Selasa, 28 Mei 2013

Bow and String-4

Tidak ada yang lebih membingungkan dibanding cinta. Sebuah kata yang katanya penuh makna, bisa membuatmu menangis sambil tertawa di saat yang sama. Aneh! Begitulah anggapan bagi mereka yang tidak mengerti.

Namun Lyana Lought sangat mengerti arti cinta yang sebenarnya. Atau setidaknya dia beranggapan begitu. Setelah apa yang ia lewati selama ini bersama bersama Barwyn Matheo. Terlalu banyak senyum untuk dihitung. dan terlalu banyak air mata yang sama sekali tidak ingin di ingat Lyana. Namun air mata kali ini, sepertinya tidak bisa dilupakan begitu saja. Lyana bahkan khawatir tidak akan bisa melupakannya.

Air matanya masih mengalir, tiap kali ia mengingat wajah Bawryn. Bagian yang mengesalkan adalah, banyak sekali benda yang dilihatnya, mengingatkan Lyana akan Barwyn. Seperti laki-laki yang berjalan dengan kaos Spott yang sedang tren di pasaran, Lyana akan menangis saat melihatnya. Ingatannya melayang pada Barwyn yang sangat menyukai model itu, dan hampir semua dari bajunya bermodel sama. Sayangnya ada ratusan orang yang menggunakan baju seperti itu di Sligo setiap harinya.

Ia tersenyum di dalam tangisnya. Membayangkan betapa lega Barwyn saat tidak lagi bersamanya dan bebas mendekati sang pujaan hati. Ia menangis di dalam tidrnya. Bermimpi betapa ia mencintai Bawyn yang tidak akan pernah bisa di dapatkannya lagi. Kejadian lima belas menit di depan kios itu pasti akan berefek lama, dalam , dan luas bagi Lyana.

Lyana tidak menghitung sudah berapa kotak tisu yang dihabiskannya. Lembar terakhir baru saja dilemparkannya pada tong sampah yang sudah melebihi kapasitas. Tangan mungilnya mengorek-ngorek kotak kosong yang seharusnya masih menyediakan tisu untuknya. Lyana terlalu perih, malas, dan kacau untuk membeli tisu ke luar. Selimut, bantal, dan beberapa sepraipun turut menjadi korban air matanya. Dan sepertinya, malam ini bukan hanya dia yang tersiksa. Betapa malangnya selimut yang sekarang sudah berlendir itu.

*

Tidak ada yang dapat mengingkara bahwa Alanna adalah sosok penari yang luar biasa. Tidak hanya dari caranya bergerak di atas lantai tari, namun dengan kegigihannya untuk berlatih sebelum menginjak lantai itu juga masuk hitungan.

Dari hari ke hari nyeri di pergelangan kaki kanannya berkulang, malau hanya sedikit demi sedikit. Namun setidaknya Alanna merasa lebih baik. Berterima kasihlah kepada dua laki-laki tampan Finnian dan Ciaran. Tidak ada stok laki-laki jelek di kediaman keluarga egan, bahkan yang sudah berumur sekalipun. Predikat seksi dipegang oleh yang paling tua. Namun jangan harap akan memiliki salah satu dari mereka, atau bersiaplah untuk sakit hati. Mereka semua memiliki pendamping masing-masing, yang lagi-lagi dihubungkan dengan kata cinta.

Mungkin bakat menari Alanna menurun dari ibunya yang merupakan mantan penari profesional. Namun tidak bisa diingkari bahwa sifat  Kian Egan juga diturankan disana. Terbukti dengan tatapan dinginnya yang kerap kali ia tunjukan jika Lyana lought ketika wanita itu menatapnya. Walau tak jarang pula Alanna membuang muka padanya.

Alanna menyukai dirinya yang tomboy. Menurut Alanna, tomboy itu memiliki banyak keuntungan, seperti: dia tidak perlu membuang waktu untuk mengecet kuku-kukunya, tidak perlu menggunakan rok yang memaksanya untuk bergerak terbatas, dan tidak perlu mengikuti tren fashion yang akan selalu berganti dalam kurun waktu sempit. Dan Alanna sangat bersyukur dengan rambut pendeknya! Sehingga ia tidak perlu repot-repot menggulung rambutnya sebelum menari.

Jika William berada di sini, menghadiri Ballet dance competition sebagai penonton. Ia akan sangat yakin bahwan Alanna adalah perempuan.karena William sering kali ragu akan sifatnya yang melenceng dari gadis-gadis pada umumnya.

Tutu berwarna biru muda, dan sepatu balet putihnya dusah melekat di tubuhnya. Stoking putihnya hampir sama putih dengan kulit aslinya. Kulitnya memang benar-benar putih, dan warna itu memang benar-benar cocok untuknya. Dia terlihat begitu menrik dengan kulit putih dan mata birunya. Siapa bilang gadis berkulit coklat saja yang terlihat menarik?

Alanna berdiri di belakang panggung, menunggu nomor urutannya tiba. Bengkak di kakinya sudah hampir tidak terlihat. Walau sebenarnya masih terlihat. Dia bersyukur kedua orang tuanya tidak tau. Finnian memang kakak yang baik, dan Alanna sangat menyayanginya. Walau tidak jarang Alanna ingin memukuli wajah kakaknya yang menyebalkan itu.

Seperti yang sudah Alanna perkirakan, kontestan di sini tidak bisa diremehkan begitu saja. Semuanya memiliki kemampuan diatas rata-rata. Beberapa di antaranya bahkan membuat Alanna kagum. Tapi satupun dari mereka tidak membuat Alanna berkecil hati. Ia sudah berlatih keras, dan ia juga sudah membuat banyak orang kagum kepadanya. Ia yakin pada kemampuannya sendiri.

Beberapa menit yang lalu Keavy bersamanya di belakang panggung, untuk mendampingi Alanna dan mempersiapkan segala sesuatu yang ia butuhkan. Namun, Alanna sudah melakukan semuanya sendiri dan menyuruh Keavy untuk duduk manis di bangku penonton sambil menunggunya berdiri di atas pentas.

Waktunya untuk peserta dengan nomor urut sepuluh, nomor urut yang dimiliki Alanna. Ia menarik nafas dalam sambil mengucapkan doa, kemudia mengeluarkannya. Ia berjalan dengan penuh percaya diri ke tengah panggung. Di bangku penonton Alanna bisa melihat seluruh anggota keluaraganya duduk berjejer di bangku penonton. Semuanya menyempatkan diri untuk menyaksikan Alanna hari ini. Beberapa gadis di bangku penonton terlihat cukup gaduh dengan tak henti-hentinya memandangi Kelly. Mau bagaimana lagi? Kelly sudah menjadi penyanyi pop muda yang terkenal, serta memiliki fans di mana-mana. Kelly sebisa mungkin memfokuskan perhatiannya hanya pada Alanna.

Musik dari Grand piano yang diletakkan di pinggir panggung mulai mengalun. Melodi lambat namun penuh dengan seni. Alanna bergerak sesuai irama dan ketukan dari lagu itu. Melakukan gerakan-gerakan yang telah dipelajarinya dan berekspresi sebagaimana seharusnya.

Ruangan itu hening, hanya piano dan ketukan kaki Alanna yang terdengar. Sepertinya harus begitu jika Alanna yang berada di atas panggung. Para juri dan penonton begitu fokus dan tidak berkutik saat ini. Jinjitan dari kaki-kakinya yang kokoh namun bergerak lentur sungguh elegan. Lambaian tangannya yang lembut begitu cantik dengan berkas cahaya yang meneranginya. Wajah cantiknya mengeluarkan ekspresi  yang sungguh nyata. Seperti dialah pemeran sebenarnya dalam kisah tersebut.

Perubahan-perubahan tempo dari melodi yang mengalun seperti bukan hambatan bagi Alanna. Ia tetap bergerak dengan indah dan memukau. Tempo cepat di mana ia harus bergerak lincah dan mengganti ekspresi di saat yang tepat. Tempo lambat di mana ia harus bergerak dengan lembut dan mempertahankan ekspresinya. Belum lagi ia harus secepat mungkin menyesuaikan diri dengan tempo yang beubah-ubah. Dan semua itu dilakukannya dengan kondisi pergelangan kaki yang belum sembuh. Alanna bisa merasakan sakitnya setiap kali pergelangan kakinya bergerak. Tidak ada penonton yang mengetahi rasa sakitnya. Semua itu tertutupi dengan sempurna oleh Alanna.

Lompatan di udara, yang membuatnya seperti terbang, dan melayang dengan tubuh begitu ringan adalah klimaks dari tarian tersebut. Setiap pasang mata bergerak tiap kali Alanna berpindah tempat. Mereka masih sangat antusias hingga piano berhenti bermain dan Alanna menunduk untuk mengucapkan terima kasih kepada mereka.

Alanna tersenyum puas ketika tepuk tangan meriah turut mengakhiri tarian tersebut. Keavy, Kian, dan tiga prajurit mereka tersenyum lebar pada Alanna.  Ruangan yang tadi begitu hening telah berubah menjadi sedikit gaduh. Alanna harus segera ke belakang panggung dan membiarkan peserta selanjutnya untuk naik ke atas panggung.

*

William merasa kesepian di ruangan musik yang terasa sangat luas dan bisu ini. Ia masih memainkan jari-jarinya  pada piano dan gitar yang tersedia di sana. piano itu masih mengeluarkan bunyi yang sama. Gitar itu mengalun seperti melodi yang biasa William mainkan. Namun William tau bahwa memang ada sesuatu yang kurang.

Alanna tidak di sini. Harusnya biola itu mengeluarkan bunyi khasnya, di bahu gadis cantik yang biasa memainkannya. Dan saat ini biola itu hanya diam berada di dalam kotaknya. William akui bahwa ia tidak bisa memainkan biola, namun ia mengeluarkan biola itu dari dalam kotaknya. Bukan untuk di mainkan, William hanya meratapi dan memegangi biola itu. Seakan biola itu akan menyampaikan kepada sang pemainnya bahwa William merindukannya di sini.

Perasaan aneh yang sering kali William rasakan. Tidak ada satupun yang tau akan perasaan itu. Dan William memang tidak menginginkan orang lain untuk tau. Tapi ia merasa kerinduannya ini harus diketahui oleh si pemain biola. Walupun William tidak akan mengungkapkannya.

*

Alanna tersenyum lebar, bahkan lebar sekali dengan tatapan tidak percaya. Namanya disebutkan sebagai juara pertama dalam kompetisi itu. Dan ia berada di atas panggung, menerima medali dan tropinya. Alanna sudah memiliki banyak medali dan tropi di dalam lemari penyimpanannya. Namun, untuk yang satu ini sangat berkesan karena jalannya menuju kompetisi internasional terbuka lebar di depan mata.

Setelah bersalaman dan memberi senyum kepada sang pemberi tropi, Alanna berlari ke belakang panggung dengan wajah yang sangat bahagia. Di belakang panggung, wajah-wajah bangga langsung menyambutnya. Keavy memeluk putrinya erat-erat lalu mengecupnya. Bertukar tatapan dan senyuman dan Keavy kesulitan untuk berkata-kata karena Alanna benar-benar anaknya! Anaknya yang membuatnya merasa sangat bangga dan menjadi orang tua paling bahagia di dunia. Walaupun ia sering merasakan hal yang sama pada ketiga putanya. Setelah Keavy, Kian memeluk Alanna erat-erat kemudian bergantian dengan ketiga saudara laki-lakinya.

“tadi itu..” Keavy kesulitan memilih kata-kata yang tepat “luar biasa! Indah sekali! Dan maa tidak melihat kekurangannya! Hebat sekali!”

“oke, dad memang tidak tau banyak soal balet, namun yang tadi itu, dad tidak akan ragu untuk mengucapkan bahwa kamu lebih dari pada luar biasa!” Kian tidak kalah bangganya dari Keavy.

“Thanks Maa, Dad.” Alanna mendekap Kian dan Keavy sekaligus, dan tropi yang dipegangnya cukup mengganggu, namun tidak membuatnya segera melepaskan dekapannya.

“ini luar biasa!” seru Finnian. “karena aku jarang sekali melihatmu pakai rok!” Alanna memandang Finnian dengan tatapan sinis. Di saat seperti inipun Finnian masih sempat menggodanya untuk berperang.

“jadi, bagaimana kakimu, sayang?” tanya Keavy. Alanna mengernyit mendengar ucapan itu. Seharusnya tidak ada pertanyaan tentang kaki saat ini. “pergelangannya masih sakit?” dan Alanna langsung beranggapan bahwa Finnian memilik mulut perempuan.

“Finn!”Alanna bersiap untuk menyalahkan Finnian.

“All, bukan ini bukan kesalahan Finnian.” Keavy segera menengahi.

“nah! Dengar, bukan salahku” ulang Finnian.

“Maa tau ada sesuatu yang lain darimu dan Maa memaksa Finnian utuk memberi tahu. Karena Maa tau kedatangan Ci malam itu dan jalanmu yang pincang” Keavy tersenyum menenangkan. “setiap ibu tau apa yang terjadi pada Anaknya, All”

“jadi, kakimu masih sakit, sayang?” tanya Kian dengan senyum lembut di wajahnya.

“sudah tidak lagi” Keavy segera menatapnya dengan tatapan dan senyuman yang berbicara ‘jangan bohong’. “ok, kadang masih terasa sakit” Alanna menjawab dengan jujur.

“syukurlah kita punya dokter di sini!” Keavy tersenyum pada Ciaran.

*

Hari itu William sangat senang. Ia bertemu dengan Alanna dan William sudah menebak apa yang akan terjadi. Alanna tidak menyentuh makan siangnya dan terus mengoceh tentang kompetisi kemarin. William tersenyum dan terus mendengarkan.

“dan saat mereka menyebutkan namaku sebagai pemenang utama, aku sangat sulit untuk mempercayainya namun aku segera percaya setelah menyentuh tropi itu aku berteriak di dalam hati ‘ini nyata!’ Maa, dad, Ci, Finn, dan Kelly langsung menyambutku di belakang panggung” Alanna melahap suapan pertamanya. “aku akan memakan makan siangku sebelum kamu suruh” Alanna tersenyum jahil pada William.

“Kompetisi internasional itu akan berlangsung bulan depan. Itu waktu yang cukup singkat bagiku, namun aku singguh tidak sabar untuk itu! Aku akan mengubah jadwal latihanku, mungkin sepulang sekolah aku tidak bisa ke ruang musik lagi”

William berhenti mengunyah makanannya dan menatap Alanna dengan tatapan ‘Oh tidak!’

“semakin tinggi level dari kompetisi ini, tentu persaingannya semakin sulit. Dan aku harus bisa lebih baik lagi. Aku sudah mendapatkan tiket menuju kesuksesan dan tidakakan aku sia-siakan”

William masih diam, namun ia segera bersikap sebiasa mungkin dan kembali menyantap makan siangnya. Entah kenapa rasa dari makan siangnya berubah setelah mendengar kalimat Alanna tadi.
“dan aku minta maaf” seru Alanna dengan suara lemah.  William memandang Alanna.
“maaf? Untuk apa?” William  sedikit mengerti ke mana pembicaraan ini, hanya saja apa Alasan Alanna untuk kata maaf itu.
“karena tidak bisa ke ruang musik lagi, menemanimu bermain musik” jawab Alanna sama lemah dengan yang sebelumnya.
“tidak perlu meminta maaf, itu bukan kesalahan.”  William mencoba menenangkan. “lagipula, aku sudah terbiasa bermain di ruang musik seorang diri bukan? Seperti dulu?” William tersenyum meyakinkan. Dan Alanna merasa sedikit lega dengan senyuman itu.
Ruang musik itu telah mendekatkan mereka. Bahkan membuat lubang di hati William secara tiba-tiba, dan kemudian Alanna datang dan menutup lubang itu. Sekarang Alanna pergi dan lubang itu terbuka lagi. Kenapa ruang musik itu bisa menjadi susuatu yang membuatnya merasa begini? Mungkin bukan kesalahan dari ruang musik.

Mereka melanjutkan makan siang mereka. Dengan kehambaran dan kekosongan di hati, William menyantap makan siangnya yang seperti tidak berasa itu. Berusaha menghibur dirinya sendiri dengan ucapan ‘setidaknya kamu masih bisa melihatnya setiap hari’
 William tidak akan memberitahukan siapaun tentang rasa sepinya. Tidak perlu ada yang tau bahkan Alanna, yang akan dirindukan sekalipun. Biarlah ini tetap seperti ini. Karena mungkin memang harus seperti ini.


Komen komen komen.. :D silahkan dikritik sesuka hati... maaf atas typo, karena typo adalah penyakit akut yang sulit disembuhkan XD *ngeles* sama halnya dengan amnesiaku yang melupakan Finnian itu pirang (gawat! Entar emaknya ngamuk!)
Hahahahahahaha XDv

Bow and String- 3


Alanna, untuk kesekian kalinya, membuat orang-orang di sekitarnya terhanyut dalam keindahan. Bahkan mereka begitu kesulitan hanya untuk mengedipkan mata mereka. Beberapa dari mereka bahkan mematung dengan mulut menganga.

Kedua tangannya berayun lembut di antara berkas cahaya yang meneranginya. Ujung kakinya berdiri kokoh sempurna, menopang tubuh rampingnya. Posisi punggung hingga lehernya begitu tegap, namun bisa jadi begitu lentur di saat-saat tertentu. Loncatan dan putaran di udara yang dilakukannya, seakan mengajak orang-orang untuk ikut terbang bersamanya. Pada saat ia melayang di udara, orang-orang akan berfikir betapa ringan tubuhnya.

Tidak hanya berhenti sampai di sana. Tulang pipinya yang sedikit meninjol, hidung mancung, dan bola mata biru cerahnya ,yang merupakan warisan kuat dari ayahnya, semuanya tertata dengan dindah di wajahnya. Setiap detail yang diciptakan di wajahnya, selalu terlukis dengan indah. Ekspresinya saat menari, terpancar dengan kuat. Menambah tiap-tiap detail keindahan dalam tarian yang dimainkannya. Tarian yang dibawakannya begitu hidup. Mereka yang melihatnya akan paham dan terhanyut dalam keindahan itu.

Sang angsa begitu lemah. Wajahanya begitu menahan perih yang tak tertahankan. Memluk tubuhnya sendiri, seolah itu akan membantunya untuk melawan rasa sakit yang menyerangnya. Kaki-kaki rapuhnya mulai goyah. Hanya perlu menunggu waktu hingga akhirnya lutut sang angsa melekat pada tanah yang dipijaknya.

Dia tidak akan kuat menahan penderitaan ini.

Perlahan kepalanya menunduk menghadap tanah yang menggendongnya. Tidak ada lagi harapan untuknya. Tidak ada kekuatan yang tersisa untuk melawan semua penderitaan itu. Semua telah sirna, maka berakhirlah perjalanannya.

“prok..prok..prok..” tepuk tangan meriah yang ditujuka untuk Alanna, begitu ia selesai membawakan tariannya.Ruangan itu kembali gaduh setelah, untuk beberapa saat hening, dan tarian itu adalah penyebabnya. Alanna tersenyum dengan reaksi teman-temannya. Ekspresi angsa yang putus asa tadi sirna seiring dengan keriuhan itu.

Mrs.Batley, pembimbing klub balet berjalan menuju tempat Alanna berdiri. Ia masih menepuk-nepuk kedua tangannya. Tanda ia juga sama kagum dengan yang lainnya.
“Bagus sekali, All. Kurasa aku sudah membuat keputusan” wanita itu tersenyum ramah. “kamu yang akan tampil pada International Ballet Competition, bulan depan!”

Padasaat itu Alanna tersenyum lebar. Tidak mungkin ia menolaknya

*

“kamu tau apa yang Mrs.Batley katakan tentang kompetisi itu? Itu adalah jalan tersingkat untuk kompetisi internasional! Aku hanya perlu memenangkan kompetisi bulan depan dan aku akan mengikuti kompetisi tingkat internasional! Kamu tau apa artinya itu? Aku harus bisa menang bulan depan!” Alanna bercerita dengan penuh semangat tentang kompetisi yang akan diikutinya bulan depan. Ia bahkan belum menyentuh makan siangkanya sedikitpun. Sepertinya ia sudah cukup kenyang hanya dengan menceritakan kebahagiaannya.

“aku harus berlatih lebih keras lagi. Lawan-lawanku  tidak bisa dianggap remeh. Mereka pasti orang-orang ang hebat!”
“ya ya ya..” William nyaris tertawa melihat wajah penuh semangat Alanna. Apalagi dengan ocehannya yang membuat ia telihat lucu. William tidak bisa menahan diri untuk tersenyum. “setidaknya habiskan dulu makan siangmu. Lalu silahkan lanjutkan ceritamu”

Alanna tertawa, kemudian melahap suapan pertama makan siangnya.

“Ally”  Seru William saat Alanna inin memasukkan sendok ke dalam mulutnya. “selamat! Kamu memang hebat, sama seperti ibumu.” William tersenyum manis.

Alanna menyuap makanannya kemudia mengunyahnya dengan cepat, lalu menelannya. “kamu pernah melihat maa menari?”

“tidak” jawab William sambil mengunyah sisa makanan di mulitnya sebelum ditelan. “tapi papa menceritakan bahwa ibumu penari yang hebat!”

“yeah, ayahmu benar”

*

Alanna, akhir-akhir ini juga sudah menganggap ruang musik sebagai rumah keduanya. Setelah memaksa Finnian untuk menjemputnya lebih lambat, maka disinilah ia sekarang. Berdiri di depan piano yang sedang dimainkan William. Dan Alanna memainkan Biola yang berada di pundaknya.

“bisa naikkan temponya?” Pinta Alanna. William tersenyum dengan tantangan tersebut.

Tempo dari lagu yang mereka mainkan bertambah cepat. Hentakan tumit kanan William semakin kencang ingga pada akhirnya ia menyerah untuk mengentakkan mereka. Alanna dengan lincah menekan-nekan string biolanya, dan menggesek-gesekkan bow dengan mahir. Bow di tangan Alanna bergerak semakin cepat. Hingga akhirnya tempo sari kedua alat musik itu seperti salaing mengejar.

Melodi yang berantakan terdengar aneh di telinga, namun mereka masih terus bermain dengan sesuka hati mereka. Jari-jari Alanna mulai terasa pegal. Begitu juga dengan William. Keduanya tertawa mendengar kolaborasi mereka yang berantakan. Kemudian mereka berhenti bermain. Alanna duduk di samping William.

“kacau sekali!” seru Alanna.
“yeah, tidak semua yang cepat itu bagus.”

Alanna memperhatikan jari-jarinya, warnah merah cerah terlihat jelas di ujung-ujung jarinya. Kemudian ia meniup-niupnya.

“Tapi cepat itu menantang!” Alanna kembali berdiri di depan Piano. Biola yang tadi di mainkannya segera di kembalikan ke tempat semula. “bisa mainkan Annie’s song?” Pinta Alanna. William mengangguk dan mulai memainkan pioanonya lagi.

Alanna mulai bergerak. Hanya gerakan ringan dari beberpa gerakan balet. Lagipula ia menggunakan Sneekers, bukan sepatu baletnya.  Tapi biar bagaimanapun, orang-orang akan tau betapa lentur tubuh itu.

“terus mainkan!” Alanna berjalan ke luar ruangan. Terus berjalan hingga ia dapat melihat ke luar melalui jendela. “You fill up mi senses-John denver tetap mengalun lembut di udara. Alanna bisa melihat sedan merah berhenti di depan sekolah. Laki-laki tinggi berambut coklat keluar dari pintu pengemudi. Alanna segera masuk ke ruang musik tempat William masih asik bersama piano.

“Finnian sudah menjemput” Alanna menyambar tasnya yang tergeletak sembarangan di atas lantai. “sampai ketemu besok!” Alanna tersenyum, kemudian menghilang di balik pintu. Untungnya William sampat mengucapkan “bye” dan membalas senyuman itu.

Sampai bertemu besok? William tidak sabar menanti hari esok tiba. William memainkan pianonya, berharap beberapa lagu yang dimainkannya akan mengantarkannya kepada hari esok.

*

Langit biru yang cerah, dengan gumpalan awan-awan putih yang beragam bentuknya. Angin sepoi yang sejuk bercampur dengan kehangatan sinar matahari. Beberapa burung terbang bersama rombongannya menuju pantai. Mungkin begitulah gambaran kota Sligo di pagi hari.

Murid kelas satu, tepatnya kelas Alanna, sudah berkumpul di tengah lapangan. Pelajaran olahraga memang selalu dilakukan di pagi hari saat matahari belum mengeluarkan panas teriknya. Setelah melakukan pemanasan yang diikuti asal-asalan oleh beberapa siswa perempuannya. Inti dari pelajaran olahraga akan segera mereka hadapi. Setelah Mr.Trox mengeluarkan suara lantangnya melewati kumisnya yang memutih.

“mungkin kalian semua sudah cukup famliar dengan istilah lari sprint. Kita akan mencobanya hari ini, dimulai dari siswa putri” baru satu kalimat yang terucap dari bibir berkumis Mr.Trox tapi beberapa parempuan sudah mengeluarkan sepuluh keluhan mereka. Mereka tentu akan memilih berada di dalam ruangan sambil mengecat kuku-kuku mereka dari pada berlari, kemudia berkeringat dan bau.

Mereka tetap mengoceh, mengeluarkan desas-desus keluahan mereka. Tapi tidak ada satupun yang berani mengeluh langsung kepada Mr.Trox. beberapa detik kemudian suasana hening, setelah Mr.Trox memplototi mereka dengan wajah tua yang garang. Setelah itu Mr.Trox menjelaskan tata tertib olahraga itu.

Dari sekian banyak siswa perempuan, hanya beberapa yang sama sekali tidak mengoceh. Bisa dibayangkan betapa berisiknya kelas itu dengan beranggotakan wanita-wanita bawel. Salah satu dari mereka yang sama sekali tidak mengeluh adalah, Alanna. Baginya, untuk apa membuang tenaga dengan mengeluh. Lebih baik tenaga itu disimpan untuk mendapatkan A+ pada pelajaran ini.

Lima orang siswa berbaris sejajar di antara garis-garis putih panjang yang memisahkan mereka satu sama lain. Tiga di antaranya memasang wajah muram, merengut dengan bibir maju, yang membuat wajah mereka terlihat aneh. Alanna, dan teman di sampingnya hanya diam, fokus pada garis akhir. Menyiapkan kuda-kuda merekauntuk segera berlari. Bahkan sebelum berlari, jantung mereka berdetak kencang.

Suara pluit plastik Mr.Trox bergema di lapangan. Tepat setelah pluit itu berbunyi, kelima perempuan tadi berlari meninggalkan garis start.semua berlari kencang di awal di awal permainan, namun belum setengah dari jalur lintasan beberapa dari mereka sudah kelelahan, dan kecepatan mereka turun drastis.

Alanna dan teman di sampingnya berlari dengan kecepatan tetap. Berlari, bukanlah hal besar bagi Alanna dibandingkan dengan menari berjam-jam tiada henti. Apalagi jika itu gerakan yang rumit yang menguras tenaga! Mungkin, karena teman di sampingnya ini juga seorang penari balet seperti dirinya. Alanna tidak begitu heran jika mereka saling mengejar.

*

Tidak ada satupun yang melihat lirikan jahat itu. Terlebih karena lirikan itu hanya berlangsung selama sepersekian detik saja. Derap kaki mereka begitu kencang. Mungkin tidak ada yang melihat dengan jelas bagaimana kaki kiri gadis itu menghantam kaki kanan Alanna.

Keduanya kehilangan keseimbangan. Tidak sampai sedetik setelah itu keduanya jatuh dengan tanah keras menyambut tubuh mereka. Keduanya dapat meresakan panas di tubuh mereka. Entah itu panas dari tubuh mereka yang kelelahan berlari, atau karena tanah keras itu bergesek kasar di kulit mereka.

Keduanya terjatuh, orang-orang tentu akan mengira bahwa semua ini sebuah ketidak sengajaan. Hanya keolengan seorang gadis yang tidak terlalau fokus pada lintasan.

Tetapi di depan sana, ada yang melihatnya dengan sangat jelas. Dan detail.

*

“Argh..” Alanna mengerang di atas tanah keras itu. Berusaha bangkit dan ia dapat merasakan perih di sekitar tubuhnya. Beberapa orang, termasuk Mr.Trox datang mengerubuni mereka dan membantu mereka untuk berdiri.

“kalian baik-baik saja?” Tanya Mr.Trox saat mereka berdiri. Alanna tidak menjawab, namun ia mengerang saat kaki kanannya dipijakkan ke tanah. Alanna merasakan sakit di mana-mana. Kedua matanya menyapu seluruh tubuhnya, dan ia mendapati beberapa luka lecet di tubuhnya. Lututnya memerah, dan bintik kecil berupa darah keluar dari sana. Serpih-serpih tanah bahkan melekat pada lukanya.

Melihat keadaan Alanna yang hanya meringis (Alanna tidak akan meringis jika tidak benar-benar sakit. Dia mirip dengan seorang pria) dan keadaan anak perempuan di sebelahnya yang juga mengalami luka lecet,  Mr.Trox segera menyuruh beberapa orang untuk mengntar mereka ke ruang kesehatan.

*
Alanna bersi keras bahwa ia baik-baik saja. Itu hanya luka lecet biasa yang akan hilang sakitnya dalam hitungan hari. Sakit di pergelangan kaki kanannya dapat diabaikan karena Alanna masih sanggup berjalan bahkan ia yakin hanya dengan krim pegal-pegal murahan sekalipun, sakit itu pasti akan lenyap.

Lyana, orang yang jatuh bersamanya tadi meminta maaf saat mereka berada di ruang kesehatan. Entah berapa kali ia meminta maat atas ketidak sengajaannya itu. Ia menjelaskan bagaimana ia hanya terpaku pada garis akhir dan tidak fokus pada lintasan. Alanna segera memaafkannya, bahkan berkali-kali karena Lyana juga tidak henti-hentinya meminta maaf. Alanna meyakinkan bahwa ia akan segera sembuh dalam waktu dekat. Yang pasti sebelum kompetisi itu berlangsung, 4 hari lagi. Padahal Alanna cukup khawatir kejadian ini akan menghalanginya untuk kompetisi itu. Alanna juga mengkhawatirkan luka-luka Lyana yang sebenarnya bukan apa-apa. Hanya sedikit ringan dan beberapa hari kedepan akan berubah menjadi koreng.

Alanna segera keluar dari ruang kesehatan, menukar baju olahraganya dan beristirahat di dalam kelas. Sesekali ia merasa nyeri di pergelangan kaki kanannya. Namun Alanna mengabaikan rasa sakit itu. Menurutnya penari balat pasti pernah mangalami hal yang sama. Atau mungkin yang lebih parah..

*

Alanna memilih untuk tidak makan siang hari ini. Pergelangan kakinya terasa semakin sakit , dan itu membuatnya malas untuk bergerak apalagi berpindah tempat. Namun Alanna masih bersyukur, kaki kanannya masih bisa digerakkan. Artinya, itu bukan sesuatu yang parah, kakinya tidak patah. Mungkin Alanna akan menghabiskan waktunya di sini hingga sekolah usai. Kekhawatirannya berambah saat Alanna merasa nyeri saat pergelangan kakinya bergerak.

*

William duduk di bangku piano yang hampir setiap hari didudukinya. Jari-jarinya bergerak lincah di atas tuts hitam putih. Sesekali ia bersenandung atau bahkan bernyanyi. Melodi yang dimainkannya terdengar indah, namun  William merasa ada sesuatu yang kurang.William berhenti bermain dan menatap biola yang bersandar di dekat dinding. Kemana Alanna? Karena dialah bagian yang kurang itu.

William sudah berada di sini sekitar lima belas menit yang lalu. Ok, baru lima belas menit namun terasa cukup lama bagi William. Banyak kemungkinan kemungkinan yang bisa Alanna lakukan dalam lima belas menit itu. Bisa saja ia masih mengerjakan tugasnya yang hampir selesai, pergi ke toilet, atau mungkin sudah pulang ke rumahnya.

William sedikit kecewa memikirkan kemungkinan yang terakhir. Biar bagaimanapun Alanna belum pernah seterlambat ini untuk ke ruang musik. ‘cukup’ pikir William. Ini sudah terlalu lama baginya untuk menunggu. Ayolah William, ini baru lima belas menit!

William berdiri dari bangku pianonya dan memutuskan untuk mencari Alanna di kelasnya.

*
Lyana Lought, seorang perempuan feminim yang cantik dan sangat anggun. Rambut pirang sepunggungnya yang berkilau sangat indah dengan kulit putih pucatnya. Mata hijau dan hidung paruh burungnya melekat indah di wajahnya. Ditambahlagi dengan poni yang menutupi jidatnya,predikat imut pasti menjadi miliknya.

Berberapa tahun lalu seorang pria pirang bermata biru menyatakan cinta padanya. Barwyn Matheo. Sungguh Lyana tidak bisa membohongi perasaannya, dan bagaimana ia tidak dapat menahan kagum dengan laki-laki tampan di hadapannya itu. Barwyn adalah laki-laki yang tidak banyak bicara bahkan Lyana jarang sekali berbicara dengan Barwyn sebelumnya. Sulit untuk mempercyai bahwa laki-laki itu mencintai Lyana. Namun itulah kenyataannya. Barwyn tidak banyak berbicara, namun tiap tidakan yang dilakukannya seakan selalu bisa membuat Lyana tersenyum. Lyana begitu bersyukur mendapatkan lelaki manis itu. dan yang lebih membuat Lyana senang adalah laki-laki itu berada di sekolah yang sama dengannya.

Ia juga seorang primadona dalam klub balet. Kemampuannya dalam menari tidak bisa diremehkan. Tubuhnya yang lentur dan gerakannya yang anggun, selalu menyita perhatian Mrs.Baltey dan teman-temannya. Di sekolah lamanya, ia selalu di tunjuk untuk mengikuti berbagai lomba balet, dari kontes-kontes biasa hingga ajang bergengsi. Tak jarang pula ia keluar sebagai pemenang. Walau tak jarang juga ia kalah dalam kompetisi.

Ia telah mengetahui tentang Balet Internation competition sejak beberapa bulan lalu. Dan untuk alasan itulah, ia berlatih setiap hari hingga berat badannya turun beberapa kilo. Yang membuatnya sedikit kesal adalah celanannya yang menjadi kebesara dan seringkali turun saat ia berlari. Ia selalu membayangkan bagaimana jika ia berada di panggung dengan cahaya terang dan tepuk tangan penonton yang menangis terharu. Hal itu yang membuatnya tidak kenal lelah untuk berlatih. Mimpi-mimpinya untuk maju ke dunia internasional selalu bisa membuatnya tersenyum.

Namun pada hari itu, senyum akan mimpi-mimpinya menghilang. Diganti dengan tamparan pedas dari Mrs.Batley. ia berlatih keras  lelah setiap hari, bahkan untuk membuat PR saja dia nyaris tidak sanggup lagi sangkin lelahnya. Sepatu baletnyapun ikut menjadi korban atas kerasnya latihan yang ia lakukan.

Dunia ini tidak adil! Itu hal pertama yang Lyana sadari saat Mrs.Batley menghampiri Alanna dan menyerahkan kompetisi itu kepada Alanna. Kerja kerasnya sia-sia begitu saja hanya dengan ucapan dari Mrs.Batley.

Tidak ada yang tau bagaimana sakitnya perasaan gadis pirang itu. tidak Mrs.Batley apalagi Alanna yang tersenyum puas. Setelah keluar dari ruangan yang penuh tepuk tangan itu, ia menangis sejadi-jadinya. Tanpa ada satupun yang tau.

Ia tidak menyalahkan dirinya sendiri, dia sudah cukup menderita dengan latihan itu. akhirnya ia sadar satuhal. Mrs.Batley tidak tau betapa gigihnya dia. Harusnya ia yang mendapatkan kompetisi itu kalau saja, Alanna tidak ada.

Dalam lari Sprint pagi ini, entah kenapa ia bisa bersebelahan dengan Alanna, orang yang tidak ingin ditemuinya saat ini. Melihat wajah focus Alanna saja membuatnya jijik. Saat Mr.Trox meniup pluitnya mereka bersaing, dan persaingan itu sangat sengit karena Alanna adalah wanita yang tangguh.  

Ditengah-tengah pertarungah sengit itu, muncul ide jahat yang entah datang dari mana. Mata kejamnya melirik ke kanan, tepat pada wajah Alanna. Akting nya begitu hebat, sengaja menyandung kaki kanan Alanna dan tidak ada seorangpun yang tau bahwa itu disengaja. Termasuk Alanna sendiri, yang fokos menatap ke depan.

Meminta maaf dengan nada memelas yang sebenarnya membuat ia jijik sendiri. Dan dengan bodohnya Alanna memaafkannya, dan yang membuat Lyana semakin muak adalah saat Alanna mengkhawatirkan luka-luka kecilnya.

Awalnya ia merasa tidak puas dengan Alanna yang masih dapat berdiri bahkan berjalan setelah ia sempat berkata bahwa pergelangan kaki kanannya sakit. Rasanya Lyana ingin menendang kaki Alanna sekali lagi agar ia tidak dapat berdiri. Namun setelah melihat Alanna tidak beranjak dari tempat duduknya seharian ini, ia merasa puas. Setidaknya itu akan menghambat latihan baletnya, atau bagian yang paling disukai Lyana. Alanna tidak bisa ikut kompetisi dan dia yang akan menggantikannya. Sekalipun Alanna tetap bersikeras untuk ikut, Lyana yakin ia hanya akan kalah dengan menanggung malu atas keegoisannya sendiri.

Lyana baru saja keluar dari toilet setelah menata rambut dan penampilannya. Sekolah mulai sepi dan ia harus segera sampai di rumah. Namun tangan kekar yang begitu dikenal Lyana, menahannya untuk keluar dari Toilet wanita yang agak bau itu.

“Barry..” Lyana tersenyum begitu mengetahui siapa pemilik tangan kekar itu.
“yang kamu lakukan pagi tadi, itu sengaja kan?” Barwyn mengintrogasi kekasihnya itu, dan Lyana hanya mengeryit tidak mengerti. “Lari Sprint dan kamu sengaja menyandung kaki kanan Alanna”

Lyana terdiam kemudian menelan ludahnya. Ia yakin aksinya tadi begitu sempurna, seharusnya tidak ada seorangpun yang tau akan hal itu, termasuk Barry! Lyana tetap memasang wajah tidak mengerti.

“jawab Lyana!” bentak Barry. Lyana tersentak kaget. Barwyn itu jarang berbicara apalagi membentak! Ini kali pertama Barrylah membentaknya. Wajah Lyana memanas, kemarahan dan ketakutan menjadi satu.

“aku tidak melakukannya! Kamu tau itu semua tidak sengaja, aku focus pada garis finish dan tidak memperhatikan langkahku! Apa kamu tidaj percaya padaku?!” Lyana balas membentak.

“tentu aku tidak mempercayainya! Kau tersenyum licik sambil sebelum kejadian itu,melirik Lyana dan kaki kanannya! Kemudia kau berpura-pura focus ke depan dan tubuhmu semakin bergerak ke kanan!”

“itu ti_”

“iya itu benar! Aku lihat semuanya karena aku ada di depanmu saat itu!” Barwyn mengenduskan nafasnya , setelah beberapa saat nafasnya tertahan oleh omongannya. “dan karena aku sangat mengenalmu” kata-kata terakhirnya terdengar lirih.

“Barry..” Lyana bersiap untuk menangis matanya mencari-cari mata Barwyn, namun Barwyn menundukkan wajahnya. “Maafkan aku..” Lyana berusaha untuk berbicara di tengah tangisannya. “kamu benar. Semua yang kamu katakana benar. Aku mendengar semua ucapanmu dengan jelas, bahkan tiap katanya. Dan aku dengar jelas ucapanmu yang terakhir”

Saat itu segalanya terasa hening. Hanya desah dari keduanya yang terdengar. Namun ada satu suara lagi, bukan dari mereka berdua namun orang lain. Orang itu berjalan pincang, dengan susah payah menghampiri mereka. wajahnya memerah dengan garangnya.

“Jadi itu semua sengaja?!” Alanna berusaha menahan emosinya. “tapi Kenapa?”

Lyana masih menangis tanpa menjawab pertanyaan Alanna. “Kenapa?!” Alanna meninggikan suaranya dan membuat Lyana tersentak kaget. “kamu tau kompetisi balet itu akan berlangsung kurang dari satu minggu lagi! Dan kamu sengaja membuatku terjatuh?! Kamu tidak tau betapa aku mendambakan kompetisi itu!”

“itulah tujuanku!” pekik Lyana. “Kau sendiri tidak tau bagaimana perasaanku saat tidak mendapatkan kompetisi itu! kau kira bagaimana usahaku untuk mendapatkannya?! Aku yakin kau tidak akan kuat jika menjadi aku! Kau kira hanya dirimu yang mendambakan kompetisi itu?! aku juga! Asal kau tau itu!”

“Lyana cukup!” bentak Barwyn.

“Diam Barry! Biar kujelaskan semuanya pada gadis sialan ini!”

“dia tidak bersalah!”

“kau membelanya?!” Lyana menatap Barwyn tajam, menembus air matanya. Barwyn menunduk. Kemudian ia membelakangi Lyana dan menjauh dari tempat itu. Lyana menangis sejadi-jadinya.

“Kau lihat!” di tengah-tengah isakannya. “Kau rebut kompetisi itu dariku, dan sekarang kau rebut Barwynku juga?!”

“aku tidak merebutnya darimu!”

“kau mengambil segalanya dariku Alanna! Dan kau pantas dengan kaki pincangmu! Kuharap kau kalah dalam kompetisi itu! kuharap kau mempermalukan dirimu sendiri dalam kompetisi itu! oh, itupun kalau kau masih bisa mengikutinya. Aku juga berharap agar kakimu tidak pernah sembuh”

“jadi kau ingin menghentikanku?! Kuberitau kau satu hal! Apapun yang kau lakukan untuk menghentikanku, percayalah kau tidak akan berhasil. Dan pergelangan kakiku yang sakit ini, bukanlah apa-apa bagiku untuk mundur!”

“kita lihat saja nanti nona sialan! Kau atau aku yang akan berdiri di kompetisi itu!” ia tersenyum sinis dengan airmata yang masih mengalir dari matanya. Berjalan keluat dari toilet itu dan dengan sengaja menghantapkan bahunya pada Alanna.

Jika saja yang tadi itu bukan perembuan, pasti Alanna sudah memukulinya habis-habisan! Alanna menggerakkan kakinya yang makin bertambah sakit. Ia mulai ketakutan, bagaimana jika ia kalah dalam kompetisi itu? atau yang lebih buruknya, ia tidak bisa mengikutinya. Ketakutan, kemarahan dan rasa sakit membuatnya tidak mencium aroma aneh di toilet itu.

“Ally!” suara yang begitu di kenalnya , dan tidak jauh berada di dekatnya. Ally menoleh pada suara itu, dan benar tebakannya, itu suara William. Ally menebak, William pasti akan bertanya, sedang apa dia bediri di ambang pintu toilet dengan wajah garang.

*

William menuruni anak tangga, karena ruang music berada di lantai dua bangunan itu. William tidak keberatan untuk mencari Lyana, walaupun ia kurang suka harus melewati toilet perempuan, yang memiliki bau aneh.

Dia baru saja turun dari tangga, dan ia dapat mendengar dengan jelas suara teriakan wanita yang menurut perkiraan William berasal dari toilet perempuan. Dari antara teriakan itu, William mengenali sebuah suara. Suara Alanna. William segera berjalan ke sana. Tak lama kemudia Lyana keluar sambil menangis dan sepertinya terburu-buru. William semakin bertanya-tanya, apa sebenarnya yang terjadi.

William tidak bermaksud untuk masuk ke dalam toilet wanita, apalagi dia tau bagaimana baunya. Namun di ambang pintu itu, Alanna berdiri dengan wajah penuh kekesalan.

“ally!” panggil William. Ally mendengarnya, kemudian berbalik menghadap William. “Aku baru akan mencarimu ke kelas.” Ally tidak merespon . Biasanya di saat seperti ini Ally pasti akan menanggapinya dan tidak membirkan ada kekosongan dialog di antara mereka. William berusaha mencari pokok pembicaraan dan ia mengingat apa yang baru saja di lihatnya. “tadi aku melihat Lyana keluar dari sini, tapi dia menangis. Kamu tau kenapa?”

Ally menatap William, kali ini matanya penuh dengan kesedihan. Dan William sudah ketakutan akan ucapannya barusan. “nanti kuceritakan, ayo kita ke ruang music” Alanna tersenyum menatapnya.

*

William memasang kedua telinganya baik-baik saat Alanna menceritakan apa yang terjadi padanya. mulai dari wajah polos Lyana hingga akhirnya semua terbongkar. William paham bahwa bagian tersakit dari cerita itu bukan saat Alanna terjatuh dan luka-luka. Tetapi Kekhawatiran jika ia tidak bisa berdiri di di panggung  Internasional Ballet Competition adalah bentuk sebuah kesakitan yang sangat mengerikan.

William sama geramnya dengan Alanna saat mendengar cerita itu. Begitu liciknya gadis mungil yang cantik itu. Tadinya Alanna hanya duduk manis di samping William. Namun hanya sebentar. Hanya untuk memberitahu William apa yang terjadi. Setelah itu ia berjalan pincang dan berdiri di tengah ruangan yang lapang.

Alanna melepaskan Sneekers-nya. Posisi badannya tegap dengan kakinya yang berdiri sempurna. Alanna tau pasti ini akan menyakitkan, tapi yang terpenting ia bisa melakukannya. Kedua tumitnya mulai naik meninggalkan lantai. Alanna berusaha untuk menahan sakitnya. Semakin tinggi dan semakin tinggi. Alanna sadar, tidak ada tarian balet yang akan lolos kompetisi tanpa gerakan menjinjit khas tari balet. Kaki-kakinya belum berdiri dengan kokoh, namun dengan kejam dirobohkan oleh rasa sakitnya.

William dengan sigap menuju Alanna. Syukurlah, Alanna masih berdiri walaupun nyaris jatuh. William tidak punya niat sedikitpun untuk meninggalkan Alanna. Walau hanya semeter saja. Alanna berusahakembali mencoba. Dan ia meringis saat melakukannya.

“Ally, jangan dipaksa jika belum bisa”

Alanna berhenti mencoba lalu menatap William dengan penuh kesedihan, ketakutan, kekecewaan, semuanya bercampur aduk.

“aku harus bisa, Will” Alanna kembali mencoba. William berdiri tepat didepannya. Alanna hampir bisa namun ia kembali goyah. William tau betapa sakitnya Alanna. Saat Alanna mulai hilang keseimbangan, William segera menengkram kedua tangan Alanna sebelum ia di sambut oleh lantai keras.

“Alanna! Hentikan!”

*

Finnian memperhatikan langkah Alanna dari belakang, saat mereka akan memasuki rumah. Finnian sebenarnya telah menyadari langkah pincang Alanna saat ia berjalan menuju mobil. Saat Finnian bertanya apa yang terjadi dengan kakinya, Alanna hanya menjawab sekedarnya “jatuh”.

Finnian memperhatikan wajah adiknya, yang menurut tebakan Finnian sedang bad mood. Finnian sedang tidak ingin memancing emosi Alanna, atau lebih tepatnya tidak memancing emosi Alanna dalam suasana seperti ini.

Selama di perjalanan mereka hanya diam. Beberpa lagu Lobo yang diputar di radio terus mengalun walaupun dua bersaudara itu tidak mendengarkannya. Finnian sadar ada sesuatu yang aneh dengan adiknya. “ini bukan Ally. Ally seharusnya cerewet dan sedikit menyebalkan”

Begitu tiba di rumah, Alanna tetap tidak mengucapkan sepatah katapun. Finnian mengetahui bahwa Alanna memaksa kaki-kakinya untuk tetap berjalan normal. Namun cara berjalan Alanna tersebut terlihat aneh di mata Finnian. Karena Finnian sangat kenal dengan cara berjalan Alanna.

Tidak sampai di sana keanehan yang Finnian lihat. Seharian itu Alanna tidak ke kemana-mana selain di kamar tidurnya. Mengurung diri di kamar seperti itu tentu bukan Alanna. Seharusnya ia berada di atas sofa dan melemparkan beberapa bantal ke wajah Finnian. Atau memergoki Finnian yang sedang menelpon pacarnya. Kemudian menertawainya. Dan satu lagi, seharusnya mereka bertengkar hari ini. Karena bertengkar adalah jadwal rutin harian mereka. Yeah, harusnya ada hal sepele yang mereka ributkan hari ini.

*

Alanna mengurung dirinya di kamar. Berdiri di depan cermin yang memantulkan bayangannya. Alanna bisa melihat pergelangan kaki kanannya mulai membengkak. Alanna menarik nafas panjang kemudia menghembuskannya. Perlahan-lahan ia mencoba untuk menggerakkan kaki kanannya. Inya Memetur-mutar pergelangan kakinya dan itu membuatnya meringis.

Kompetisi itu akan tiba dalam empat hari lagi. Bagi Alanna tidak ada alasan untuk menjadi anak mannja. Satnya ia menjadi tangguh dan lawan rasa sakit itu. Lagipula hanya pergelangan kakinya yang sakit, bukan sekujur tubuhnya. Dan Alanna yakin, itu tidak akan menghentikan langkahnya.

Perlahan-lahan Alanna menarik tumitnya dari atas lantai. Perlahan tapi pasti, kedua tumitnya bertambah tinggi. Alanna menahan rasa nyiluyang menjadi-jadi saat itu. Dia hampir bisa dan memang dia harus bisa. Bengkak pada kakinya yang terisi dengan penderitaan memaksa Alanna untuk memejamkan matanya. Menahan rasa sakit yang amat sangat.

“Ally”
 Alanna kaget dengan panggilan itu. Kaki-kakinya goyah dan membuat tubuhnya hilang keseimbangan. Nyaris ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai keras dan dingin. Namun syukurlah ia dapat menyeimbangkan tubuhnya kembali.

Alanna melihat bayangan di cermin, Finnian berdiri membelakangi pintu, sedang menatap bayangan Alanna di depan cermin. Alanna segera berbalik menghadap Finnian.

“Finnian, harusnya kamu ketuk [intu dulu! Apa aku harus berteriak setiap hari untuk mengingatkanmu?!”

Finnian memancungkan bibirnya seperti akan membalas semburan Alanna. Walaupun di dalam hati Finnian merasa sedikit lega. Setidaknya, adik kecilnya itu sudah kembali nenjadi sedikit menyebalkan.

“kamu memang harus punya cukup suara untuk meneriaki ku setiap hari” Finnian menjulurkan lidahnya, mengejek Alanna. “Mrs.Panola tidak bisa mengajar hari ini. Jadi kamu tidak punya jadwal latihan balet sore ini. Dia berusaha menghubungimu beberapa kali tapi tidak ada jawaban. Dia baru menelponku setelah itu. Memang di mana kamu letakkan ponselmu?”

“entahlah, aku lupa” Jawab Alanna asal.
“kuharap kamu menghilangkannya di suatu tempat” Alanna memplototi Finnian.
“kakimu kenapa?” Finnian beralih pada kaki kanan Alanna.
“aku sudah jawab pertanyaan itu tadi di mobil”

“itu tidak spesifik sama sekali. Biar kutebak!” Finnian memasang wajah ‘Edison sedang berfikir-nya. Kemudian menjawab dengan wajah berbinar “Kamu terpeleset di toilet dengan kepala membentu kloset kan? Ah! Pasti benar! Pantas tadi baumu sama seperti toilet!”
“Finnian!!”

*

“Kenapa kamu memanggilku malam-malam begini?” Ciaran mengendurkan kerah bajunya.
“alasan pertama, Klinikmu baru tutup di malam hari. Jadi kubiarkan kamu pulang ke rumah dulu untuk memberikan kecupan selamat malam pada istrimu.  Kedua, nona kecil itu baru akan tidur di malam selarut ini.” Jawab Finnian seraya menuntun Ciaran.

“Maksudmu Ally?”
“yup! Nona kecil mana lagi yang ada di rumah ini? Kulihat dia berjalan pincang dan pergelangan kakinya bengkak.” Finnian menoleh pada Ciaran, memastikan kakaknya itu mendengarkannya dengan baik.

“Maa tau?”
“tidak, kamu tau bagaimana Ally” Finnian mengangkat bahu. “Dia tidak diperlakukan seperti bayi” Mereka tiba di depan pintu kamar Alanna.

Finnian meletakkan telunjuknya di depan bibir, member isyarat  agar jangan membuat suara. Finnian hanya diam dengan ekspresi yang biasa di keluarkannya. Finnian memutar knop pintu kamar Alanna, kemudiam membuat celah agar Finn dapat melihat ke dalam. Bola mata Finnian menyapu seluruh ruangan, dan tepat seperti dugaannya, Alanna sudah tertidur. Hey Finn! Ini pukul sebelas malam! Finnian membukan pintu itu lebar-lebar setelah benar-benar yakin Alanna terdidur. Finnian masuk pertama, setelah itu Ciaran.  Mereka segera menuju kasur.

“Kamu lihat pergelangan kaki kanannya?” Bisik Finnian setelah perlahan-lahan menarik selimut yang dikenakan Alanna. Ciaran mengangguk, kemudian memeriksa pergelangan kaki Alanna. Tentu dalam pemeriksaan seperti ini Ciaran harus menyentuh bagian yang bengkak itu. karena Ciaran bukan peramal yang dapat menyimpulkan sesuatu hanya dengan melihatnya sekilas.

Alanna mengerang saar Finnian menggerakkan kakinya.

“Ci! Pelan-pelan!” seru Finnian tertahan. Ciaran tidak menggubrisnya dan tetap focus memeriksa. Alanna mulai mengerang dan Finnian berada di sampingnya. Mengelus-ngelus kepala adiknya dan berharap ia akan tetap tertidur.

“aarrggg!” Alanna memekik tertahan. Ia terbangun dari tidurnya dan melihat Ciaran berada di dekat kakinya. Sedang menekan-nekan pergelangan kakinya yang sakit. “aaargghh!” suara Alanna terdengar semakin keras.

“Ci! Aku menyuruhmu untuk memeriksanya! Bukan menyakitinya!” Finnian membentak dengan suara tertahan.

Ciaran memandang Finnian sekelilas sambil berkata “kalau begitu silahkan lakukan sendiri” dengan nada dinginnya yang khas. Finnian hanya diam, membuang pandangannya dari Ciaran dan beralih pada adiknya. Alanna masih mengerang kesakitan, sepray birunya menjadi korban cengkraman.

“Apa yang kalian.. arrgghh!” Alanna tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Tapi Finnian tau Alanna akan berkata apa.

“Tidak ada maksud untuk membunuhmu nona. Tapi memang harus begini untuk menyembuhkan pergelangan kakimu. Kalau tidak percaya, silahkan tanya langsung pada dokternya”

Alanna berhenti mengerang ketika Ciaran melepaskan tangannya dari kaki Alanna. Wajahnya serius dan tatapannya ditujukan kepada Alanna dan Finnian.

“Sepertinya kamu jatuh dengan posisi kaki yang salah. Salah satu uratmu ternyepit, itu sebabnya kakimu bengkak”

“dan sekarang sudah tidak terjepit lagi?” potong Finnian. Ciaran menghelas nafas, kemudian mengangguk. Finnian tersenyum lebar sama halnya dengan Alanna.

Ciaran baru akan melanjutkan kata-katanya, sebelum Alanna ikut-ikut memotong. “Berarti sudah sembuh? Besok aku bisa kembali menari seperti biasa!”

“tidak secepat itu All. Mungkin perlu beberapa hari atau minggu untuk sembuh.” Kekecewaan jelas tergambar pada wajah Alanna, begitu juga dengan Finnian. “Besok aku bawakan salep untukmu. Sekarang tidurlah.”

Ciaran melirik jam tangannya kemudian berkata “selamat malam” dan berjalan menuju pintu. Ia harus segera pulang sebelum sarah, istrinya, kebakaran jenggot mengkhawatirkannya. Finnian tetap berada di samping Alanna. Tidak ada niat untuk meninggalkan adiknya sendirian dalam keadaan seperti ini.

“Ci..” panggil Alanna saat Ciaran hampir lenyap di balik pintu. “terimakasih” Alanna berusaha tersenyum.

“harusnya kamu bilang begitu pada Finn, dia yang menyuruhku untuk datang ke sini” Ciaran tersenyum jahil pada Finnian, kemudian ia benar-benar lenyap di balik pintu.

“jadi kamu yang memanggil Ciaran?” Alanna mulai mengintrogasi. Finnian hanya menjawab “ya” dengan nada malas-malasan tanpa melihat Alanna.

“kalau begitu terima kasih” Alanna tersenyum manis, untuk Finnian walaupun ia tidak menatap Finnian. Alanna kembali berbaring di atas kasurnya, kemudia menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya kecuali kepala.

“tidak masalah” jawab Finnian, kemudian bangkit dari sebelah Alanna dan berjalan menuju pintu.

“finn” Alanna memanggilnya, dan finnian menghentikan langkahnya kemudia menoleh. “jangan bilang Maa.. dan Dad juga!”

“Aku tau!”

*

 Dengan hari-hari yang tersisa, sepulang sekolah tepatnya, Alanna masih berada di ruang music bersama William. Perbedaannya adalah, Alanna membawa sepatu baletnya ke mana-mana, dan ia memaksa William untuk memainkan beberapa lagu klasik, sebagai pengiring latihan tari baletnya. Jadwal latihan khusus yang Alanna buat sendiri.

William bahkan tidak pernah tersenyum dengan permainannya, tidak setelah melihat Alanna kesakitan dengan tariannya sendiri. Sikap khatarir William yang tidak jarang mengingatkannya, justru membuat Alanna cemberut bahkan marah. Alanna menganggap William memperlakukannya seperti anak kecil, yang tidak tau apa yang harus dilakukan dan mana yang tidak. William pun bingung sendiri dengan kondisi ini.

Satu hal yang membuatnya tetap memainkan jari-jarinya di atas tuts piano. Keinginan gadis itu begitu besar. Terlihat jelas dari binar matanya saat menari dan meminta William untuk bermain. Rintih kesakitan itu bahkan tidak memudarkan binar matanya. Apa yang William tak dapat lakukan adalah mengecewakan gadis di depannya. William meyakinkan dirinya sendiri bahwa Alanna gadis yang kuat. Bahkan ia harus menganggap Alanna itu laki-laki untuk meyakinkan dirinya sendiri.

“Ally..” William berhenti memainkan lagu klasik yang di minta Alanna. William menatap perih pada gadis di depannya. Berkasutkan sepatu balet, namun dengan celana jeans dan Kaos Punknya. Ujung rambut-rambut pendeknya basah diguyur keringat. Punggung Kaosnyapun mulai berkeringat. Dan William beralih pada kakinya. “Kenapa kamu begitu memaksakan diri? Kamu masih punya tahun-tahun selanjutnya. Dan lihat pergelangan kakimu, masih bengkak! Dan aku tau itu sakit!”

Kali ini Alanna tidak mengeluarkan ocehan ataupun kemarahannya. Ia tersenyum menatap William. Ia tau anak laki-laki polos itu begitu mengkhawatirkannya. Dia laki-laki yang baik. “Kalau kamu berada di posisiku, aku yakin kamu juga akan melakukan hal yang sama. Seandainya jari-jarimu teriris pisau dan kompetisi piano akan tibadalam hitungan hari, apa yang akan kamu lakukan? Aku yakin kamu akan melupakan jari-jarimu yang teriris dan tetap bermain piano. Dan begitu pula denganku. Rasa sakit di kakiku ini, bukan apa-apa jika dibandingkan dengan tekadku untuk kompetisi itu.”

William masih terdiam.

“lagipula Ciaran memperbolehkanku untuk latihan. Walaupun dengan berbagai macam ‘Tapi’” Alanna terkikik sendiri sementara William tersenyum perih. “Ciaran bilang memang harus digerakkan supaya tidak kaku.”

“Apa tidak sakit?”

“ah.. kamu kan tau aku ini bukan bayi kecil yang manja. Lagi pula rasa sakitnya sudah mulai berkurang, begitu juga dengan bengkaknya.” Alanna menunjukkan kaki kanannya. “lagipula aku sudah bersusah payah meyakinkan Mrs.Batley bahwa aku bisa mengikuti kompetisi itu. Dan Mrs.Batley sebenarnya tidak memiliki niat untuk menggantikanku.”

“yeah, karena kamu adalah yang terbaik” malu-malu William mengakuinya.

Wajah Alanna merona merah mendengarnya.

William hanya terdiam dengan senyuman pahit. Gadis di depannya ini begitu gigih dan pantang menyerah. Mengingatkan William kepada, Keavy. Tentu saja itu semua berdasarkan cerita ayahnya. Bukan berarti ayahnya adalah seorang pria penggosip. Tapi ayahnya memang senang menceritakan betapa gigihnya dia.

“Jadi” Alanna melipat kedua tangannya. “mau diam di sini sampai Finnian menjemputku? Ayo latihan!”

*

Sore itu hujan turun dengan lebatnya, memaksa Lyana Lought untuk berteduh di kios terdekat. Beberapa menit lalu ia keluar dari toko roti langganannya, sebelum hujan membuat rambutnya sedikit basah. Beberapa yang nekat masih berlari-lari di tengah hujan lebat itu, dan sebagian besar memilih bertahan di kios-kios terdekat. Lyana memegangi kotak rotinya. Roti itu masih panas hingga Lyana merasakan kehangatan di telapak tangannya.  

Seorang pemuda berambut coklat berlari-lari menuju tempat berteduh yang paling dekat. Dan pemuda itu berada di sebelah Lyana sekarang, sedang mengusap-ngusap wajahnya yang di basahi rintikan hujan. Lyana mengenali orang itu sejak ia berlari ke sini, dan sepertinya orang itu tidak melihat Lyana.

“hay Nic..” sapa Lyana pada akhirnya. Hanya diam pada pacarmu sendiri yang berdiri di sebelahmu tentu rasanya sangat aneh. Walaupun mereka tidak berbicara dalam dua hari terakhir. Tepatnya sejak insiden di toilet itu.

Barwyn menatapnya dengan tatapan kaget. Kaget karena Lyana ada di sini, atau kaget karena dia belum mau bertemu Lyana. “hay” balas Barwyn pada akhirnya.

“aku tidak bisa berbasa-basi lagi” Matanya lurus menatap Barwyn, walaupun Barwyn tidak menatap matanya. Lyana mendesah “aku ingin kita seperti dulu. Tidak seperti dua orang yang tidak saling mengenal. Aku tau, aku memang bersalah pada Alanna dan_”

“Lyana..” ucap Barwyn. Lyana berhenti berbicara dan akhirnya Barwyn membalas tatapannya. “Maafkan aku, tapi ucapanmu mempersulitku untuk mengatakan” Barwyn menarik dalam-dalam, kemudia menghembuskannya. “Sepertinya aku tidak mencintaimu lagi”

Lyana berharap telinganya tuli pada saat itu. Berharap ucapan itu tidak benar, atau berharap orang di depannya bukan Barwyn. Orang yang sangat dicintainya. Namun Lyana sadar, bahwa ia baru membersihkan telinganya tadi malam. Lyana menatap lekat-lekat bola mata biru Barwyn, hidung mancungnya, dan bentuk bibirnya yang agak tipis. Dia tidak mungkin salah melihat, dia sungguh mengenal orang ini. Orang yang berdiri di depannya memang benar-benar Barwyn.

“Maafkan aku..” ucap Barwyn lirih.
“kenapa?” mata Lyana seperti mendidih, air mata turun membasahi pipinya.
“maaf..”hanya itu yang dapat Barwyn ucapkan.
Lyana menarik ingusnya kemudian menyeka air matanya dengan kasar, seakan menunjukkan ia orang yang kuat. “Apa kamu mencintai orang lain?”
Barwyn hanya diam. Matanya jauh menerawang ke bawah. Tidak berani membalas tatapan Lyana.
“Apa orang itu Alanna?” Barwyn mendongak saat nama itu keluar dari bibir mungil Lyana.
“kenapa kamu bisa berfikir begitu?”
“karena perasaanku berkata begitu”

Barwyn mendesah. Ia tau dia sudah sangat berdosa menyakiti hati perempuan mungil di sebelahnya. “Lyana.. kamu memang tidak pernah berubah. Kamu sangat mengerti aku bahkan kadang aku berfikir kamu dapat membaca pikiranku. Tapi, jujur aku katakan mungkin aku memang menyukainya. Tapi mungkin juga tidak. Aku tidak mengerti dengan perasaanku sendiri. Yang aku tau, rasa cintaku sudah padam” Barwyn mendesah lagi. “oh Tuhan! Maafkan aku Lyana! Aku sudah sangat menyakitimu! Kamu boleh membenci bajingan sialan ini, lakukan apapun yang kamu inginkan padanya! Aku akan terima!”

Setelah ucapan itu berakhir, sebuah kecupan lembut mendarat pada bibir tipis Barwyn. Membuatnya terbelalak karena tidak menyangka akan mendapatkannya. Itu hanya sebuah kecupan singkat. Barwyn tau, Lyana harus menjijit tinggi untuk menggapai bibirnya.

Niholas terpaku menatap Lyana. Air mata masih mengalir di wajah manis Lyana. Lyana berusaha untuk tersenyum. “Hanya itu yang ingin kulakukan padamu. Karena aku tidak bisa membencimu”

Barwyn masih mematung setelah itu.

“Kamu tau aku masih mencintaimu, dan bagaimanapun aku mengharapkanmu agar tetap bersamaku.. rasanya akan sia-sia jika kamu tidak mencintaiku lagi. Lagipula, apapun yang dilakukan dengan paksaan tidak akan berjalan bagus pada akhirnya. Dan karena aku masih sangat-sangat mencintaimu, apapun yang bisa membuatmu bahagia, lakukanlah! Karena aku akan bahagia melihatmu bahagia” Lyana berusaha menghentikan air mata yang tidak mampu dihentikannya. Berusaha untuk senyum padaha ia ingin berteriak dan memukuli sesuatu. Rasa sakit menggrogotinya.

“tapi aku masih menyayangimu” Barwyn menunduk “walau tidak seperti dulu”
“Aku tau..”

Dua tahun memang bukanlah waktu yang singkat, dan selama itu mereka berdua bersama. Sulit bagi Lyana untuk percaya bahwa Barwyn tidak mencintainya lagi. Tapi kenyataan memaksanya untuk percaya. Dan apa yang bisa dia lakukan? Ia begitu lemah dengan laki-laki manis itu. Rasa cintanya terlalu besar untuk memaki atau menampar laki-laki itu. Terbesit senyuman laki-laki itu di kepalanya saja sudah cukup meredam emosinya. Berfikir bahwa melihat senyuman laki-laki itu setiap hari pasti sudah cukup baginya. Dan ia sudah tidak dapat membuatnya tersenyum lagi. Saatnya mengalah dan membiarkan orang lain yang akan membuatnya tersenyum. Setidaknya dia masih bisa menikmati senyuman itu kan?

Dan kata-katanya tadi “apapun yang dilakukan dengan paksaan tidak akan berjalan bagus pada akhirnya.” Dia sadar betul akan kata-katanya tersebut. Ia sudah dapat membayangkan akibat keegoisannya dalam beberapa detik sebelum mengucapkan kalimat itu. Otaknya memang berkerja dengan bagus jika berkaitan dengan laki-laki itu.

Dia mulai berfikir tentang paksaaan yang dilakukannya. Salah satu keegoisan yang kekanak-kanakan dan pastinya memalukan. Apalagi Barwyn adalah orang pertama yang mengakuinya. Dua hari lagi Alanna harus menghadapi kompetisi dan dua hari lalu ia baru saja membuat kakinya bengkak. Ia mulai sadar, mungkin paksaan yang dilakukannya itu seharusnya tidak perlu terjadi. Betapa rendah dirinya sampai nekat melakukan hal itu. Padahal ia masih punya tahun-tahun selanjutnya untuk mengikuti kompetisi itu.

Alangkah senangnya menjadi Alanna. Dia seperti bidadari bertato yang dikelilingi kebahagiaan. Kemampuan baletnya yang luar biasa, perawakannya yang cantik, dan dicintai oleh banyak orang termasuk Barwyn. Memang pedih jika di bayangkan. Namun kehidupan masih dan akan terus berjalan. Meninggalkan masa lalu dan terus bergerak maju menuju masa depan. Ia masih memiliki waktu untuk menemukan kebahagiaannya.

Bukankah kebahagiaan itu seharusnya dirasakan? Bukan dicari?
Berharap saja Lyana akan segera menyadari hal itu setelah ini.











-_- MAAPPP!!!!!! gajenya nggak ketulungan u.u hehe beberapa hari aku cuma bisa bikin begini... sekali lagi maaf mengecewakan :(

Beautiful World_I Dare You..


Nggak yakin ini sesuai dengan syarat yang di ajukan kakMaria.. yah.. tapi setelah mikir beberapa hari aku hanya dapat ide ini hehe XD. I’ve tried my best! Enjoy!!

spesial buat ultahnya Markie :3


Seharian itu Markus Feehily menyendiri di bagian bumi yangpaling sepi. Seharian itu pula jari telunjuknya seakan tidak berhenti naikturun di atas pahanya. Di otaknya terus terngiang-ngiang kumpulan melodi yangberusaha disatukannya untuk menjadi lagu yang apik. Tapi seharian itu ia hanyaberputar-putar pada melodi yang itu-itu saja. Hingga akhirnya Mark heran denganmatahari yang sepertinya berlari terbirit-birit ke ufuk barat. Apa yang diakejar?

Akhirnya ia berdiri dari tempat yang selama berjam-jam didudukinya.Menepuk-nepuk pantatnya untuk menjatuhkan rumput-rumput kecil yang menempel dicelananya kemudian menutup buku catatan lusuhnya dan naik ke mobil. Buku yangawalnya sudah lusuh itu menjadi semakin kacau karena akhir-akhir ini diamembawanya ke mana-mana.

Setelah ia berada di dalam mobil dan menyalakan mesinnya, iamencoba untuk melupakan soal lagu yang sedang di buatnya. Lagu itu hampirmenyita seluruh waktunya, bahkan waktunya untuk tidur! Tak jarang pula lagusialan itu membuatnya sakit kepala. Dan dari pada sakit kepala menyerangnyalagi, Mark lebh memilih untuk membuang lagu itu jauh-jauh dari kepalanya saatini.

Tangannya menekan tombol untuk menyalakan radio. Sedikithiburan di hari yang menjenuhkan mungkin bisa menjadi sesuatu yang bagus. Tepatsetelah ia menekan tombol itu, seluruh udara di sekitarnya dipenuhi lantunansebuah lagu.

“So hard to realize, Ikept getting in my own way

I never thought that Iwas that strong
To carry on, carry on tonight
Forgiveness in your eyes, with nothing to hide
All I know is you've shown me
It's a beautiful world
It's a beautiful world”


Itu lagu mereka. Lagu yang ia buat dan ia nyanyikanbersama-sama dengan teman-temannya dalam sebuah grup vocal yang dulu pernah adadan berjaya. Westlife. Sampai sekarangpun ia merasa Westlife itu ada, dan akanselalu ada. Farewell tour itu tidak akan membuatnya merasa Westlife telahhilang.
Ia merindukan bernyanyi di atas panggung bersama denganteman-temannya. Melihat fans mereka yang begitu bersemangat dengan atributmereka, pekik kegirangan mereka, bunyi gitar dari Kian yang berada disebelahnya, bahkan tingkah konyol teman-temannya. Ok, kadang ia juga terlihatkonyol di panggung.

Setelah itu, lagu tadi segera berganti dengan lagu aneh yangterdengar seperti kaset rusak di telinganya. Mark bahkan tidak mengerti apayang mereka ucapkan. Itu lebih terdengar seperti mantra pengusir setandisbanding sebuah lagu. Hingga ia memilih untuk mematikan radio itu danmembiarkan deru mesin mobil yang menemaninya hingga tiba di rumah.

Mark merasakan getaran ponselnya yang berada di saku celanakanan. Ia segera mengorek kantong celananya kemudian meletakkannya ke telinga.

“halo..” kemudian ia hanya diam. Mungkin mencerna baik-baikapa yang dikatakan orang di seberang sana. Keningnya berkerut, kemudian iaterbelalak tidak percaya “konser reuni?!” dengan senyumnya yang lebar bukanmain. 

*

Mereka bersama lagi! Setelah sekian lama mereka terpisah.Ini seperti kamu kehilangan sebelah sepatu kesayanganmu dan menemukannya lagiketika seseorang melemparkannya kedepan wajahmu.

Sebenarnya hubungan Shane, Kian, Mark, dan Nicky  baik-baik saja. Mereka memang jarang bertemuakibat kesibukan mereka masing-masing. Bukan hanya karena pekerjaan, namun jugarumah tangga. Mereka punya anak dan istri di rumah. Sedangkan Mark, hidupseorang diri dan hanya menyibukkan diri dengan solo karirnya. Tapi dia begitumenikmatinya, ia benar-benar jatuh cinta dengan bernyanyi, dan itu adalahcintanya.

Setelah mengakhiri hubungannya dengan Kevin Mcdaid, ia tidakpernah berhubungan dengan siapa-siapa lagi. Menurutnya itu lebih baik. Bukankarena trauma, hanya saja memang tidak ada yang bisa mengisi hatinya. Dan iamenikmati kesendiriannya. Lagipula ia tidak benar-benar sendiri, dia punyakeluarga yang  begitu menyayanginya.

Mark masih sulit untuk percaya bahwa teman-teman besertamanajernya dulu, ingin membuat konser reuni! Sungguh sesuatu yang iaidam-idamkan dari dulu. Melihat mereka berlatih bersama dalam satu ruangan,menertawakan gerakan-gerakan yang aneh atau gerakan yang gagal mereka lakukan, Markpercaya bahwa ini nyata.

 “bergerak di usia 40tahun memang sedikit lebih sulit dari yang kubayangkan” kata Mark saat merekasedang berlatih koreografi bersama. “mungkin tubuhku sudah mulai kaku akibat penuaan”

“atau karena perutmu kebesaran” tambah Nicky. Mark hanyatersenyum masam pada Nicky.

“ayo kita ulang gerakannya dari awal!” teriak si koreografersaat situasi hampir mustahil untuk dikendalikannya. Bagaimana tidak, merekabergerak sesuka hati bahkan melenceng jauh dari yang telah di ajarkan. Gerakanyang harusnya terlihat keren berubah menjadi gerakan aneh yang sebenarnyamembuat si koreografer juga ikut tertawa bersama mereka.

Kemudian mereka berbaris dengan rapi di belakang koreograferyang berperan sebagai pemimpin. Mereka mulai menyanyikan lagu world of our own tanpa iringan musik,dan si koregrafer berhitung “ tu.. wa..ga.. pat..”.

“You make me feelfunny
When you come around
Yeah that’s what I found out honey
What am I do.. “


Tiba-tiba lagu itu beruba menjadi “happy birthday to you! Happy birthday to you!” . sambil bertepuktangan sebagai acuan tempo, semuanya menghadap pada Kian yang ada di ujung.

Awalnya Kian memasang wajah bingung, namun kemudian iamengerti setelah bertanya “tanggal berapasekarang?” pada dirinya sendiri dan ia tersenyum sipu. Dari luar ruanganseorang wanita paruh baya yang masih cantik perawakannya masuk dengan kue tartdi tangannya. Ada seorang bocah lucu yang mendampingi wanita itu. Kiantersenyum menyambut mereka.

Tepuk tangan meriah memenuhi ruangan itu setelah lagu tadiselesai di nyanyikan dan kedua orang tadi tiba di depan Kian.

Kian tersenyum memandangi tart yang di bawa oleh istrinya.Ada angka ‘43’ di atas tart itu. Kian begumam ‘sudah tua aku rupanya’ di dalam hati, kemudia memandang lekatkerumunan kecil itu.

“ucapkan harapanmu dan tiup lilinnya!” seru sang istri dengantersenyum lebar. Sungguh Kian senang sekali!

Kian menuruti perintah sang istri. Ia menutup matanya danmengucapkan harapannya di dalam hati. Senyumnya tidak luntur-luntur dari tadi.Yang lainnya mengira-ngira apa yang Kian ucapkan di dalam hati dan yang lainjuga ikut tersenyum.

Tidak lama kemudia Kian membuka matanya dan Jodi menataplekat sepasang mata biru yang dimiliki suaminya. Dengan sedikit menunduk Kianmeniup lilin yang ada di atas tart itu. Jodi dapat merasakan hembusan angin itudi sekitar wajahnya. Setelah api di lilin itu padam semuanya bertepuk tangan. Kianmengecup istrinya kemudian mencubit gemas pangeran kecilnya dan tidak lupauntuk mengecupnya juga.

“Jodi, aku sudah tua ya..” gumam Kian seraya merangkul Jodi.

“itu sebabnya wajahmu mulai berkeriput” dan Kian mengecupistrinya itu. Koa pria kecilnya yang dulu ia gendong ke mana-mana sekarangsudah menjadi bocah yang tampan. Kian gemas sendiri melihat anaknya ini, yangmeskipun sudah besar namun tetap imut.

“Uhhh.. Koa!!” Kian mengangkat Koa kemudian menggendongnya.“berat sekali kamu nak”

“hentikan ayah! Aku sudah besar!” Koa tergelak melihatbetapa sulitannya sang ayah untuk menggendongnya. Kian tidak menyangka akansesulit ini menggendong putanya sekarang. Setelah mengingat berapa umur Koasekarang, Kian yakin tidak ada yang salah dengan berat badan Koa. Dia tumbuhnormal dan ia memang harus keberatan jika menggendong Koa.

*

Mark tersenyum melihat betapa hangatnya keluarga kecil itu.untuk sesaat ia merasa hidupnya begitu hampa dan dingin. Tidak ada yang mampumenghangatkannya seperti yang dikalakukan Jodi dan Koa kepada Kian.

Dia sendiri. Hanya sendiri.

Iri? Siapa yang tidak iri dengan keluarga harmonis itu?!istri yang cantik, anak yang lucu. Mark juga menginginkannya.

Mark mendesahg panjang, berusaha untuk membuang pikirannya itujauh-jauh saat ini. Rasanya tidak sopan jika ia berwajah sedih di hari yangbegitu membahagiakan bagi Kian. Apalagi dia berada di hadapan Kian.  Mark kembali menikmati kehangatan keluargaitu. Dan ajaibnya, ia juga merasa bahagia melihat keluarga itu.

*

Berlatih bersama Westlife jauh lebih mangasyikkan dibandingdengan berlatih sendiri untuk solo karirnya. Mark harus mengakui itu. Teman-temannyaini tidak hanya konyol, lucu dan imut-imut. Sungguh mereka masih imut meskipunsudah tua! Mark sendiri tertawa saat menyadarinya. Teman-temannya ini jugatidak pernah membuat hatinya sepi. Entah kenapa, apa saja yang mereka lakukan, Markmenikmatinya.

Mereka semua sempat bingung, bagaimana cara menghabiskan85.000.000 tiket yang tersedia? Mereka bahkan tidak yakin fans masih mengingatmereka setelah menghilang 11 tahun dan sibuk dengan karir masing-masing.

Namun menjelang bulan terakhir sebelum konser dilakukan,tiket konser sudah habis terjual.  Shane,Mark, Kian dan Nicky geleng-geleng kepala ketika mengetahui hal itu.  Ini akan menjadi konser reuni akbar yang luarbiasa! Mereka sudah tidak tahan untuk mendengar pekik kegembiraan para fans,membaca spanduk-spanduk yang mereka bawa, dan mereka ikut bernyanyi bersama Westlifedari bangku penonton.  Mereka sungguh taksabar, meskipun mereka tahu akan sangat gugup saat berada di atas panggung yangdikelilingi 85.000.000 orang.

Akhir-akhir ini mereka sudah sering berlatih di panggungyang sudah disiapkan di Croke Park Stadium, untuk konser reuni akbar. Merekaterkagum-kagum melihat panggung itu, bahkan panggung itu belum seutuhnya jadi. Iniseperti pertama kalinya mereka berdiri di panggung besar itu. Benar-benarmenakjubkan. Mereka bahkan sangat penasaran bagaimana rasanya kembali bernyanyidi panggung megah ini dengan beribu penonton yang akan meneriaki mereka disepanjang acara.

Mereka barlatih hingga malam di panggung itu, namun merekatidak pernah mengeluh. Justru malam harilah yang menjadi saat-saat yang merekatunggu. Dimana lampu-lampu panggung menyala dan menerangi pannggung itu. cahayalampu yang berlari-lari di atas lantai panggung dan lampu yang berkedap-kedip,mereka sungguh menyukainya. Ini konser spesial kan? Jadi segalanya wajib spesialbahkan pencahayaannya harus dibuat semeriah mungkin.

Mark pernah melihat Croke Park di malam hari dari hoteltempatnya menginap. Dan dia begitu takjub dengan bagaimana stadium mengalahkancahaya-cahaya yang ada di kota Dublin. Croke park seperti bulan di malam haridan gedung-gedung gemerlap lainnya hanyalah bintang kecil yang berkilauan.

Malam itu terasa melelahkan, namun Mark tetap tersenyum.Tiap dekit bersama teman-temannya sungguh berharga. Seakan lelah bukan alasanuntuk berhenti tersenyum. Ia bahkan akan lebih bersemangat tersenyum saatGillian datang bersama Shane junior. Mereka bisa terus berbicara selama waktuistirahat. Ketika merka bertiga tertawa, Mark bahkan ikut tertawa kecil,sekalipun Mark tidak tau apa yang mereka tertawakan. Tapi Mark yakin merekamenertawakan sesuatu yang lucu. Ia yakin walaupun ia hanya melihat dari jauh.

Sekali lagi pertanyaan muncul di dalam hatinya. Irikah dia?Ya, siapa yang tidak iri dengan keluarga yang begitu hangat ini?! Istrimu yangselalu berbicara dengan lembut, tidak henti-hentinya tersenyum padamu saat kaumenoleh padanya, anak yang begitu mirip denganmu dan ibunya,anak yang mampumembuatmu tertawa, walau kadang kau harus bersikap sok kejam padanya.  Sungguh Mark juga menginginkannya!

Semua orang berhak mendapatkan kebahagiaannya, tapi Markmerasa kebahagiaan seperti itu bukan haknya. Ia merasa seperti dikutuk untukhidup dengan cara seperti ini. Sakitkah hatinya? Tentu, bahkan sakit sekali.Namun entah kenapa, memperhatikan keluarga hangat itu, juga adalah obatnya. Iamerasa senang, walau hanya dapat melihatnya saja.

Gila? Ya, mungkin saja. Tidak jarang ia terpergok sedangtersenyum sendiri dengan mata memerah. Namun yang memergoki tidak inginmenanyakan secera detail. Mereka tau itu tidak aka nada gunanya. Sekeras apapunkamu mencoba untuk membongkarnya, Jika Mark tidak mau, maka kamu tidak akanberhasil.

Malam itu juga terasa dingin bagi Mark. Ia duduk di di ataskasur empuk hotel yang masih rapi, belum sempat ditidurinya untuk malam ini. Matanyamemandangi Croke Park Stadium yang sudah tidak bercahaya lagi. Mark yakin parakru sudah pulang ke tempatnya masing-masing. Walaupun Mark masih ingin melihatcahaya agungnya.

Bel di pintu kamarnya berbunyi (aih.. ga tau tahun 2023masih jamannya ketok pintu ato nggak). Mark menoleh kearah pintu yang jaraknyatidak begitu jauh darinya. Berdiri dari tempat tidurnya, ia berjalan ke pintuitu. Dia tidak begitu peduli dengan siapa yang mengetuk pintu itu. Biarpenggangu sekalipun juga tidak apa, karena dia merasa sedikit kesepian saatini.

“SELAMAT ULANG TAHUN!!!”

Mark mendongak pada sorakan nyaring itu dan mendapatidirinya baru saja masuk ke dalam pesta kecil yang hangat. Ayah, ibu dan duasaudara laki-lakinya, orang yang paling spesial, berada di sana. Tidakketinggalan teman-temannya bersama keluarga mereka. semuanya berdiri di depanpintu kamarnya, membentuk kerumunan manusia.

 Sang ibu berdirisedikit lebih di depan di banding yang lainnya. Ia membawa sebuah tart cantikdi atas telapak tangannya. Mereka bernyanyi menyambut keluarnya Mark dari dalamkamar. Kesepiannya tadi seperti terbakar habis dengan nyala lilin di atas kuetart yang ada di depannya.

Mark tersenyum memandangi tart yang di bawa ibunya. Adaangka ‘43’ di atas tart itu. Mark begumam ‘akutidak heran jika sekarang tarianku payah sekali’ di dalam hati, kemudiamendekat pada kerumunan kecil itu.

“ucapkan harapanmu dan tiup lilinnya!” seru sang ibu dengantersenyum lebar. Sungguh ia senang sekali! Ia masih bisa melihat putra pertamanyatumbuh hingga sebesar ini! 43 tahun bukanlah waktu yang singkat! Namun sang ibumerasa putranya itu baru dilahirkan beberapa hari lalu.

Mark memejamkan matanya sambil tersenyum girang. Terucapharapan “aku ingin kehangatan yang dirasakan Shane dan Kian!” di dalam hatinya.Meskipun itu agak tidak mungkin, namun tidak ada yang melarangnya untukberharap begitu.

Kemudian ia membuka matanya dan menatap tart itu sejenak. Iasedikit membungkuk untuk meniup lilin di tart, kemudian Marie merasakanhembusan lembut di sekitar wajahnya. Lilin-lilin itu padam, kemudian terdengartepuk tangan meriah dari orang-orang yang mengelilingi Marie. Semuanyatersenyum, Marie bahkan meneteskan air mata kebahagiaan. Dan oliver?Berpura-pura ke belakang untuk menghapus air matanya.

Ucapan selamat dan pelukan hangat membanjirinya, termasukdari pangeran kecil milik Kian dan Shane. Sangkin gemasnya dengan kedua mahlukitu, Mark mencubit pipi mereka dengan cukup lama. Untunglah kedua pangeran ituadalah anak yang manis, sehingga mereka tidak terlalu keberatan dicubitiseperti itu. Toh, mereka juga begitu sadar dengan betapa imutnya mereka.

Mark benar-benar sadar dengan kehangatan yang sudah Tuhansiapkan untuknya. Mungkin hadiah Tuhan atas ulang tahunnya, jadi Tuhanmengabulkan doanya. Dia benar-benar merasakan kehangatan ketika keluarga danteman-temannya peduli padanya, bahkan sangat menyayanginya.  Dia memang tidak mempunyai istri yang cantik,tidak punya istri yang akan selalu tersenyum kepadanya saat ia menoleh padasang istri, tidak punya istri yang akan tertawa dan berbica dengan lembutpadanya, tidak punya anak yang lucu, tidak punya anak  yang perlu dia perlakukan dengan sok galaksesekali, tapi dia punya keluarga dan teman yang akan selalu tersenyum padanya,membuatnya tertawa saat menceritakan atau melakukan hal yang lucu, peduli,mencintai, dan menyayanginya tidak peduli mereka tau kekurangannya. Mereka adadi di antara Mark, hingga ia dapat merasakan kehangatan. Ia berjanji akan lebihbanyak bersyukur setelah ini.

Hanya selang bebererapa detik setelah mereka berharu-haruria, tangan jahil Nicky tidak ada yang dapat mencegahnya. Tart yang masih adadi tangan Marie sudah tidak utuh lagi, sebagian krimnya sudah melekanberantakan di wajah Mark. Marie ingin marah dengan tingkah Nicky karena makanantidak boleh dimainkan. Namun melihat wajah anaknya yang terlihat aneh Mariemalah ikut tertawa. Dan beberapa detik kemudian, terjadilah perang krim kue diantara mereka. Mark merasa semakin hangat dengan situasi ini. Dan pihak hotelsemakin panas kepalanya karena harus membereskan kekacauan ini nanti.

*

Hari yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba! Setelah dengansungguh-sungguh dan tenaga ekstra wajib digunakan, tanggal 3 Juli akhirnyatiba. Dimana Croke park ramai didatangi para fans yang menggunakan kaosberwajah mereka(Westlife), lengkap dengan atribut mereka dari yang unik hinggayang aneh. Berjam-jam sebelum konser dimulai, namun Croke park sudah sesakdengan penonton. Kapan terakhir kali mereka melihat ini secara langsung? Ohiya, 11 tahun lalu, dan semuanya menangis. Kecuali Mark yang berusahamenahannya dengan sekuat tenaga.

Mereka bersiap di belakang panggung, pekik para penontonterdengar jelas hingga ke sana. Mereka semakin bersemangat untuk tampil di ataspanggung itu, walaupun jantung mereka sama ributnya dengan fans di luar.  Ini terasa seperti menyatakan cinta pada gadisidamanmu, dimana kamu ingin segera menyatakannya, walaupun jantungmu serasaingin copot saat berhadapan dengannya.

Mereka telah siap dengan kostum dan make-upnya, musik telahberkumandang dari speaker yang tersebar di seluruh Croke Park, dan Pekikketidak sabaran para fans sudah cukup memekakkan mereka. Mareka harus keluarsebentar lagi.

25 lagu yang akan mereka nyanyikan, sama jumlahnya denganusia wetlife jika mereka tidak bubar 11 tahun lalu. Tak ada yang perludisesali. Ini seperti nasi menjadi bubur, karena mereka memang menginginkanbubur. Bukan beras atau nasi lagi.

Saling memberi senyum penuh semangat, kemudia berpelukanseperti Teletubies yang sama-sama mereka rindukan. Mereka siap menghadapi Crokepark dan isinya.


“Listen girl.. just let me talk to you
Ijust wanna be with you
Sowhy should i play it cool
Youand me, We got a chemistry
Soi dont need poetry to say what ya mean to me Shane memulai lagunya.Giliran suara serak Nicky yang bernyanyi.

“Seeim not into buying, your affections
Witha diamond, on a necklace,Theres a real way to do itgirl
Idont need to throw you, all these lines
Justso you know, I know, your fine im gonna come right out and say it girl!!”
“Ilove you, I love you
Whatswrong with saying it the easy way
Ilove you, I love you
Whatswrong with saying it the easy way

Mark! Yang jantungnya hampir lepas dantertinggal di belakang panggung, berubah menjadi sosok Diva yang penuh percayadiri.

“Prettygirl i dont wanna play no more
Beenthere done that before
I'venever been so sure
Aboutwhat i feel
Letsget it on for rea
lWhy should i hold it back
Whenall i wanna say is that
“Seeim not into buying your affections
Witha diamond, on a necklace,there’s a real way to do itgirl
Ispend all the time, i have with you,I never treat youbad, aint that enough to show you”
“Thatyou are my, world!”


“Ilove you, I love you
Whatswrong with saying it the easy way
Ilove you, I love you
Whatswrong with saying it the easy way

Kemudian musik yang mengiringi lagu ituberubah menjadi ABC-Michael Jackson. Tidak banyak yang berubah dari konser 10years of Westlife. Yang ini juga lengkap dengan dengan goyangan maut pantatmereka! dan para fans berteriak heboh!

“I love you, I love you” musik kembaliberubah menjadi Easy way.
“Whatswrong with saying it the easy way
Ilove you, I love you
Whatswrong with saying it the easy way
Ilove you, I love you
Whatswrong with saying it the easy way
Ilove you, I love youWhats wrong with saying it theeasy way
I love you . . . The easy way”


“HHHUUAAAAAA!!!!” riuh teriakan parafans yang masih sama semangatnya seperti 11 tahun lalu. Betapa terharunya Shane,Kian, Nicky, dan Mark mendengar teriakan itu. Mereka punya fans. Fans yangsetia! Sungguh 11 tahun lamanya Westlife menghilang dan Fansnya berhenti untukmengagumi mereka. Beribu terimakasih tidak akan cukup untuk mereka.

Mereka lanjut dengan lagu berikutnyadan berikutnya, tanpa henti sorak soray dan tepuk tangan terus berkumandanguntuk mereka. Keributan itu paling jelas terdengar saat lagu selesai dinyanyikan,walau tak jarang mereka berteriak histeris di tengah-tengah lagu yang sedangdinyanyikan. Memasuki lagu ke tujuh, seseorang harus berbicara ke depan. Dan Kianyang akan berbica saat ini, membiarkan teman-temannya beristirahat sejenak.

“Good evening Croke Park, how’s everybodyfeeling tonigh, all right?” dengan gaya khasnya disambut dengan jawaban yangtidak jelas mereka bergumam apa
.
“ok, sulit sekali untuk menjelaskanbetapa gugup, senang, dan terharunya kami karena kalian semua yang ada di sini!Sunnguh! Jika tidak ada kalian di sini, maka kami juga tidak akan berdiri disini malam ini. Setelah 11 tahun lamanya kami berpisah, kami bahkan tidakmenyangka bahwa kalian masih setiah hingga saat ini dan bersedia membeli tiketkami hingga stoknya habis! Kami sungguh sulit mempercayai itu, namun melihatbetapa ramainya penonton di depan saya, saya yakin Louis tidak berbohong” Kianmelirik Louis, yang dibalas dengan senyuman yang sekaligus menambah julahkerutan di wajahnya.

“ Berkali-kali kami berterima kasihpada kalian sepertinya tidak akan cukup. Tapi kami akan berusaha semaksimalmungkin untuk membuat malam spesial ini menjadi semakin spesial.  Jadi, gerakkan tubuhmu untuk lagiselanjutnya! Ini dia, Bad Girls!”

Bunyi petikan Nilon yang cekatanmemenuhi Croke park, diiringi dengan Suara Shane. penonton kembali histeris.

*

And where we've been
We've risen from the deep
Where we're now no one can tear us apart
That's where we are
That's where we are.. aaa…”


Meski sudah berkali-kali mereka mendengar rius teriakan dantepuk tangan penonton, tetap saja setiap keriuhan yang mereka buat meninggalkankesan di hati Kian, Mark, Shane, dan Nicky. Setiap kali mendengar kegaduhanyang di buat fans mereka, mereka makin bersemangat untuk menghibur mereka.tidak berniat untuk mengecewakan mereka untuk memasuki lagu kesebelas, hanyasaja seseorang harus berbicara lagi ke depan, seperti yang dilakukan Kian tadi.Tubuh mereka sudah berkeringat walau angin malam yang dingin sebenarnya menyelimutikota Dublin.

Nicky tetap berada di atas panggung ketika tiga yang lainnyamundur ke belakang. ”huft..” Nicky menghela nafas lelahnya,  namun tidak berniat sedikitpun untuk mundurke belakang panggung mengikuti teman-temannya. “ini akan menjadi malam yangpanjang ya? Dan pastinya tidak terlupakan. Bertahun-tahun kami tidak beraksidalam panggung yang sama dan sekarang kami kembali, dan kalian tetap di sini,menunggu kami. Wow!” Nicky emnggeleng-gelengkan kepala, masih sulit untukdipercaya olehnya memang.

“Kami tidak menyangka bahwa kami begitu berharga seperti ini”Nicky cekikikan dengan kata-katanya. “tapi apapun itu kami sangat terharudengan kalian. Kalian tau, kami sudah berlatih keras selama beberapa bulan terakhir.Kami sadar bahwa kami sudah tidak semuda dulu, tapi hey! Kami belum tua!”beberapa penonton tertawa mendengarnya. “meskipun Mark bilang dia sudahmengalami penuaan karena kesulitan untuk mempelajari koreografinya. Mark yangmalang, sudah tua dia rupanya!” Nicky melirik Mark yang sebenarnya menahan tawamendengar kata-kata itu.

Kian keluar dengan gitarnya dan dua orang lagi yang membawagitar dan gendang. Shane dan Mark menghabiskan air di botol minum merekakemudian mengikuti Kian dan dua orang tadi.

” Kami berlatih hingga malam, tapi kami tidak keberatan,karena kita sama-sama menginginkan konser ini, iya kan?” Penonton kembaligaduh. “Karena keinginan kami itulah kami bersedia berlatih keras, mengurastenaga dan waktu. Malam ini akan kami tujukkan hasil latihan kami! Kami yakinkalian tidak akan kecewa telah datang ke tempat ini! Malam ini! Akustik spesialuntuk malam ini. Ayo kita awali dengan, unbreakable..”

Kian mulai memetik senar-senar gitarnya, dibantu dengan duaorang tadi yang membuat musiknya semakin hidup. Konser ini belum berakhir. Sepertiyang dikatakan Nicky, ini akan menjadi malam yang panjang. Namun beberapapenonton sudah menangis, tidak ingin konser ini cepat berlalu.

Shane mulai bernyanyi dan penonton juga ikut bernyanyi,sembuat Shane tersenyum bahagia. Ini memang akan menjadi malam yang panjang.Kuatkah Shane tersenyum selama waktu yang panjang itu?

Lagu berikutnya dilanjutkan dengan Queen of my heart, Fool again, dan Catch my breath. Lagu-lagu yang memang cocok untuk dibawakan secaraakustik. Lagu sederhana yang sungguh indah. Itu sebabnya para fans tidakkeberatan untuk bernyanyi di sepanjang pertunjukan.

*

Dilanjutkan dengan Igotta feeling(Black Eyed Peace) yang sedikit dicampur dengan Party Rock Anthem(LMFAO), yang menontonpertunjukan itu seperti sedang berada dalam pesta remaja belasan tahun. rata-ratafans yang hadir sudah cukup berumur, bahkan ada yang sudah sangat berumur! Sepertibeberapa lansia yang sepertinya nekat sekali hadir ke konser ini. Mark yakin, anakmuda yang berada di sekitar lansia itu pasti cucu si nenek.

Lagu Halo(Beyonce)juga dicampur dengan How to break a heart,membuat mereka kembali bernostalgia dengan WhereWe Are Tour. Mengingat ini adalah lagu ketujuh belas, yang artinya hanya akanada delapan lagu lagi, semakin banyak yang menitikkan air mata. Bahkan ada pulayang menangis histeris!

“Kukira aku menyanyikan lagu What makes a man dengan benar tadi. Aku tidak mengganti This isn’t goodbye, dengan Tthis is goodbye sepertisebelas tahun lalu bukan?” Shane mencoba untuk menghibur parafans yang sudahmenangis. “Kalian begitu berharga. Karena kalian yang menjaga kami agar kamitetap seperti ini. Tetap berdiri di atas panggung,tetap menyanyikan lagu-lagu yangmungkin sering kalian nyanyikan di kamar mandi, dan tetap memiliki penggemar.  Bertemu dengan kalian lagi adalah sesuatu yangsangat-sangat spesial! Kita sama-sama sedih saat Westlife bubar, dan kitasama-sama bahagia saat Westlife mengadakan konser reuni.  Seperti yang Kian katakana, beribu-ribu terimakasih pasti tidak akan cukup. Dan karena kalian yang menyelamatkan kami, hinggakami bisa berdiri di atas pentas malam ini, terkhusus untuk kalian, Safe..”

Alunan piano yang tuts-tustsnya ditekan sudah terdengar. Bisaditebak bahwa itu adalah intro dari lagu Safe.Lagu yang benar-benar Westlife dalam album Gravity.Mark sendiri yang menyatakan itu.

*

“To the last mile.......of the way..” dengan begitu berakhirlah lagu Last mile of the way, lagu dengan urutan kedua puluh dua dalamdaftar lagu yang akan di nyanyikan malam ini.  Hanya tersisa tiga lagu lagi. Semkin banyakair mata yang membanjiri stadium Croke Park.

“Selamat malam semua!” Mark mulai berbicara. “Ayo teriakjika kalian menikmati malam ini!” Mark heran, mengapa penonton di depannyamasih sanggup berteriak setelah berjam-jam mereka tak henti-henti berteriak.  “kalau begitu kita sama, kamipun juga sangatmenikmati malam ini. Berdiri di atas panggung yang dulu pernah kami injak,disinari lampu-lampu yang ikut menari saat kami bernyanyi, mendengarkanteriakan kalian, dan membaca spanduk yang kalian bawa, sungguh! Kami merindukanitu semua. Tidakkah begitu kawan-kawan?” Mark beralih pada Kian, Shane, dan Nickyyang duduk di tangga panggung dengan botol minuman di genggaman mereka. merekatersenyum sambil mengangguk “pastinya, Markie!” jawab Nicky dengan nafas yangbelum teratur.

“Ini seperti kembali ke rumah. Rumah di mana kamu berasal. Namuncepat atau lambat kamu harus meninggalkan rumah itu, dan kamu harus kembali kerumah itu suatu saat, walaupun kamu tidak akan menetap di sana. Dan inilah saatuntuk kembali ke rumah. Bertemu dengan hal-hal yang telah lama kamu rindukan. CrokePark seperti rumah bagi kami, dan kalian adalah bagian dari rumah itu.Kamiberharap saat kami kembali ke ‘rumah’, kalian ada di sana juga. Karena kalianadalah salah satu dari hal-hal yang dirindukan itu. dan harapan kami terkabul! Kalianmasih di sini!

Inilah lagu kerinduan kami akan rumah, tempat kami yangmemang seharusnya berada di sini saat ini, Home..”

*

“Everybody's looking for that something” tibalah pada lagu terakhir.Dimana para fans, tidak peduli tuamuda, pria wanita, menitikkan air mata. Waktu yang berjalan berjam-jamsepertinya tidak cukup untuk mereka. akankah Westlife mengadakan konser reuniakbar seperti ini lagi? Entahlah, mereka tidak mengungkit tentang itusedikitpun. Membuat para fans ketakutan jika mereka tidak akan beraksi dalamsatu panggung lagi.

“Onething that makes it all complete
Youfind it in the strangest places
Placesyou never knew it could be
Some find it in the face of theirchildren

Somefind it in their lover's eyes
Whocan deny the joy it brings
Whenyou've found that spesial thing
You'reflying without wings..” Shane menyelesaikan bait miliknya.

“Somefind it sharing every morning
Somein their solitary lives
You'llfind it in the words of others
Asimple line can make you laugh or cry
You'll find it in the deepestfriendship

Thekind you cherish all your life
Andwhen you know how much that means
You'vefound that spesial thing
You'reflying without wings
So,impossible as it may seem
You'vegot to fight for every dream
Coswho's to know which one you let go
Wouldhave made you complete..”

Jodi beserta kesatrianya, Gillianbeserta ketiga anaknya, dan Gina dengan si kembarnya dan seorang putri yangcantik! Mereka memasuki panggung, mendampingi ayah dan suami mereka di ataspanggung. Mark beda spesial, Oliver dan Marie berjalan dengan langkah rapuh kearahnya, dibantu dengan Collin dan Berry. Mark tersenyum menyambut kedatanganmereka. ia merasakan betapa besar cinta keempat orang itu padanya. Ayah danibunya yang sudah sangat tua, keras kepala untuk tetap mendampinginya di ataspanggung. “Apalah arti angin malam! Itu hanya akan membuatku masuk angin limamenit!” begitu yang dikatakan Oliver saat Mark dan kedua saudaranya berusahauntuk mencegah sepasang suami istri itu.

“Well,for me it's waking up beside you
Towatch the sunrise on your face
Toknow that I can say I love you
Atany given time or place..” Shane meraih tangan Gillian, Kedua putradan seorang putrinya yang telah tumbuh menjadi seorang wanita cantik, berada diantara mereka.

“It'slittle things that only I know
Thoseare the things that make you mine
Andit's like flying without wings
Cosyou're my spesial thing
I'mflying without wings..” Mark merangkul ibunya dengan penuhkehangatan. Oliver berada di sebelahnya. Ia diapit oleh kedua orang tuanya. Marknyaris menangis sangkin terharunya. Matanya sudah memerah.

“Andyou're the place my life begins
andyou'll be where it ends
I'mflying without wings Shane beralih pada ketigaanaknya sambil tersenyum lembut.

“Andthat's the joy you bring
I'mflying without wings..”

Satu tetes air mata mengalir dipipinya, secepat mungkin ia menyeka air mata itu. Ia memandangi sekelilingnya. Kianyang memeluk Jodi erat-erat dengan di antara mereka. Nicky dan Shaneberbondong-bondong didekap oleh pasukan yang mereka bawa dari rumah.  Mark tidak terlalu memperhatikan apakah merekamenangis atau tidak. Iapun terlalu sibuk mendekapi orangtuanya yang keraskepala itu.

*

Mereka berada di belakang panggung,lengkap bersama keluarga mereka. suasana masih terasa sangat hangat. Setelah Markmemperhatikan lekat-lekat, bukan hanya dia rupanya yang menangis. Shane, Kian, Nicky,ternyata melakukan hal yang sama.  Sungguhsaat-saat yang emosional, dimana orang yang mereka cintai berkumpul. Dan lagucinta tadi untuk mereka, orang orang yang tercinta.

“Akankah kita melakukan reuni lagi?”Tanya Mark saat situasi emosional sudah mulai mereda. Mark berharapteman-temannya akan menjawab ‘ya’, seperti yang diharapkannya. Berada di ataspanggung seperti tadi memang terasa seperti rumah!

“Semoga saja” jawab Kian dengantersenyum bahagia. Tangannya melingkar di leher Koa, membuat Kian sedikitbongkok karena perbedaan tinggi mereka. Tinggi Koa dan Kian tidak berbeda jauh,Karena Koa termasuk tinggi untuk anak seusianya.

Kian mengecup pipi pangeran kecilnya,kemudia mereka saling berbalas senyum. Mark malah ikut tersenyum dengan mereka.Koa berlari pada ibunya dan langsung memeluknya erat-erat. Ibunyapunmengecupnya sama seperti yang Kian lakukan tadi. Mark memandanginyalekat-lekat, sadar betul betapa bahagianya memiliki buah hati seperti itu.

Kian menyadari arti tatapan dansenyuman yang tertuju pada putranya. Bagaimanapun juga, Kian memiliki instringseorang ayah, dan Mark harusnya menjadi seorang ayah saat ini jika…. kalian tausendiri. Kian teringat saat ia melihat Shane mendapatkan Nicole. Saat itu Shaneterlihat sangat bahagia dan Kian juga ingin memiliki seorang anak seperti Shane.Dan ekspresi Kian saat itu, sama persis dengan ekspresi Mark saat ini.

“Mark” Mark tersadar dengan panggilan Kian“datanglah ke rumah sesekali. Koa pasti senang bermain denganmu.” Mark tersenyumgirang dan membalasnya dengan anggukan. Tidak mungkin ia menolak untuk bermaindengan anak selucu dan seimut Koa.

Mark bersyukur memiliki keluargaseperti yang dimilikinya sekarang. Cinta kedua orang tuanya yang tidakberkesudahan, dan kedua adiknya yang juga selalu menyayanginya. Mark sadar diatidak pernah kekurangan kasih sayang. Bahkan kasih sayang melimpah untuknya!

Namun tidak ada salahnya ia berharapsuatu saat nanti akan memiliki istri yang baik dan anak yang lucu. Seperti yangdimiliki Kian, Shane, dan Nicky.

Kamis, 23 Mei 2013

Bow and String-2

Here’s the second chapter! Enjoy!!! :D


Dia baru saja menginjakkan kakinya di halaman sekolah. Tahunajaran baru, dengan semangat baru, yang artinya belum ada tugas menumpuk. Wajahringan William terlihat sama ringannya dengan langkah kakinya. Kehidupan SMA-nyatidak berbeda jauh dengan dua tahun lalu di sekolah lamanya. Masihmenjadilaki-laki pemalu, namun tidak lagi menjadi pengecut.

Dia tidak takut untuk berdiri di depan kelas apabila disuruhuntuk bernyanyi, bahkan teman-temannya mengetahui betapa berbakatnya dia dalambidang musik! Bukan hanya dari caranya bernyanyi, namun juga betapa handalnyaia memainkan berbagai alat music! Music itu seperti separuh darinya.

Seperti dua tahun lalu, ia kembali terpukau dengan sosokyang berada tidak jauh di depannya. Bukannya William tidak pernah bertemudengannya selama dua tahun terakhir, hanya saja mereka jarang bertemu.Sekalipun bertemu, mereka hanya akan saling berbalas senyum atau berucap “hay!”dan tidak pernah lebih. William terlalu canggung untuk bercakap-cakapdengannya.

Mata perempuan itu menyapu pemandangan si sekitarnya.

Sinar matahari membuat rambut coklatnya berkilau. Anginsepoi-sepoi kota Sligo membuat rambut pendeknya berayun-ayun.  Dia berdiri tegap sambil memegangi taliranselnya, seakan ransel itu akan jatuh jika tidak dipegang baik-baik. CelanaJeans ketat melekat di kaki-kakinya yang panjang semampai. Resleting Jaketnyadibiarkan tertutup setengah.

Dia bahkan jauh dari kata ‘feminim’, tapi dia keren!

Alanna, yang selalu bisa membuat William bergumam “cantik”saat mereka berpapasan, walau hanya di dalam hati. Dia juga orang yang sama,orang yang bisa membuat jantung William bergetar hebat. Dan dia juga yangmengusir jauh-jauh predikat pengecut dari William. Walaupun William tidakmengetahui yang terakhir.

Alanna beranjak dari tempatnya berdiri, mungkin ke kelasbarunya. Sulit dipercaya, mereka berada di sekolah yang sama lagi! Williamtetap tersenyum sumringan, meskipun Alanna tidak tersenyum padanya kali ini.

*

Alanna melihatnya. Dia masih sama seperti dulu. Sama pemaludan sama pendiamnya. Dia duduk di pojokan ruang makan, tanpa satupun teman yangmenemaninya di meja makan. Dia terlihat baik-baik saja dengan kondisi itu. ataumungkin sudah terbiasa dengan kondisi itu.

Roti isi yang ada di atas meja makan, disantapnya denganlahap. Alanna tersenyum melihatnya, suatu bukti dia memang baik-baik saja. Laki-lakipemalu dan pendiam seperti dia mungkin merasa nyaman dengan kondisi sepertiitu. mungkin..

Pernahkah dia kesepian? Suatu pertanyaan bagi Alanna yangsudah cukup lama berdiri dengan makan siang di tangannya. Alanna ingin berjalanke tempat di mana laki-laki itu sedang melahap roti isinya.

“hey Ally!!” Alanna terlonjak kaget dan pikirannya terpecah.Seseorang memanggil namanya. Alanna cukup heran. Betapa cepat namanya dikenaldi sini.

Yeah, memang tidak banyak yang berubah dari kedua orang itu.

Alanna menoleh pada sumber suara. “Ayo! Bergabung di sini!”laki-laki itu tersenyum seraya memanggilnya, tapi orang ini bukan laki-lakiyang sedang melahap roti isinya. Laki-laki itu menawarkan kursi makan sianguntuk Alanna. Di samping laki-laki itu ada seorang perempuan berkacamata, yangtidak terlalu menarik.  Namun keduanyaterlihat ramah, tidak ada wajah iblis yang jahat di sana.

Mulanya Alanna ingin menolak dengan sopan dan inginmenghabiskan jam makan siang dengan si roti isi itu. Alanna melirik laki-lakidengan roti isi di mejanya tadi. Namun, ia tengah membereskan bangkunya danpergi meninggalkan ruang makan.

Alanna mendesah kecewa, namun tetap tersenyum walaupunperih. Lagi pula menolak tawaran teman baru yang baik rasanya kurang sopan. Dantiba-tiba duduk dengan laki-laki pemalu itu, bisa saja Alanna membuatnyatersedak karena kaget, kemudia meninggal di tempat. Alanna tertawa membayangkannya.

*
Ruang music sepulang sekolah masih menjadi rumah keduabaginya.

Jari-jarinya menari dengan lincah di atas tuts-tuts hitamputih. Tumit kaki kanannya bergerak naik turun, menjadi alunan tempo untuknada-nada harmonis yang sedang di mainkannya. Matanya terpejam, hanyut dalamnada-nada yang dimainkannya sendiri.

*

Entah apa senutan untuk ini…

Alanna berjalan menyusuri sekolah barunya. Namun tujuanutamanya sudah ditentukan, bahkan sebelum pelajaran di mulai . perasaannyaberkata bahwa ia akan mendengarkan lagu itu lagi. Yeah, lagu yang membuatjantungnya berdebar.

Di sekitar koridor yang sedang ia lewati, Alanna dapatmendengar dentingan dari tuts-tuts piano yang mengalun merdu. Alanna yakin seyakin-yakinnya, jika si pemain adalah orang yang sama dengan orang orang yang ditemuinya duatahun lalu, di saat seperti ini juga, di ruang music sekolah lamanya.

Alanna menoleh keluar jendela. Keadaan di luar mulai sepi.Alanna mendekati sumber dentingan tuts-tuts piano itu. semakin dekat dan suaraitu terdengar semakin jelas. Alanna bisa melihat dengan jelas siapa pianisnya. Wajahnyayang begitu menikmati irama yang dimainkannya. Tebakan Alanna tidak melesetsedikitpun.

Alanna segera masuk ke ruangan itu.

William sang pianis berhenti memainkan lagunya. Ia menyadarikedatangan Alanna. Alanna terlihat santai dan matanya yang begitu hidup,menyapu seluruh ruangan yang luas itu.

“ally?!” William berucap kaget. “Apa yang sedang kamulakukan di sini?”

“melihat-lihat sekolah baruku.” Jawab Alanna santai. “ngomong-ngomong,kenapa berhenti? Lanjutkan lagunya. Kamu taukan kalau lagu itu indah sekali?”

William terdiam, keningnya berkerut sambil menatap Alanna.

“lanjutkan!” seru Alanna dengan senyum penuh semangat. setelahbeberapa saat menatap Alanna, William melanjutkan lagunya.

Alanna menemukan apa yang dicarinya. Sebuah boila. Benda itutersender  dengan anggunnya pada dindingputih yang berdiri kokoh. Alanna segera meraihnya, kemudian berjalan ke arahgpiano yang sedang dimainkan William.

Alanna mendengarkan lagi itu baik-baik, bahkan ia sampaimenutup matanya untuk beberapa saat. Kemudia badan biola berada tepat di bawahdagunya. Bow bergesekan dengan string, senar-senar yang sedang di tekan-tekanoleh Alanna.

William menoleh pada Alanna yang sedang memainkan biolanya. Matanyaterpejam, menikmati tiap-tiap nada yang dinggap di gendang telinganya.

Siapapun yang mendengar kolaborasi dari keduanya, tentu akantenggelam dalam keindahannya yang memikat.

*

Entah sudah berapa lama mereka berada di tempat yang sama.Namun sekarang William mendapati Alanna duduk di sampingnya. Di bangku pianoyang cukup luas. Namun cukup dekat hingga William dapat mendengar dengan jelastiap hembusan nafas Alanna. Wangi Alanna yang mungkin parfumnya, atau pengharumpakaiannya, atau mungkin harum rambutnya, entahlah! Tapi William bisa menciumwanginya di jarak sedekat ini. Biola yang tadi di mainkannya, disandarkankembali pada dinding yang tidak jauh dari piano.

“aku tau kamu bisa memainkan Biola, piano, dan whistle thin”seru William saat Alanna sedang memainkan sembarang lagu pada piano. “tapi akutidak tau kamu sehebat itu!”

Alanna tersenyum, kemudia menanggapi “tidak ada yang taujika tidak ada yang pernah melihat. Seperti kamu..”

“William mengernyit “Seperti aku?”

“yeah. Kamu itu hebat! Namun tidak ada yang pernah melihatkehebatanmu, jadi siapa yang tau? Ah! Itu dulu. Mereka sudah melihatnya dipentas seni dua tahun lalu.”

William tersenyum mengingatnya, matanya menerawang dalampada tuts-tuts hitam putih di depannya. “ya, itu sebuah kesalahan. Kesalahan yangluar biasa.”

Apa yang baru saja dikatakan William? Ya, kata ‘kesalahan’itu terdengar jelas di telinga Alanna. Namun ‘luar biasa’? ditambah lagi denganWilliam tersenyum saat mengatakannya. Jadi sudah pasti ‘luar biasa’ itu berlakudalam artian positif. Salah dengarkah dia? Alanna tersenyum. Hatinya menari-narisangkin senangnya.

Alanna tersenyum tanpa berhenti memainkan tuts pianonya. Every little thing you do yangdimainkannya asal-asalan masih terdengar indah di telinga keduanya.

Untuk beberapa saat mereka hanya diam. Hanya petikan-petikandari senar-senar piano yang berbicara. Alanna bisa merasakan ada sesuatu yangmemperhatikannya. Alanna melirik sedikit ke kanan, dan
mendapatkan mata biru gelap William memandangi wajahnya denganbegitu dalam. Dan hangat. Bahkan Alanna bisa merasakan wajahnya memanas dengantatapan itu.

Alanna sadar bahwa itu aneh, dan yang lebih anehnya lagikenapa dia bisa begini? Ally segera menoleh dan menatap William.

*

William yang bodoh! Bagaimana bisa ia memandangi orang disebelahnya dengan tatapan itu. begitu dalam dan William tidak bisa membohongidirinya sendiri bahwa ia menikmati saat-saat itu. saat-saat ia memperhatikanwajah cantk di sebelahnya. Sebelum akhirnya Alanna menoleh padanya sambilberkata “apa?”

William tersadar kemudian tergagap dan secepat mungkin iamenjawab “oh! Bukan apa-apa.”

Alanna kembali pada lagu dan pianonya. William mencoba untukmengikutinya dengan tuts-tuts yang tersisa (tuts yang tidak ditekan Alanna). Menjadikanlagu itu semakin indah dan membuat siapapun yang mendengarnya ingin berdansaatau setidaknya menghentak-hentakkan kaki mereka.

Alanna menari jari-jarinya dari atas tuts-tuts itu. hanyaWilliam yang masih memainkan lagu itu. tidak ada yang bisa menyangkal, lagu itumasih terdengar indah.

William sadar, ada sesuatu yang memperhatikannya. Williammelirik ke sebelah kirinya. Dan mendapati Alanna sedang menatapnya sambiltersenyum lembut. Sesaat William hanya mengabaikan tatapan Alanna itu dan tetapbermain. Namun kegagapan, akibat kekacauan fikiran William membuatnya terpaksamenarik jari-jarinya dari atas tuts piano. sungguh! Tatapan itu berhasil denganbaik mengaduk-ngaduk otaknya!

William sadar benar Alanna masih tersenyum padanya dansiapaun dapat melihat dengan jelas rona merah di wajah William. Senyum simpulyang tertahan membuat wajahnya terlihat lucu. William menoleh pada Alanna danbertanya “ada apa?” maksud dari ucapan itu sebenarnya adalah “tolong berhentimenatapku begitu, apalagi dengan senyumanmu itu! sebelum aku mati konyol disini!” dan itu tentu tidak mungkin keluar dari bibir William.

Alanna tergelak. “kamu masih sama pemalunya dengan yangdulu!”

William mulai berfikir, mungkin ini bagian dari balas dendamAlanna atas tatapan bodohnya tadi..





Nah! Sampai sini dulu.. hehe aku lagi memperkuat plot-plotselanjutnya (kalo juga plotnya jadi di tulis -_-). Silahkan komen yangpanjang!! :D
Aku juga minta saran untuk judul dari cerita romantic GATOT(gagal total) ini :D
Terimakasih!!! MUAAAHHH!!!! :v