By: Bella Filan
“Ma..Magentha seorang gadis yang berasal dari desa di tepi hutan Dangerzard.”
Mark sedikit tergagap dengan bibir bergetar tak karuan.“Kau yakin, Mark? Tapi mengapa aku tak melihat gadis itu?” Kian sedikit menyelidiki kegugupan temannya itu. Sangat ganjil jika hanya dia saja yang tak melihat gadis yang disebut Mark tadi. atau bahkan Nicky dan Bryan pun bernasib sama juga dengannya.
“Sungguh,” Mark mencoba meyakinkan.
“Ya sudah, sebaiknya kita langsung kembali ke kamar masing-masing. Setelah makan malam, kita kumpul di ruang rekreasi sebelah pintu masuk arah selatan.” Saran Kian bersamaan dengan datangnya Bryan dan Nicky menghampiri mereka.
Langit mulai memunculkan aura bercahaya oranye mengagumkan. Petang mulai datang dan beberapa waktu lagi malam akan menjelang. Mereka berlima segera lari menyusuri anak tangga bertingkat-tingkat menuju kamar masing-masing. Di saat Mark, Nicky dan Bryan sudah mendaratkan tubuhnya di kasur berbulu mereka, Kian malah membelokkan arah jalannya menuju pustaka kerajaan.
“Ku rasa Mark menyembunyikan sesuatu,” pikirnya masih dengan sejuta rasa penasaran.
Dengan bibir sedikit terkatup, Kian membuka pintu masuk pustaka dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kebisingan. Dia kembali berjalan menuju rak buku mantra dan ramuan. Baru hari ini dia menyadari bahwa lorong yang dia dan ke-empat temannya susuri adalah bagian ilmu sihir. Dengan hati berdebar, dicarinya sebuah buku berjudul, ‘Mantroufuchio’ itu kembali. Dengan sabar, dijamahnya deretan buku-buku yang masih tertata rapi walau sudah mulai usang.
“Aha! Sebaiknya kucari saja kerlip hijau itu!” Kian teringat dengan cahaya kehijauan yang kemarin berhasil mempertemukannya bersama teman-teman dengan buku mantra itu.
Jika seandainya dia masih mengingat di mana Mark menemukan kerlipan itu, tentu tidak susah-susah dia mencarinya. Entah mengapa, hatinya tergerak untuk menolong seseorang yang mengaku seorang putra mahkota kerajaan Oliver. Dalam hati Kian, lelaki yang bernama Shane itu seperti tidak asing baginya. Dengan napas terengah-engah, dia cukup bersabar membesarkan pupil matanya untuk memperjelas penglihatannya itu. Baris-baris judul terlihat sangat kecil baginya nyaris tak terbaca. Sebab itukah para ilmuan kerajaan selalu memakai kacamata? Contohnya Professor McQiurell. Kacamata tebal selalu menggaet di hidung Professor yang besar dengan kantung mata yang mulai melebar dan menghitam. Hal itu terkadang membuatnya tertawa geli.
“Kakak!” seseorang di belakang Kian berteriak hingga menggema di seluruh isi pustaka. Kian memutar kepalanya dan terkejut dengan apa yang dilihatnya.
“Marie? Sedang apa kamu di sini?” Kian memeluk Putri Mariellendly.
Putri Marie hanya tersenyum manis sambil mengedipkan sebelah matanya. Terlihat oleh Kian, Marie sedang menggenggam sesuatu.
“Apa itu, Marie?” Tanya Kian sambil tetap melihat benda yang ada di tangan adiknya.
“Oh, inikah yang kakak maksud? Ini adalah buku ajaib yang pernah tadi kutemukan! Buku ini bisa mengeluarkan cahaya kehijuaan sekaligus suara aneh!”
Ucap Putri Marie penuh antusias.
“Apa katamu? Cahaya hijau dan suara aneh? Bolehkah kakak melihatnya?”
“Ambil saja, aku tidak sengaja menemukannya di pintu masuk pustaka.”
“Baiklah, terimakasih Marie. Kembalilah ke istana.” Perintah Kian penuh senyum.
Astaga, ini pasti disebabkan oleh ulahnya sendiri. Dia terlalu ceroboh hingga menjatuhkan buku itu dan tidak meletakkannya kembali ke tempat semula. Jika sampai terlihat oleh Nanny McPhee-seorang penjaga pustaka kerajaan yang sangat teliti, mungkin dia akan habis-habisan diberi siraman rohani berjam-jam lamanya. Dengan perlahan digosoknya diamond tersebut dan satu-persatu akar yang melilit buku itu terlepas dengan sendirinya.
“Atau harus kusimpan buku ini untuk sementara?” Kian gelisah antara dia harus mengambil buku itu tanpa izin atau tidak.
Tapi jika ditolaknya, maka niatnya untuk menolong Shane akan semakin tertunda. Dengan sangat terpaksa, Diselundupkannya buku itu di balik jubah merahnya dan segera berbalik menuju pintu masuk tadi. Ditutupnya pintu itu dengan sangat rapi dan dengan tersengal dia berlari menuju kamar utama.
***
“Selamat makan!”
Malam ini Kian, Nicky, Bryan dan Mark duduk saling berdekatan. Sebenarnya nafsu mereka untuk makan malam sudahlah menguap sedari tadi. Namun demi menjaga kesopanan mereka dihadapan Raja Kevinaughley-ayah Kian sendiri, suap demi suap mereka lalui dengan begitu susah. Mark terlihat sedikit mual, sepertinya dia memakan Gingrotoutelly, sejenis makanan basah yang dilapisi saus yang terbuat dari usus sapi.
“Ayah, apakah anak yang ayah tempatkan di penjara bawah tanah sudah diberi makan?” Tanya Kian dengan halusnya.
Nicky, Mark dan Bryan saling bertatap muka. Mereka tau, sebenarnya tujuan Kian melemparkan pertanyaan itu pada Raja Kevinaughley hanya sebagai pemancing rencana saja. Raja Kevinaughley hanya berdehem dan mengambil segelas susu segar yang biasanya ia minum sebelum pergi tidur.
“Kau tenang saja, Kian. Dia akan baik-baik saja. Ayah sudah memerintahkan pada pengawal untuk mengiriminya makanan yang layak.”
“Apakah aku boleh mengunjunginya? Hanya untuk sekali ayah, aku sangat ingin bertemu dengannya,”
Terlihat Kian memohon dengan sangatnya. Jika sudah seperti ini, biasanya ayahnya hanya diam dan dengan sabar Kian menunggu jawabannya. Tiba-tiba ayahnya mengangguk dan dengan cepat berkata,
“Tapi kau tidak sendirian Kian, tentu diawasi oleh pengawal. Hanya sebentar saja, ya.” Perintah Raja.
Kian tersenyum lebar dan memeluk ayahnya. Mark, Nicky dan Bryan biasanya hanya berbalik sambil tertawa cekikikan.
“He’s like a baby!” bisik Bryan pada kedua temannya dengan tampang jahil.
Ruang Rekreasi
Mereka ber-empat sudah berkumpul di sebuah meja bundar berwarna perak. Kian segera membuka buku ‘Mantroufuchio’ yang selundupkannya petang tadi.
“Hey, Ki, dari manna kau dapatkan buku itu?” Tanya Nicky dengan mata berbinar.
Kian hanya tertawa renyah hingga membuat Nicky mati penasaran.
“Kau mencuri ya?” tuduh Bryan.
“Tentu tidak. Aku hanya meminjamnya sebentar,”
“Melalui Nanny McPhee?” Tanya Mark
“Tidak. Hanya meninggalkan pesan melalui angin di sekitar pustaka.” Ucap Kian.
Temannya hanya menggelengkan kepala seakan ingin menjewer telinga Kian. Dengan cepat Kian menggosok diamond yang terletak di sampul depan buku. Sedangkan Mark mengeluarkan empat helai daun berwarna ungu dari Frozhe Tree untuk masing-masing mereka. Tiba-tiba sinar hijau keemasan terpancar dari dalam buku. Seorang peri keluar sambil melompat kegirangan.
“Kalian sudah mendapatkannya?” Tanya Prinzigle.
Lalu Mark menunjukkan daun tersebut diikuti dengan senyumnya yang ramah. Prinzigle mengacungkan jempolnya dan mengangguk-angguk tak bermakna.
“Tapi, kami tidak tau cara memakannya. Apakah kau bisa membantu kami?”
Tanya Mark penuh harapan. Prinzigle terlihat sedang berpikir dan berkali-kali mendehem.
“Emm, kalian hanya perlu sedikit tambahan lagi. Kuberi pilihan, kalian bisa langsung memakan daun tersebut dengan keuntungan dapat membaca buku ini selama dua jam. Atau dengan bantuan minuman hangat namun dengan pengurangan waktu satu jam. Bagaimana?” Tanya Prinzigle.
“Memangnya sepahit apa rasa daun ini?”
“Lebih pahit dari pada serbuk kopi hitam yang belum disaring.”
Mereka ber-empat hanya terdiam. Terlihat Mark menelan ludah dengan wajah memucat.
“Kami ambil pilihan kedua.” Akhirnya Kian memutuskan dan wajah Mark kembali dialiri darah.
“Kalian hanya perlu sebuah labu dan secangkir teh hijau. Pertama, kalian potong labu tersebut menjadi empat bagian, setiap masing-masing mendapatkan satu. Lalu campurkan ke teh hijau lalu aduk. Setelah itu, celupkan daun ungu itu dengan sekali celupan. Dan tunggulah lima menit, lalu minum secara bersama-sama. Ramuan itu bernama Polyjuice. Mengerti?”
Terlihat Nicky, Bryan dan Kian menganggukkan kepalanya tanda paham. Namun lain dengan Mark, dia menutup mulutnya sambil memegang perut. Hari ini Mark terlihat lebih aneh.
“Hey, kau kenapa Mark? Ada masalah dengan labu?” Tanya Bryan.
“Ti..tidak. hanya saja aku tidak suka dengan aroma teh hijau sedangkan kita harus
meminumnya. Ku rasa aku ingin muntah, Bry.”
Terlihat Bryan hanya tertawa, cukup membuat Mark mendengus kesal.
***
“Jangan lupa berdoa dulu.” Ucap Nicky mengingatkan kawan-kawannya.
Setelah berdoa, dengan perlahan mereka meneguk ramuan tersebut. Mark meminumnya sambil menutup hidung dan alhasil dia tersedak. Akhirnya aroma yang sangat tak mengenakkan tercium oleh Mark.
“Jika tidak karena anak itu, aku tidak akan pernah mencoba meneguk ramuan terkutuk itu! Demi apapun!”
Teriak Mark sambil membersihkan sekitar mulutnya yang penuh akan cipratan ramuan Polyjuice. Prinzigle hanya tertawa geli melihat tingkah Mark itu.
“Waktu kalian hanya satu jam, dan dimulai dari sekarang!” teriak Prinzigle.
Akhirnya Kian dan kawan-kawan mulai bekerja sama membaca isi buku ‘Mantroufuchio’ tersebut. Mereka saling berbagi halaman demi mempersingkat waktu. Terlihat Bryan sedikit kesulitan karena sikunya selalu bertabrakan dengan lutut Mark yang kuat. Mereka kurang yakin akan usahanya ini. Secara logika, mencari suatu ramuan penghilang kutukan yang tidak jelas namanya hanya selama satu jam dengan tebal buku lebih dari 900 halaman.
Mereka mulai kelelahan, sebentar lagi jam akan berdentang menunjukkan pergantian waktu. Satu jam akan segera berakhir dan mereka sama sekali belum mendapatkan apa-apa.
“Tinggal dua puluh menit lagi.” Prinzigle memperingati mereka.
Masih dengan terengah-engah, mereka ber-empat tetap membolak-balik lembar demi lembar. Tiba-tiba Nicky berjengit. Dia sedikit menjerit dan menutup mulutnya. Lalu, dia tersenyum menandakan kemenangan.
“Lihat! Sepertinya aku menemukan nama kutukan itu! Silencio!
Bila seseorang terkena mantra ini, maka suaranya akan hilang!”
Kian segera merebut buku itu. Dia ingin membaca lebih jelas mempastikan Nicky tidak salah lihat.
“Kutukan ini adalah kutukan balas dendam. Yang mana biasanya terkena pada seorang bangsawan muda. Satu-satunya jalan untuk menyembuhkannya hanya menegukkan si penderita dengan air telaga Patrounusimour. Yang berlokasi di samping pohon dedalu liar arah selatan kerajaan Eoghan.”
Mereka semua terdiam. Suasana saat itu hening, sangat hening,
“Berarti perjuangan kita segera berakhir?” Tanya Mark hati-hati.
“Belum tentu, Mark. Siapa tau, akan lebih banyak rintangan di sana. kebetulan
aku pernah mendengar tentang pohon dedalu liar itu. Artinya…” ucap Nicky
“Kita akan memulai petualangan esok hari!” ucap mereka serempak.
Mark hanya menghela napas panjang…
-TBC-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar