By: Shinta WedaRise Hirawling
Kian, Bryan, Mark, dan Nicky berjalan bersama menaiki satu per satu anak tangga. Perpustakaan, itulah yang mereka tuju. Sesuai kesepakatan mereka, mereka akan pergi ke perpustakaan sore ini. Perpustakaan itu terletak di lantai tiga sebuah kastil. Tak jauh dari istana.
“Kreeekkk!” Bryan membuka pintu masuk menuju perpustakaan yang cukup besar itu.
“Woow, perpustakaan ini besar sekali!” Nicky terkagum-kagum. Di lihatnya sekeliling perpustakaan itu. Terdapat rak-rak besar berjejer di ruangan itu dengan buku-buku yang tersusun rapi. Sore seperti itu, perpustakaan itu sepi. Orang-orang istana saat sore memang sibuk menjalankan aktfitas masing-masing. Berbeda ketika waktu pagi atau pun siang. Dan memang saat sepi seperti itulah yang diinginkan mereka. Karena jika sepi, mereka akan bisa lebih fokus untuk mencari sesuatu yang mereka ingin dapatkan.
“Aku sendiri tak menyadari perpustakaan ini sebesar ini.” kata Kian yang kemudian mulai berjalan menuju rak buku yang berada di sudut paling kiri dan diikuti Bryan, Mark, dan Nicky. Tangannya kini mulai meraba setiap buku yang ada di sana. Dibacanya tiap judul buku yang disentuhnya dengan teliti. Ah, berada diperpustakaan seperti ini memang terasa janggal untuknya. Andaikan tiap buku yang di sentuhnya bisa menghasilkan nada harmonisasi, mungkin Kian akan mengunjungi perpustakaan itu setiap hari.
“Mengapa kalian hanya mengikuti di belakangku? Bukankah lebih baik jika kita berpencar?” Kian melirik Mark, Bryan, dan Nicky yang malah menunjukkan senyuman polos mereka.
Kian, Bryan, Mark, dan Nicky kini berpencar mencari buku mantra di setiap sudut rak perpustakaan. Sudah hampir dua jam mereka mencarinya, tetapi nihil. Tak satu pun buku yang mereka temukan isinya memuat tentang mantra yang mereka cari. Hal itu membuat mereka mulai putus asa. Lagi pula perpustakaan sebesar itu rasanya tak mungkin bukunya bisa mereka jelajahi dalam satu hari. Apalagi ada buku yang diletakkan di rak bagian atas setinggi tiga meter yang tentu saja sulit untuk mereka jangkau mengingat mereka juga masih anak-anak dan tinggi mereka masih berkisar antara 150an.
“Hoaaahh...!!!” Mark mulai menguap. Ia mengantuk sekali. Bosan rasanya berada di perpustakaan seperti itu. Ia duduk di dekat sebuah rak dan menyandarkan punggungnya di rak yang berada di belakangnya. Matanya yang mulai sayup ingin segera dipejamkan, tiba-tiba tak sengaja menangkap kerlip sinar hijau yang berada di bagian paling atas rak buku di depannya. Ia mengucek matanya dan kemudian berdiri untuk melihat lebih jelas sinar kecil dari benda apa yang tadi dilihatnya. Kerlip sinar hijau itu terus saja bersinar.
“Kian, Bryan, Nicky kemarilah!” Mark berteriak memanggil mereka. Segera saja Kian, Bryan, dan Nicky bergegas menghampiri Mark.
“Kalian lihat itu?” Mark menunjuk kerlip sinar hijau itu dan dijawab anggukan oleh ketiga temannya.
“Apakah mungin itu adalah kerlip sinar yang berasal dari benda ajaib?” Tanya Mark yang membuat ketiga temannya saling berpandang tanda juga penasaran.
“ Bisakah kalian lebih menegakkan tubuh kalian?” ucap Nicky dengan tangan menggapai-gapai ke sebuah buku pemilik kerlip sinar hijau tadi. Ya, Bryan, Mark, Kian, dan Nicky kini sudah seperti formasi anak yang akan mengikuti lomba panjat pinang dengan Bryan diposisi paling bawah diikuti dengan Mark, Kian, dan Nicky di posisi paling atas. Dengan posisi seperti itu tentu Bryan adalah pihak yang paling dirugikan. Tapi sekali-kali tak apa lah.
“Yes, i got it!” teriak Nicky tersenyum senang.
“Haattchimm..!!!” mendadak Nicky bersin. Hal itu membuat posisi keseimbangan mereka goyah. Dan “BrruuKKk!!!” seperkian detik Bryan menahan agar mereka tidak jatuh, ternyata jatuh juga. Tentu saja Bryan juga yang paling merasa kesakitan. Dia tertimpa ketiga temannya sekaligus.
Sambil masih menahan kesakitan, dengan antusias mereka ingin segera membuka buku yang di pegang Nicky. Sampul depan buku itu terdapat sebuah diamond kecil, ya dari situ lah kerlip sinar tadi berasal. Buku yang cukup besar dan tebal dan tampak usang itu terikat oleh akar-akar dari pohon akasia. Nicky kemudian mengusap-usap sampul buku berdebu itu dan meniupnya agar debunya benar-benar hilang. “Mhantroufhucio” bersama-sama mereka membaca tulisan besar yang terdapat di sampul buku itu. Judulnya aneh, namun membuat mereka semakin penasaran.
Tangan Nicky kini mulai menjamah akar-akar akasia yang mengikat buku itu. Ditariknya akar itu kuat-kuat agar terlepas. Namun, akar itu terlalu kuat. Hingga telapak tangan Nicky memerah saking kuatnya ia mencengekeram, akar-akar itu tak mau terlepas. Kemudian Kian, Bryan, dan Mark pun tak mau ketinggalan untuk berusaha melepasnya. Namun sama seperti Nicky, akar-akar itu tak mau terlepas.
“Hhihihihi...akar-akar itu tak akan mau terlepas jika kalian membukanya seperti itu.” Tiba-tiba sebuah suara seperti seorang gadis kecil terdengar. Membuat mereka saling berpandangan. Penasaran dari aman suara itu berasal. Dan kemudian mereka baru menyadari bahwa suara itu berasal dari gambar peri kecil yang terdapat di sampul buku itu. Ya, gambar itu entah bagaimana ternyata bisa berbicara bahkan bisa bergerak. Namun, tak bisa muncul keluar dari sampul buku.
“Lalu bagaimana kami harus membukanya?” tanya Bryan.
“Gosok perlahan diamond itu hingga semua akar-akarnya terlepas.” Pintanya.
Kian pun langsung melakukan hal yang dipinta gambar peri kecil itu. Benar saja, ketika perlahan-lahan ia menggosoknya, satu persatu akar-akar akasia itu terlepas. Membuat Kian, Bryan, Mark, dan Nicky takjub.
Kian pun kini membuka buku itu. Aneh, itulah kesan pertama yang mereka rasakan. Isi buku itu di tulis dengan huruf yang sama sekali tak dimengerti oleh mereka. Bahkan baru kali ini mereka melihat ada huruf seperti itu.
“Peri, buku ini mengapa ditulis dengan huruf seperti ini? kami sama sekali tak mengerti.” Keluh Mark.
“ Prinzigle. Panggil aku Prinzigle!” koreksi gambar peri kecil yang ternyata bernama Prinzigle itu.
“Okey, Prinzigle. Lalu bagaimana ini?” kali ini Kian membuka suara.
“Apakah kalian belum mengetahui sama sekali sejarah buku keramat ini?” dengan serempak mereka berempat menggelengkan kepala.
“Buku ini di tulis oleh Gryft Amaziqueto di abad ke-8 dengan huruf leafrouzhe. Berisi mantra-mantra yang akan membuat kalian bisa melakukan hal apa pun dengan mudah. Namun, tak mudah juga untuk mempelajarinya. Untuk membacanya saja kalian harus memakan daun berwarna ungu dari pohon frouzhe tree terlebih dahulu. Kalau tidak, selamanya kalian tidak akan bisa membacanya. Tapi sekali kalian memakan daun itu, selamanya juga kalian akan bisa membaca buku ini.” Jelas Prinzigle yang membuat mereka berempat takjub sekaligus semakin bingung.
“Lalu dimana kita bisa mendapatkan daun itu? Rasanya aku belum pernah mendengar ada nama pohon seperti itu.” Nicky kembali angkat bicara disertai anggukan dari ketiga temannya.
“Dangerzard. Kalian bisa mendapatkannya di sana.”
“Dangerzard? Itu kan hutan terlarang.” Bryan terkejut. Mata dan mulutnya membulat seketika.
*****
Kian,Mark, Bryan, dan Nicky keluar dari perpustakaan dengan penuh rasa kebimbangan. Dangerzard, mengapa harus berhubungan dengan tempat itu untuk mempelajari mantra yang ada di dalam buku Mhantroufhucio. Menurut mitos, tempat itu benar-benar berbahaya. Hingga sejak ratusan tahun lalu tak ada yang berani menjamahnya. Sekali mereka masuk, belum tentu mereka bisa keluar.
“ Huft, bagaimana ini?” keluh Mark “ Ibuku benar-benar melarangku untuk pergi ke hutan itu. Menurut cerita ibuku, di dalam hutan itu terdapat makhluk yang sangat mengerikan. Ada makhluk besar berkepala babi hutan tetapi tubuh dan kakinya berwujud gurita. Apakah itu tidak menyeramkan? Aku membayangkan saat kita pergi kesana, walau pun kita lari kita tetap akan tertangkap oleh tangan-tangannya yang banyak dan panjang itu.” Mark menunjukkan ekspresi ketakutan. Seketika wajahnya berubah seolah habis melihat hantu. Membuat Kian, Bryan, dan Nicky pun juga ikut ketakutan.
“ Tapi kasihan Shane jika kita tidak membantunya. Dia kini sendirian dan harus menanggung kutukan itu. Hanya kita harapan satu-satunya.” Kata Bryan menunjukkan rasa ibanya.
“Aku saja yang akan kesana.” Kata Nicky kemudian. Mark, Kian, dan Bryan pun menoleh ke arahnya.
“Tapi kau tidak bisa hanya sendiri. Aku akan bersamamu.” Bryan berdiri dan menepuk pundak Nicky.
“Aku juga akan ikut.” Tambah Kian.
“Tapi kau kan pangeran? Bukankah jadwalmu setiap hari penuh? Kau akan mendapat pengawasan yang ketat di setiap gerak-gerikmu.” Kian menghela nafas. Benar juga yang dikatakan Bryan.
“Ya sudah biar aku dan Bryan saja yang pergi.” Ucap Nicky sambil tersenyum ke arak Kian.
“Tapi...!”
“Sudah lah Kian. Kami akan baik-baik saja. Kau lupa aku adalah anak paling pintar kalau masalah berpetualangan. Ayahku juga pernah mengajarkanku perang melawan musuh. Dan aku kan punya pedang pemberian ayahku yang tentu saja bisa melindungi kami.” Bryan menenangkan Kian.
“Aku juga telah dibekali pedang oleh ayahku karena aku sering keluar sendirian.” Tambah Nicky yang akhirnya membuat Kian lebih tenang.
“ Dan kau Mark, aku tahu ketakutanmu lebih besar dari kami. Daripada kau nanti pingsan di sana dan merepotkan kami, lebih baik kau tak usah ikut.” Kali ini Bryan tersenyum ke arah Mark.
“Okey, besok pagi kita akan menuju Dangerzard agar kita tidak kemalaman saat pulang.” Nicky merangkul Bryan yang diiringi anggukan oleh Bryan.
=== To Be Continued ====
Kian, Bryan, Mark, dan Nicky berjalan bersama menaiki satu per satu anak tangga. Perpustakaan, itulah yang mereka tuju. Sesuai kesepakatan mereka, mereka akan pergi ke perpustakaan sore ini. Perpustakaan itu terletak di lantai tiga sebuah kastil. Tak jauh dari istana.
“Kreeekkk!” Bryan membuka pintu masuk menuju perpustakaan yang cukup besar itu.
“Woow, perpustakaan ini besar sekali!” Nicky terkagum-kagum. Di lihatnya sekeliling perpustakaan itu. Terdapat rak-rak besar berjejer di ruangan itu dengan buku-buku yang tersusun rapi. Sore seperti itu, perpustakaan itu sepi. Orang-orang istana saat sore memang sibuk menjalankan aktfitas masing-masing. Berbeda ketika waktu pagi atau pun siang. Dan memang saat sepi seperti itulah yang diinginkan mereka. Karena jika sepi, mereka akan bisa lebih fokus untuk mencari sesuatu yang mereka ingin dapatkan.
“Aku sendiri tak menyadari perpustakaan ini sebesar ini.” kata Kian yang kemudian mulai berjalan menuju rak buku yang berada di sudut paling kiri dan diikuti Bryan, Mark, dan Nicky. Tangannya kini mulai meraba setiap buku yang ada di sana. Dibacanya tiap judul buku yang disentuhnya dengan teliti. Ah, berada diperpustakaan seperti ini memang terasa janggal untuknya. Andaikan tiap buku yang di sentuhnya bisa menghasilkan nada harmonisasi, mungkin Kian akan mengunjungi perpustakaan itu setiap hari.
“Mengapa kalian hanya mengikuti di belakangku? Bukankah lebih baik jika kita berpencar?” Kian melirik Mark, Bryan, dan Nicky yang malah menunjukkan senyuman polos mereka.
Kian, Bryan, Mark, dan Nicky kini berpencar mencari buku mantra di setiap sudut rak perpustakaan. Sudah hampir dua jam mereka mencarinya, tetapi nihil. Tak satu pun buku yang mereka temukan isinya memuat tentang mantra yang mereka cari. Hal itu membuat mereka mulai putus asa. Lagi pula perpustakaan sebesar itu rasanya tak mungkin bukunya bisa mereka jelajahi dalam satu hari. Apalagi ada buku yang diletakkan di rak bagian atas setinggi tiga meter yang tentu saja sulit untuk mereka jangkau mengingat mereka juga masih anak-anak dan tinggi mereka masih berkisar antara 150an.
“Hoaaahh...!!!” Mark mulai menguap. Ia mengantuk sekali. Bosan rasanya berada di perpustakaan seperti itu. Ia duduk di dekat sebuah rak dan menyandarkan punggungnya di rak yang berada di belakangnya. Matanya yang mulai sayup ingin segera dipejamkan, tiba-tiba tak sengaja menangkap kerlip sinar hijau yang berada di bagian paling atas rak buku di depannya. Ia mengucek matanya dan kemudian berdiri untuk melihat lebih jelas sinar kecil dari benda apa yang tadi dilihatnya. Kerlip sinar hijau itu terus saja bersinar.
“Kian, Bryan, Nicky kemarilah!” Mark berteriak memanggil mereka. Segera saja Kian, Bryan, dan Nicky bergegas menghampiri Mark.
“Kalian lihat itu?” Mark menunjuk kerlip sinar hijau itu dan dijawab anggukan oleh ketiga temannya.
“Apakah mungin itu adalah kerlip sinar yang berasal dari benda ajaib?” Tanya Mark yang membuat ketiga temannya saling berpandang tanda juga penasaran.
“ Bisakah kalian lebih menegakkan tubuh kalian?” ucap Nicky dengan tangan menggapai-gapai ke sebuah buku pemilik kerlip sinar hijau tadi. Ya, Bryan, Mark, Kian, dan Nicky kini sudah seperti formasi anak yang akan mengikuti lomba panjat pinang dengan Bryan diposisi paling bawah diikuti dengan Mark, Kian, dan Nicky di posisi paling atas. Dengan posisi seperti itu tentu Bryan adalah pihak yang paling dirugikan. Tapi sekali-kali tak apa lah.
“Yes, i got it!” teriak Nicky tersenyum senang.
“Haattchimm..!!!” mendadak Nicky bersin. Hal itu membuat posisi keseimbangan mereka goyah. Dan “BrruuKKk!!!” seperkian detik Bryan menahan agar mereka tidak jatuh, ternyata jatuh juga. Tentu saja Bryan juga yang paling merasa kesakitan. Dia tertimpa ketiga temannya sekaligus.
Sambil masih menahan kesakitan, dengan antusias mereka ingin segera membuka buku yang di pegang Nicky. Sampul depan buku itu terdapat sebuah diamond kecil, ya dari situ lah kerlip sinar tadi berasal. Buku yang cukup besar dan tebal dan tampak usang itu terikat oleh akar-akar dari pohon akasia. Nicky kemudian mengusap-usap sampul buku berdebu itu dan meniupnya agar debunya benar-benar hilang. “Mhantroufhucio” bersama-sama mereka membaca tulisan besar yang terdapat di sampul buku itu. Judulnya aneh, namun membuat mereka semakin penasaran.
Tangan Nicky kini mulai menjamah akar-akar akasia yang mengikat buku itu. Ditariknya akar itu kuat-kuat agar terlepas. Namun, akar itu terlalu kuat. Hingga telapak tangan Nicky memerah saking kuatnya ia mencengekeram, akar-akar itu tak mau terlepas. Kemudian Kian, Bryan, dan Mark pun tak mau ketinggalan untuk berusaha melepasnya. Namun sama seperti Nicky, akar-akar itu tak mau terlepas.
“Hhihihihi...akar-akar itu tak akan mau terlepas jika kalian membukanya seperti itu.” Tiba-tiba sebuah suara seperti seorang gadis kecil terdengar. Membuat mereka saling berpandangan. Penasaran dari aman suara itu berasal. Dan kemudian mereka baru menyadari bahwa suara itu berasal dari gambar peri kecil yang terdapat di sampul buku itu. Ya, gambar itu entah bagaimana ternyata bisa berbicara bahkan bisa bergerak. Namun, tak bisa muncul keluar dari sampul buku.
“Lalu bagaimana kami harus membukanya?” tanya Bryan.
“Gosok perlahan diamond itu hingga semua akar-akarnya terlepas.” Pintanya.
Kian pun langsung melakukan hal yang dipinta gambar peri kecil itu. Benar saja, ketika perlahan-lahan ia menggosoknya, satu persatu akar-akar akasia itu terlepas. Membuat Kian, Bryan, Mark, dan Nicky takjub.
Kian pun kini membuka buku itu. Aneh, itulah kesan pertama yang mereka rasakan. Isi buku itu di tulis dengan huruf yang sama sekali tak dimengerti oleh mereka. Bahkan baru kali ini mereka melihat ada huruf seperti itu.
“Peri, buku ini mengapa ditulis dengan huruf seperti ini? kami sama sekali tak mengerti.” Keluh Mark.
“ Prinzigle. Panggil aku Prinzigle!” koreksi gambar peri kecil yang ternyata bernama Prinzigle itu.
“Okey, Prinzigle. Lalu bagaimana ini?” kali ini Kian membuka suara.
“Apakah kalian belum mengetahui sama sekali sejarah buku keramat ini?” dengan serempak mereka berempat menggelengkan kepala.
“Buku ini di tulis oleh Gryft Amaziqueto di abad ke-8 dengan huruf leafrouzhe. Berisi mantra-mantra yang akan membuat kalian bisa melakukan hal apa pun dengan mudah. Namun, tak mudah juga untuk mempelajarinya. Untuk membacanya saja kalian harus memakan daun berwarna ungu dari pohon frouzhe tree terlebih dahulu. Kalau tidak, selamanya kalian tidak akan bisa membacanya. Tapi sekali kalian memakan daun itu, selamanya juga kalian akan bisa membaca buku ini.” Jelas Prinzigle yang membuat mereka berempat takjub sekaligus semakin bingung.
“Lalu dimana kita bisa mendapatkan daun itu? Rasanya aku belum pernah mendengar ada nama pohon seperti itu.” Nicky kembali angkat bicara disertai anggukan dari ketiga temannya.
“Dangerzard. Kalian bisa mendapatkannya di sana.”
“Dangerzard? Itu kan hutan terlarang.” Bryan terkejut. Mata dan mulutnya membulat seketika.
*****
Kian,Mark, Bryan, dan Nicky keluar dari perpustakaan dengan penuh rasa kebimbangan. Dangerzard, mengapa harus berhubungan dengan tempat itu untuk mempelajari mantra yang ada di dalam buku Mhantroufhucio. Menurut mitos, tempat itu benar-benar berbahaya. Hingga sejak ratusan tahun lalu tak ada yang berani menjamahnya. Sekali mereka masuk, belum tentu mereka bisa keluar.
“ Huft, bagaimana ini?” keluh Mark “ Ibuku benar-benar melarangku untuk pergi ke hutan itu. Menurut cerita ibuku, di dalam hutan itu terdapat makhluk yang sangat mengerikan. Ada makhluk besar berkepala babi hutan tetapi tubuh dan kakinya berwujud gurita. Apakah itu tidak menyeramkan? Aku membayangkan saat kita pergi kesana, walau pun kita lari kita tetap akan tertangkap oleh tangan-tangannya yang banyak dan panjang itu.” Mark menunjukkan ekspresi ketakutan. Seketika wajahnya berubah seolah habis melihat hantu. Membuat Kian, Bryan, dan Nicky pun juga ikut ketakutan.
“ Tapi kasihan Shane jika kita tidak membantunya. Dia kini sendirian dan harus menanggung kutukan itu. Hanya kita harapan satu-satunya.” Kata Bryan menunjukkan rasa ibanya.
“Aku saja yang akan kesana.” Kata Nicky kemudian. Mark, Kian, dan Bryan pun menoleh ke arahnya.
“Tapi kau tidak bisa hanya sendiri. Aku akan bersamamu.” Bryan berdiri dan menepuk pundak Nicky.
“Aku juga akan ikut.” Tambah Kian.
“Tapi kau kan pangeran? Bukankah jadwalmu setiap hari penuh? Kau akan mendapat pengawasan yang ketat di setiap gerak-gerikmu.” Kian menghela nafas. Benar juga yang dikatakan Bryan.
“Ya sudah biar aku dan Bryan saja yang pergi.” Ucap Nicky sambil tersenyum ke arak Kian.
“Tapi...!”
“Sudah lah Kian. Kami akan baik-baik saja. Kau lupa aku adalah anak paling pintar kalau masalah berpetualangan. Ayahku juga pernah mengajarkanku perang melawan musuh. Dan aku kan punya pedang pemberian ayahku yang tentu saja bisa melindungi kami.” Bryan menenangkan Kian.
“Aku juga telah dibekali pedang oleh ayahku karena aku sering keluar sendirian.” Tambah Nicky yang akhirnya membuat Kian lebih tenang.
“ Dan kau Mark, aku tahu ketakutanmu lebih besar dari kami. Daripada kau nanti pingsan di sana dan merepotkan kami, lebih baik kau tak usah ikut.” Kali ini Bryan tersenyum ke arah Mark.
“Okey, besok pagi kita akan menuju Dangerzard agar kita tidak kemalaman saat pulang.” Nicky merangkul Bryan yang diiringi anggukan oleh Bryan.
=== To Be Continued ====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar