Selasa, 28 Mei 2013

Bow and String-4

Tidak ada yang lebih membingungkan dibanding cinta. Sebuah kata yang katanya penuh makna, bisa membuatmu menangis sambil tertawa di saat yang sama. Aneh! Begitulah anggapan bagi mereka yang tidak mengerti.

Namun Lyana Lought sangat mengerti arti cinta yang sebenarnya. Atau setidaknya dia beranggapan begitu. Setelah apa yang ia lewati selama ini bersama bersama Barwyn Matheo. Terlalu banyak senyum untuk dihitung. dan terlalu banyak air mata yang sama sekali tidak ingin di ingat Lyana. Namun air mata kali ini, sepertinya tidak bisa dilupakan begitu saja. Lyana bahkan khawatir tidak akan bisa melupakannya.

Air matanya masih mengalir, tiap kali ia mengingat wajah Bawryn. Bagian yang mengesalkan adalah, banyak sekali benda yang dilihatnya, mengingatkan Lyana akan Barwyn. Seperti laki-laki yang berjalan dengan kaos Spott yang sedang tren di pasaran, Lyana akan menangis saat melihatnya. Ingatannya melayang pada Barwyn yang sangat menyukai model itu, dan hampir semua dari bajunya bermodel sama. Sayangnya ada ratusan orang yang menggunakan baju seperti itu di Sligo setiap harinya.

Ia tersenyum di dalam tangisnya. Membayangkan betapa lega Barwyn saat tidak lagi bersamanya dan bebas mendekati sang pujaan hati. Ia menangis di dalam tidrnya. Bermimpi betapa ia mencintai Bawyn yang tidak akan pernah bisa di dapatkannya lagi. Kejadian lima belas menit di depan kios itu pasti akan berefek lama, dalam , dan luas bagi Lyana.

Lyana tidak menghitung sudah berapa kotak tisu yang dihabiskannya. Lembar terakhir baru saja dilemparkannya pada tong sampah yang sudah melebihi kapasitas. Tangan mungilnya mengorek-ngorek kotak kosong yang seharusnya masih menyediakan tisu untuknya. Lyana terlalu perih, malas, dan kacau untuk membeli tisu ke luar. Selimut, bantal, dan beberapa sepraipun turut menjadi korban air matanya. Dan sepertinya, malam ini bukan hanya dia yang tersiksa. Betapa malangnya selimut yang sekarang sudah berlendir itu.

*

Tidak ada yang dapat mengingkara bahwa Alanna adalah sosok penari yang luar biasa. Tidak hanya dari caranya bergerak di atas lantai tari, namun dengan kegigihannya untuk berlatih sebelum menginjak lantai itu juga masuk hitungan.

Dari hari ke hari nyeri di pergelangan kaki kanannya berkulang, malau hanya sedikit demi sedikit. Namun setidaknya Alanna merasa lebih baik. Berterima kasihlah kepada dua laki-laki tampan Finnian dan Ciaran. Tidak ada stok laki-laki jelek di kediaman keluarga egan, bahkan yang sudah berumur sekalipun. Predikat seksi dipegang oleh yang paling tua. Namun jangan harap akan memiliki salah satu dari mereka, atau bersiaplah untuk sakit hati. Mereka semua memiliki pendamping masing-masing, yang lagi-lagi dihubungkan dengan kata cinta.

Mungkin bakat menari Alanna menurun dari ibunya yang merupakan mantan penari profesional. Namun tidak bisa diingkari bahwa sifat  Kian Egan juga diturankan disana. Terbukti dengan tatapan dinginnya yang kerap kali ia tunjukan jika Lyana lought ketika wanita itu menatapnya. Walau tak jarang pula Alanna membuang muka padanya.

Alanna menyukai dirinya yang tomboy. Menurut Alanna, tomboy itu memiliki banyak keuntungan, seperti: dia tidak perlu membuang waktu untuk mengecet kuku-kukunya, tidak perlu menggunakan rok yang memaksanya untuk bergerak terbatas, dan tidak perlu mengikuti tren fashion yang akan selalu berganti dalam kurun waktu sempit. Dan Alanna sangat bersyukur dengan rambut pendeknya! Sehingga ia tidak perlu repot-repot menggulung rambutnya sebelum menari.

Jika William berada di sini, menghadiri Ballet dance competition sebagai penonton. Ia akan sangat yakin bahwan Alanna adalah perempuan.karena William sering kali ragu akan sifatnya yang melenceng dari gadis-gadis pada umumnya.

Tutu berwarna biru muda, dan sepatu balet putihnya dusah melekat di tubuhnya. Stoking putihnya hampir sama putih dengan kulit aslinya. Kulitnya memang benar-benar putih, dan warna itu memang benar-benar cocok untuknya. Dia terlihat begitu menrik dengan kulit putih dan mata birunya. Siapa bilang gadis berkulit coklat saja yang terlihat menarik?

Alanna berdiri di belakang panggung, menunggu nomor urutannya tiba. Bengkak di kakinya sudah hampir tidak terlihat. Walau sebenarnya masih terlihat. Dia bersyukur kedua orang tuanya tidak tau. Finnian memang kakak yang baik, dan Alanna sangat menyayanginya. Walau tidak jarang Alanna ingin memukuli wajah kakaknya yang menyebalkan itu.

Seperti yang sudah Alanna perkirakan, kontestan di sini tidak bisa diremehkan begitu saja. Semuanya memiliki kemampuan diatas rata-rata. Beberapa di antaranya bahkan membuat Alanna kagum. Tapi satupun dari mereka tidak membuat Alanna berkecil hati. Ia sudah berlatih keras, dan ia juga sudah membuat banyak orang kagum kepadanya. Ia yakin pada kemampuannya sendiri.

Beberapa menit yang lalu Keavy bersamanya di belakang panggung, untuk mendampingi Alanna dan mempersiapkan segala sesuatu yang ia butuhkan. Namun, Alanna sudah melakukan semuanya sendiri dan menyuruh Keavy untuk duduk manis di bangku penonton sambil menunggunya berdiri di atas pentas.

Waktunya untuk peserta dengan nomor urut sepuluh, nomor urut yang dimiliki Alanna. Ia menarik nafas dalam sambil mengucapkan doa, kemudia mengeluarkannya. Ia berjalan dengan penuh percaya diri ke tengah panggung. Di bangku penonton Alanna bisa melihat seluruh anggota keluaraganya duduk berjejer di bangku penonton. Semuanya menyempatkan diri untuk menyaksikan Alanna hari ini. Beberapa gadis di bangku penonton terlihat cukup gaduh dengan tak henti-hentinya memandangi Kelly. Mau bagaimana lagi? Kelly sudah menjadi penyanyi pop muda yang terkenal, serta memiliki fans di mana-mana. Kelly sebisa mungkin memfokuskan perhatiannya hanya pada Alanna.

Musik dari Grand piano yang diletakkan di pinggir panggung mulai mengalun. Melodi lambat namun penuh dengan seni. Alanna bergerak sesuai irama dan ketukan dari lagu itu. Melakukan gerakan-gerakan yang telah dipelajarinya dan berekspresi sebagaimana seharusnya.

Ruangan itu hening, hanya piano dan ketukan kaki Alanna yang terdengar. Sepertinya harus begitu jika Alanna yang berada di atas panggung. Para juri dan penonton begitu fokus dan tidak berkutik saat ini. Jinjitan dari kaki-kakinya yang kokoh namun bergerak lentur sungguh elegan. Lambaian tangannya yang lembut begitu cantik dengan berkas cahaya yang meneranginya. Wajah cantiknya mengeluarkan ekspresi  yang sungguh nyata. Seperti dialah pemeran sebenarnya dalam kisah tersebut.

Perubahan-perubahan tempo dari melodi yang mengalun seperti bukan hambatan bagi Alanna. Ia tetap bergerak dengan indah dan memukau. Tempo cepat di mana ia harus bergerak lincah dan mengganti ekspresi di saat yang tepat. Tempo lambat di mana ia harus bergerak dengan lembut dan mempertahankan ekspresinya. Belum lagi ia harus secepat mungkin menyesuaikan diri dengan tempo yang beubah-ubah. Dan semua itu dilakukannya dengan kondisi pergelangan kaki yang belum sembuh. Alanna bisa merasakan sakitnya setiap kali pergelangan kakinya bergerak. Tidak ada penonton yang mengetahi rasa sakitnya. Semua itu tertutupi dengan sempurna oleh Alanna.

Lompatan di udara, yang membuatnya seperti terbang, dan melayang dengan tubuh begitu ringan adalah klimaks dari tarian tersebut. Setiap pasang mata bergerak tiap kali Alanna berpindah tempat. Mereka masih sangat antusias hingga piano berhenti bermain dan Alanna menunduk untuk mengucapkan terima kasih kepada mereka.

Alanna tersenyum puas ketika tepuk tangan meriah turut mengakhiri tarian tersebut. Keavy, Kian, dan tiga prajurit mereka tersenyum lebar pada Alanna.  Ruangan yang tadi begitu hening telah berubah menjadi sedikit gaduh. Alanna harus segera ke belakang panggung dan membiarkan peserta selanjutnya untuk naik ke atas panggung.

*

William merasa kesepian di ruangan musik yang terasa sangat luas dan bisu ini. Ia masih memainkan jari-jarinya  pada piano dan gitar yang tersedia di sana. piano itu masih mengeluarkan bunyi yang sama. Gitar itu mengalun seperti melodi yang biasa William mainkan. Namun William tau bahwa memang ada sesuatu yang kurang.

Alanna tidak di sini. Harusnya biola itu mengeluarkan bunyi khasnya, di bahu gadis cantik yang biasa memainkannya. Dan saat ini biola itu hanya diam berada di dalam kotaknya. William akui bahwa ia tidak bisa memainkan biola, namun ia mengeluarkan biola itu dari dalam kotaknya. Bukan untuk di mainkan, William hanya meratapi dan memegangi biola itu. Seakan biola itu akan menyampaikan kepada sang pemainnya bahwa William merindukannya di sini.

Perasaan aneh yang sering kali William rasakan. Tidak ada satupun yang tau akan perasaan itu. Dan William memang tidak menginginkan orang lain untuk tau. Tapi ia merasa kerinduannya ini harus diketahui oleh si pemain biola. Walupun William tidak akan mengungkapkannya.

*

Alanna tersenyum lebar, bahkan lebar sekali dengan tatapan tidak percaya. Namanya disebutkan sebagai juara pertama dalam kompetisi itu. Dan ia berada di atas panggung, menerima medali dan tropinya. Alanna sudah memiliki banyak medali dan tropi di dalam lemari penyimpanannya. Namun, untuk yang satu ini sangat berkesan karena jalannya menuju kompetisi internasional terbuka lebar di depan mata.

Setelah bersalaman dan memberi senyum kepada sang pemberi tropi, Alanna berlari ke belakang panggung dengan wajah yang sangat bahagia. Di belakang panggung, wajah-wajah bangga langsung menyambutnya. Keavy memeluk putrinya erat-erat lalu mengecupnya. Bertukar tatapan dan senyuman dan Keavy kesulitan untuk berkata-kata karena Alanna benar-benar anaknya! Anaknya yang membuatnya merasa sangat bangga dan menjadi orang tua paling bahagia di dunia. Walaupun ia sering merasakan hal yang sama pada ketiga putanya. Setelah Keavy, Kian memeluk Alanna erat-erat kemudian bergantian dengan ketiga saudara laki-lakinya.

“tadi itu..” Keavy kesulitan memilih kata-kata yang tepat “luar biasa! Indah sekali! Dan maa tidak melihat kekurangannya! Hebat sekali!”

“oke, dad memang tidak tau banyak soal balet, namun yang tadi itu, dad tidak akan ragu untuk mengucapkan bahwa kamu lebih dari pada luar biasa!” Kian tidak kalah bangganya dari Keavy.

“Thanks Maa, Dad.” Alanna mendekap Kian dan Keavy sekaligus, dan tropi yang dipegangnya cukup mengganggu, namun tidak membuatnya segera melepaskan dekapannya.

“ini luar biasa!” seru Finnian. “karena aku jarang sekali melihatmu pakai rok!” Alanna memandang Finnian dengan tatapan sinis. Di saat seperti inipun Finnian masih sempat menggodanya untuk berperang.

“jadi, bagaimana kakimu, sayang?” tanya Keavy. Alanna mengernyit mendengar ucapan itu. Seharusnya tidak ada pertanyaan tentang kaki saat ini. “pergelangannya masih sakit?” dan Alanna langsung beranggapan bahwa Finnian memilik mulut perempuan.

“Finn!”Alanna bersiap untuk menyalahkan Finnian.

“All, bukan ini bukan kesalahan Finnian.” Keavy segera menengahi.

“nah! Dengar, bukan salahku” ulang Finnian.

“Maa tau ada sesuatu yang lain darimu dan Maa memaksa Finnian utuk memberi tahu. Karena Maa tau kedatangan Ci malam itu dan jalanmu yang pincang” Keavy tersenyum menenangkan. “setiap ibu tau apa yang terjadi pada Anaknya, All”

“jadi, kakimu masih sakit, sayang?” tanya Kian dengan senyum lembut di wajahnya.

“sudah tidak lagi” Keavy segera menatapnya dengan tatapan dan senyuman yang berbicara ‘jangan bohong’. “ok, kadang masih terasa sakit” Alanna menjawab dengan jujur.

“syukurlah kita punya dokter di sini!” Keavy tersenyum pada Ciaran.

*

Hari itu William sangat senang. Ia bertemu dengan Alanna dan William sudah menebak apa yang akan terjadi. Alanna tidak menyentuh makan siangnya dan terus mengoceh tentang kompetisi kemarin. William tersenyum dan terus mendengarkan.

“dan saat mereka menyebutkan namaku sebagai pemenang utama, aku sangat sulit untuk mempercayainya namun aku segera percaya setelah menyentuh tropi itu aku berteriak di dalam hati ‘ini nyata!’ Maa, dad, Ci, Finn, dan Kelly langsung menyambutku di belakang panggung” Alanna melahap suapan pertamanya. “aku akan memakan makan siangku sebelum kamu suruh” Alanna tersenyum jahil pada William.

“Kompetisi internasional itu akan berlangsung bulan depan. Itu waktu yang cukup singkat bagiku, namun aku singguh tidak sabar untuk itu! Aku akan mengubah jadwal latihanku, mungkin sepulang sekolah aku tidak bisa ke ruang musik lagi”

William berhenti mengunyah makanannya dan menatap Alanna dengan tatapan ‘Oh tidak!’

“semakin tinggi level dari kompetisi ini, tentu persaingannya semakin sulit. Dan aku harus bisa lebih baik lagi. Aku sudah mendapatkan tiket menuju kesuksesan dan tidakakan aku sia-siakan”

William masih diam, namun ia segera bersikap sebiasa mungkin dan kembali menyantap makan siangnya. Entah kenapa rasa dari makan siangnya berubah setelah mendengar kalimat Alanna tadi.
“dan aku minta maaf” seru Alanna dengan suara lemah.  William memandang Alanna.
“maaf? Untuk apa?” William  sedikit mengerti ke mana pembicaraan ini, hanya saja apa Alasan Alanna untuk kata maaf itu.
“karena tidak bisa ke ruang musik lagi, menemanimu bermain musik” jawab Alanna sama lemah dengan yang sebelumnya.
“tidak perlu meminta maaf, itu bukan kesalahan.”  William mencoba menenangkan. “lagipula, aku sudah terbiasa bermain di ruang musik seorang diri bukan? Seperti dulu?” William tersenyum meyakinkan. Dan Alanna merasa sedikit lega dengan senyuman itu.
Ruang musik itu telah mendekatkan mereka. Bahkan membuat lubang di hati William secara tiba-tiba, dan kemudian Alanna datang dan menutup lubang itu. Sekarang Alanna pergi dan lubang itu terbuka lagi. Kenapa ruang musik itu bisa menjadi susuatu yang membuatnya merasa begini? Mungkin bukan kesalahan dari ruang musik.

Mereka melanjutkan makan siang mereka. Dengan kehambaran dan kekosongan di hati, William menyantap makan siangnya yang seperti tidak berasa itu. Berusaha menghibur dirinya sendiri dengan ucapan ‘setidaknya kamu masih bisa melihatnya setiap hari’
 William tidak akan memberitahukan siapaun tentang rasa sepinya. Tidak perlu ada yang tau bahkan Alanna, yang akan dirindukan sekalipun. Biarlah ini tetap seperti ini. Karena mungkin memang harus seperti ini.


Komen komen komen.. :D silahkan dikritik sesuka hati... maaf atas typo, karena typo adalah penyakit akut yang sulit disembuhkan XD *ngeles* sama halnya dengan amnesiaku yang melupakan Finnian itu pirang (gawat! Entar emaknya ngamuk!)
Hahahahahahaha XDv

Tidak ada komentar:

Posting Komentar