjejakkan kaki, bantuan tak terduga akan ada disana.”
Mark menyambut senyuman Kian, mengangguk.
*
Percakapan antara sepupu itu seakan tertelan takdir. Tidak, jangankan menyelamatkan Shane. Mereka sekarang terdesak. Bahkan Kian sudah tidak berdiri disampingnya. Kian yang malam itu tersenyum meyakinkannya. Tidak…sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukannya. Mark berdiri dibelakang para Fengarimulofia itu dengan lutut lemas. Nafasnya sudah tak bisa lagi diaturnya.
Saat itu Fengarimulofia berjambul emas menoleh kearahnya.
“Pangeran Mark, jangan takut.” Itu yang dikatakannya. “Bagiku Sungepolia yang berdiri disana tetap pangeran Kian. Tidak ada yang bisa mengubahnya. Tidak ada yang bisa mengubah keberanian dan pendiriannya.”
“Tapi, Nicky…” suara Mark bergetar. “Ia tidak ingat siapa kita.”
“Ck, apalah arti breinewosha. Kau juga terkadang lupa akan sesuatu kan?” Nicky menelengkan kepalanya. “Hati Kian terlalu bersih untuk sihir rendah seperti itu.”
Brian menoleh kearah Mark, mengangguk mengiyakan. Tepat disaat Kian melebarkan sayapnya yang membara. Ia terbang rendah dan menukik kearah Cattleya. Menerjangnya hingga kedua aves itu terhempas ke belakang. Cattleya susah payah menguasai dirinya. Sayap putihnya mengepak-ngepak mencari harapan.
“KIAAAAAN!! JANGAAAAAAN!!” Mark tidak kuat melihatnya.
“A, a, a, apa yang harus Viki lakukan?”Viki memegangi kepalanya dengan kedua sayapnya, panik. Frey masih terpaku ditempatnya.
Gavin memegang pedangnya tegang. Ia tidak mungkin melukai adiknya bagaimanapun juga. Para Sungepolia yang tadi bertengger di pohon-pohon kini menukik mendekat. Memperparah keadaan. Ia mulai menebas pedangnya, memegang perisainya kuat-kuat. Brian terbang kearah punggung kuda yang diduduki oleh Shane. Ia merentangkan sayapnya. Melindungi kawan kecilnya itu. Shane tidak bisa berbuat apapun selain gemetar.
Tiba-tiba terdengar serangkaian nada yang seakan membelah langit. Tidak terkecuali siapapun menengadah kearah langit mendengar lantunan indah itu. Tadinya terdengar begitu samar. Lama-kelamaan terdengar makin jelas. Indah, lebih indah dari suara harpa, lebih indah dari lantunan musik biasa.
Paranada yang tergaris jelas dibenak masing-masing melulukan tiap partikel hati mereka. Api yang membakar sayap para Sungepolia itu seakan mendingin. Cattleya yang terhempas ke tanah dengan jelas menatap kearah langit yang seakan lebih terang dari teriknya siang. Lalu ia membelalakkan matanya.
“Mum?” gumamnya pelan, tidak mempercayai matanya.
Cirretiryus itu terbang seakan membelah langit, dengan sayapnya yang melintang membentuk Cirrus. Paruhnya terbuka, melantunkan syair paling indah. Ia berputar-putar dilangit, lalu perlahan terbang rendah. Menatap lurus kearah anak-anaknya yang sedang bergumul ditanah. Cattleya dan Kian.
Kian, saat itu terpaku menatap langit. Cakarnya yang kuatpun seakan tak mampu ia gerakkan. Sedikitpun.
TBC
Tubuh kecil Shane masih duduk tidak berdaya diatas kuda yang baru saja ditunggangi oleh Gavin. Ia menatap tidak percaya kearah para pahlawannya yang menjelma menjadi sejumlah Fengarimulofia. Lalu ia gerakkan bolamatanya menatap Sungepolia yang kini telah kembali ke wujud aslinya. Kian. Tentu saja matanya tidak salah menangkap sosok pahlawan yang telah berjanji akan menyelamatkannya. Tiba-tiba saja kedua pasang mata mungil itu mengeluarkan cairan hangat yang tidak bisa ditahan lagi.
“Maafkan aku…”
Seekor burung putih berjambul emas menoleh kearah sumber suara yang bergetar itu. Sayapnya mencoba menggapai tubuh mungil itu.
“Maaf untuk apa, Shane?” tanyanya.
“Ini karena aku meminta kalian untuk menolongku. Sekarang Kian…” ucapannya terhenti. Ia berusaha menghapus airmatanya.
Frey dan Viki menatap sosok mungil yang menangis tanpa suara itu. Anak berambut hijau itu adalah Shane. Walaupun rambutnya berwarna hijau tapi mereka ingat betul wajah tampan bak malaikat itu. Beberapa detik kemudian airmata sudah tidak mengalir dari mata mungilnya. Ia menatap wajah cemas pasukan kerajaan Eoghan. Kian sedang terikat tidak berdaya, tapi breinewosha tentu saja tetap membuatnya lupa akan kawan-kawannya.
“Kian!” Gavin bergerak maju, mendekati adiknya.
“Jangan mendekat!!” jerit Cattleya sekencang-kencangnya. “Dia tidak ingat siapa kau! Tidak ada diantara kita yang diingat olehnya!”
“Tapi dia adikku!” ujar Gavin. Tapi garis wajahnya menunjukkan wajah putus asa. Ya, ia tahu betul adiknyapun tidak mengingatnya. Ia hanya terlalu terpukul dengan kejadian ini. ia menunduk, bergerak mundur. “Apa yang harus kita lakukan?”
“Jika kita diam saja…” Brian menatap Nicky dan Mark. “Kian yang sudah tidak ingat apa-apa bisa saja membunuh kita kan?”
“Ya.” Sahut Cattleya menegang. “Dan Fengarimulofia hanya memiliki satu nyawa. Kalian sebaiknya masih ingat kalau kalian sekarang adalah bagian dari kami. Jika ia membunuh salah satu dari kita, kita semua akan mati. Termasuk dirinya sendiri. Bagaimanapun juga ia adalah darah pemberontak. Sungepolia yang melekat pada dirinya tidak lebih dari sekedar sihir menjijikan Finnick Odair. Dengan kata lain, iapun tidak boleh dibiarkan mati. Atau kita semua tidak akan bisa menghindari kematian.”
Kian menatap kerumunan didepannya dengan mata yang tidak bersahabat. Tidak sepatah-katapun ia ucapkan. Matanya berapi-api dan ia sudah siap untuk merubah dirinya menjadi seekor Sungepolia lagi, walaupun dalam keadaan terikat.
“Mark, mundur…pegang panahmu erat-erat. Kau punya senjata, tapi tubuhmu yang tidak bertransformasi tidak akan bisa melawannya. Berdiri dibelakang kami.” Cattleya mengatupkan paruhnya. Menatap Kian, menunggu yang akan terjadi selanjutnya. Pasukan kerajaan Eoghan bersiap dengan senjata mereka. Nicky, Brian, Frey dan Viki berdiri disamping Cattleya.
Tiba-tiba saja sekawanan Sungepolia terbang mendekat. Sayap mereka yang terbakar menerangi langit yang mulai gelap. Mata mereka terlihat tajam, seakan ingin mencabik-cabik kerumunan yang mengelilingi Sungepolia itu, Kian. Apakah Kian memanggil kawanannya?
Tidak, kemungkinan itu buyar saat mereka melihat sesosok tubuh berjalan mendekat. Finnick Odair menatap mereka dengan seringai. Matanya berkilat kejam. Ia mengusap-usapkan kedua telapak tangannya.
“Sungguh kejutan, selamat datang pasukan kerajaan Eoghan.” Katanya. “Aku senang kalian membawa pangeran mungil itu kemari.”
Shane gemetar. Ia merasa penekanan kata-kata Finnick mengarah kearahnya.
“Kau tidak akan bisa menyentuhnya.” Ucap Frey murka.
“Wow, wow…apakah pantas orang yang sebentar lagi akan mati mengatakan itu? Jangan terlalu naif, itu menjijikan.” Seringai Finnick. “Sungepolia lebih kuat dibandingkan sampah-sampah Fengarimulofia.”
Finnick menatap Kian.
“Kian, kaulah yang terkuat. Kaulah yang akan membunuh orang-orang ini. Iya kan?”
Sungepolia itu menganggukkan kepalanya.
“Brengsek!!” jerit Gavin.
“Selamat berpesta…” Finnick tersenyum. Menatap para Sungepolia yang telah bertengger pada pohon-pohon terdekat. Api yang berkobar pada sayap-sayap mereka bahkan membuat orang-orang yang ada disana merasa mual. Perut mereka seakan tertohok. Gambaran kematian sudah tergambar jelas pada benak mereka masing-masing.
Tapi, tidak mungkin orang-orang yang telah menginjakkan kakinya di Ztromfist Forest menyerah begitu saja.
*
Di sebuah malam, sebelum keberangkatan ke Ztromist Forest…
Mark duduk disisi tempat tidur Kian. Memainkan benda yang ia dapatkan dari meja Kian. Sebuah pena dengan bulu putih bersih menjadi sasarannya. Ia memutar-mutar pena itu ditangannya. Bolamata biru miliknya bertemu dengan bolamata biru milik Kian.
“Apa kau tidak berpikir kita terlibat terlalu jauh?” Mark mengerucutkan bibir kemerahannya. Seakan sedang menimbang-nimbang sesuatu didalam otaknya. “Rasanya aku mulai cemas.”
“Bodoh, kita sudah berjanji pada Shane.”Kata Kian santai. “Hanya kita yang bisa melakukannya.”
“Padahal kau menerima perjanjian Shane disaat terdesak.” Mark memalingkan wajahnya. “Cuma gara-gara tidak ingin ketahuan menyelinap kan?”
“Diam. Kau kan yang membuat kita hampir ketahuan gara-gara kau susah sekali dibangunkan?” celetuk Kian. “Kalau kita sedikit lebih cepat, kita tidak usah membuat Shane memindahkan rasa kantukmu pada penjaga penjara bawah tanah.”
“Itu nggak ada hubungannya blondie!”hardik Mark malu. “Memangnya kalau aku tukang tidur, itu masalah besar buatmu ?”
“Mark.” Kian tersenyum. “Kau juga merasa punya kewajiban dipunggungmu kan?”
Mark menatap Kian, hening sejenak.
Tak lama kemudian ia mengangguk.
“Kerajaan Eoghan penuh dengan kejutan. Aku sebagai pangeran sudah pasti harus terlibat. Kau satu darah denganku, maka kau dan aku satu. Lagipula kau juga seorang pangeran.” Kata Kian. “Nicky dan Brian yang membuatku terkejut. Mereka tidak berdarah biru, tapi mereka benar-benar mengabdi pada kerajaan ini. Mereka pemberani, sampai mendidihkan darah didalam tubuhku. Tidak, jauh didalam hatiku, disini, sedang mendidih dalam temperatur tertinggi.”
Mark tertegun.
“Kita harus melakukannya. Kita sudah memiliki mereka. Apa lagi yang kita butuhkan?” Kian tersenyum lagi. “Lagipula aku merasa, disetiap sudut kemanapun kita menjejakkan kaki, bantuan tak terduga akan ada disana.”
Mark menyambut senyuman Kian, mengangguk.
*
Percakapan antara sepupu itu seakan tertelan takdir. Tidak, jangankan menyelamatkan Shane. Mereka sekarang terdesak. Bahkan Kian sudah tidak berdiri disampingnya. Kian yang malam itu tersenyum meyakinkannya. Tidak…sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukannya. Mark berdiri dibelakang para Fengarimulofia itu dengan lutut lemas. Nafasnya sudah tak bisa lagi diaturnya.
Saat itu Fengarimulofia berjambul emas menoleh kearahnya.
“Pangeran Mark, jangan takut.” Itu yang dikatakannya. “Bagiku Sungepolia yang berdiri disana tetap pangeran Kian. Tidak ada yang bisa mengubahnya. Tidak ada yang bisa mengubah keberanian dan pendiriannya.”
“Tapi, Nicky…” suara Mark bergetar. “Ia tidak ingat siapa kita.”
“Ck, apalah arti breinewosha. Kau juga terkadang lupa akan sesuatu kan?” Nicky menelengkan kepalanya. “Hati Kian terlalu bersih untuk sihir rendah seperti itu.”
Brian menoleh kearah Mark, mengangguk mengiyakan. Tepat disaat Kian melebarkan sayapnya yang membara. Ia terbang rendah dan menukik kearah Cattleya. Menerjangnya hingga kedua aves itu terhempas ke belakang. Cattleya susah payah menguasai dirinya. Sayap putihnya mengepak-ngepak mencari harapan.
“KIAAAAAN!! JANGAAAAAAN!!” Mark tidak kuat melihatnya.
“A, a, a, apa yang harus Viki lakukan?”Viki memegangi kepalanya dengan kedua sayapnya, panik. Frey masih terpaku ditempatnya.
Gavin memegang pedangnya tegang. Ia tidak mungkin melukai adiknya bagaimanapun juga. Para Sungepolia yang tadi bertengger di pohon-pohon kini menukik mendekat. Memperparah keadaan. Ia mulai menebas pedangnya, memegang perisainya kuat-kuat. Brian terbang kearah punggung kuda yang diduduki oleh Shane. Ia merentangkan sayapnya. Melindungi kawan kecilnya itu. Shane tidak bisa berbuat apapun selain gemetar.
Tiba-tiba terdengar serangkaian nada yang seakan membelah langit. Tidak terkecuali siapapun menengadah kearah langit mendengar lantunan indah itu. Tadinya terdengar begitu samar. Lama-kelamaan terdengar makin jelas. Indah, lebih indah dari suara harpa, lebih indah dari lantunan musik biasa.
Paranada yang tergaris jelas dibenak masing-masing melulukan tiap partikel hati mereka. Api yang membakar sayap para Sungepolia itu seakan mendingin. Cattleya yang terhempas ke tanah dengan jelas menatap kearah langit yang seakan lebih terang dari teriknya siang. Lalu ia membelalakkan matanya.
“Mum?” gumamnya pelan, tidak mempercayai matanya.
Cirretiryus itu terbang seakan membelah langit, dengan sayapnya yang melintang membentuk Cirrus. Paruhnya terbuka, melantunkan syair paling indah. Ia berputar-putar dilangit, lalu perlahan terbang rendah. Menatap lurus kearah anak-anaknya yang sedang bergumul ditanah. Cattleya dan Kian.
Kian, saat itu terpaku menatap langit. Cakarnya yang kuatpun seakan tak mampu ia gerakkan. Sedikitpun.
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar