Karena yang tadi sangat tidak memuaskan, jadi aku coba buat pebaikin dikit-dikit...mohon kritiknya kalo ada yang nggak sesuai atau kurang enak :)
Tidak ada yang perlu dipaksakan. Hidup ini keras, dan semua orang tau itu!
Hatinya terbakar, ketika sosok cantik, yang ia sayangi dilimpahi dengan perhatian oleh pria aneh itu. William sadar apa yang ia rasakan adalah cinta. Setidaknya ia mulai beranggapan begitu. Terlalu banyak penjelasan untuk cinta, yang mungkin tidak bisa kita mengerti.
Cinta tidak perlu dijelaskan. Karena mungkin itu hanya akan membuang waktu. Biarkan ia merasa, sadar, dan mempelajari cinta itu dengan sendirinya.
Jika Holly (dalam film P.S I Love You) berkata ada banyak jenis cinta, ya! Dia benar. Dan biarkan William mengetahui jenis cinta apa yang tengah melandanya.
*
“tidakkah seharusnya maa ikut?” suara kekhawatiran seorang ibu jelas terdengar di sana. Ia duduk di pojok tempat tidur Alanna dengan gerak-gerik tubuh tak tenang.
“Tidak perlu Maa..” Sambil memasukkan pakaiannya kedalam koper.
“Siapa yang akan menjagamu, sayang?” Masih mengkhawawatirkan putri satu-satunya itu. ini akan menjadi kali pertama bagi putrinya itu untuk pergi ke negara lain, tanpa dirinya atau suaminya!
“ada Mrs.Batley. aku tidak sendirian dan dia pasti bisa menjagaku.” Alanna tersenyum untuk meyakinkan ibunya. Ibu yang sangat menyayanginya dan selalu melindunginginya, tidak peduli dengan keadaannya sendiri. Contohnya saja sekarang. usia ibunya sudah tidak bisa dikatakan muda lagi namun ia tetap ingin mendampingi putrinya menuju New York.
“kamu yakin?” Seakan tidak rela putrinya itu pergi hanya dengan wanita paruh baya yang merupakan pembimbing klub balet.
“Maa..” Alanna berhenti mengemasi bajunya dan duduk di sebelah ibunya. Sekilas ia tersenyum pada ibunya kemudian ia meraih tangannya kemudian memeluknya, dengan erat. “Maa, aku sudah besar. aku bukan bayi lagi. Aku janji akan baik-baik saja”
“Oh, Ally” sambil membalas pelukan Ally ia mendesah “sampai kapanpun kamu akan menjadi bayi kecilku. Maa sayang kamu”
“Aku mengerti Maa, aku janji akan baik-baik saja” nada suaranya terdengar meyakinkan. Biar bagaimanapun anaknya yang satu ini cukup keras kepala.tunggu dulu, anaknya yang mana yang tidak keras kepala?! Keavy tersenyum mengingat dari mana sikap keras kepala itu muncul.
“Baiklah” Keavy mendesah dalam pelukan putrinya “jaga dirimu baik-baik sayang”
*
Untuk sebagian orang, gay itu adalah sesuatu yang menjijikkan. Bahkan ada yang melakukan penolakan terhadap kaum gay. Mereka menganggap Gay itu bertentangan dengan agama. Mungkin memang benar, perempuan memang seharusnya bersama laki-laki. Tapi, untuk kasus gay pantaskah mereka disebut bersalah? Mereka sendiri tidak tau bagaimana rasa itu muncul lalu kemudian tumbuh. Yang mereka tau adalah, mereka tidak bisa mengendalikan perasaan itu. Membohongi diri sendiri itu sama saja seperti bunuh diri secara perlahan-lahan.
Di antara sekian banyak orang yang menentang kaum gay, Mark dan kevin bersyukur memiliki sahabat dan keluarga yang sama sekali tidak keberatan dengan kondisi mereka. Anak-anak adopsi mereka, bahkan tidak mempermasalahkan tentang kedua ayahnya. Hidup seperti ini sungguh sangat membahagiakan bagi mereka.
Cinta adalah misteri, begitu banyak bagian yang tidak dapat dipecahkan teka-tekinya. Ini tidak seperti dari mana listrik berasal yang akhirnya bisa di ungkap oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Manusia telah hidup beribu-ribu tahun yang lalu, dan sampai sekarang masih terlalu banyak teka-teki cinta yang tidak terpecahkan.
Dua orang pria sedang bersenda gurau di atas sofa empuk dengan televisi menyala yang sama sekali tidak mereka tonton. Mereka berdua menanti makan malam mereka. walaupun sebenarnya mereka berharap makan malam itu akan datang lebih lama lagi. Keduanya begitu dekat bahkan sesekali mereka berpelukan, orang-orang akan menganggap itu sebagai sesuatu yang menjijikan. Namun tidak bagi William, yang sudah beberapa menit lalu berdiri tidak jauh dari mereka. Pemandangan seperti itu William anggap biasa, bahkan berkesan manis. Tidakkah dua orang yang saling mencintai itu manis?
“Dads..” sebenarnya William tidak ingin mengganggu waktu senda gurau mereka, tapi makan malam di dapur tidak bisa dibiarkan hingga dingin. “makan malamnya sudah siap”
*
“Kamu benar-benar akan pergi ke New york hanya dengan gurumu itu?” Alanna mengangguk sambil mengunyah-ngunyah dagi sapinya. “apa tidak apa-apa?” ayahnya terdengar khawatir.
“Dad..” Alanna menelan daging sapinya. “aku bukan bayi lagi”
“tetap saja, dad khawatir! New york dan Sligo itu jauh sekali, sayang”
“Kelly juga sering tur keliling dunia, dan Dad tidak mempermasalahkannya” Alanna menjawab dengan ringan.
“tapi dia selalu berada di bawah pengawasan Finn”
“dan begitu pula denganku, aku akan selalu berada di bawah pengawasan Mrs.Batley”
“Apa yang membuatmu begitu percaya dengannya?!”
“apa yang membuat Dad begitu tidak percaya dengannya?!” Alanna meletakkan sendok dan garpunya, memberikan senyum penuh pengertian kedapa ayahnya. “Dad, aku sudah besar, aku akan baik-baik saja”
“Dad hanya mengkhawatirkanmu..”
“aku tau..” Seprtinya sang ayah mulai luluh dengan putrinya ini.
*
Penerbangan dari Dublin menuju New York memang sungguh melelahkan. Berkali-kali transit, belum lagi berlama-lama duduk membuat pantatmu panas. Harusnya Alanna bisa tertidur selama perjalanan jika Mrs.Batley, tidak mengganggu dengan dengkurannya.
Penjelasan dari pramugari yang berbadan tinggi dan langsing, seperti mendengar lagu kebangsaan Irlandia. Nyaris membuat Alanna ingat luar kepala. Ada berbagai macam orang di dalam pesawat itu dan satupun tidak dikenalnya. Kecuali Mrs.Batley yang tertidur pulas di sebelahnya.
Alanna berarap ia tidak berada di pesawat sekarang. ia bahkan berandai-andai sedang melempari Finnian dengan bantal, menari di tempat latihannya, bermain dengan biola, dan mendengarkan suara piano William.
Alanna akui, William itu cukup manis untuk seorang laki-laki. Mungkin tingkah lakunya yang sopan menambah kesan manisnya. Berteman dengan William juga sangat menyenangkan. Mereka berteman baik, mungkin itu sebabnya ia berada di fikiran Alanna. Lagu-lagu yang dimainkannya terdengar sangat indah, dan Alanna ingin mendengarnya saat ini.
Alanna memejamkan matanya dengan paksa. Ia sudah kehilangan waktu tidurnya yang berharga. Berharap matanya akan bertambah berat dengan kesadarannya yang mulai berkurang, Alanna malah membuka matanya dengan kesal dan mulai menggerutui Mrs.Batley.
*
Malam tanpa bintang, gitar tanpa senar, dan piano tanpa tuts. Seperti itulah rasanya ruang musik tanpa Alanna. William tertawa, mendapati dirinya mulai berlebihan dengan itu semua. Kenapa ia terus saja memikirkan kesepiannya? Ia mencoba memikirkan hal lain, walaupun pada akhirnya akan kembali pada Alanna. Namun setidaknya William tersenyum mengingat wajah Alanna.
Ya, gadis kecil itu selalu bisa membuatnya tersenyum.
*
Berkali-kali Alanna mengucapkan syukur kepada Tuhan. Akhirnya ia bertemu dengan kasur! Alanna langsung runtuh saat melihatnya. hanya dalam hitungan menit, matanya terpejam. Satu lagi yang membuat Alanna bersyukur, tidak ada dengkuran Mrs.Batley saat ia sedang tertidur.
Alanna tidak bermimpi apapun di dalam tidurnya. Hanya saja ia mendengar suara piano yang familiar di telinganya. Alanna tersenyum dalam tidurnya. Suara piano itu memang selalu membuatnya tersenyum. Mungkin bukan hanya piano itu, petikan gitar yang di dengarnya juga terdengar merdu. Mungkin itu juga bisa membuatnya tersenyum.
*
Pagi tiba di kota New York. Orang-orang sudah bergerak dengan ligatnya di kota itu, oh iya! Alanna hampir lupa bahwa New York adalah kota yang tidak pernah tidur. Matahari New York sudah bersinar dengan terangnya, semuanya terlihat oleh Alanna dari jendela kamar hotel yang ia tempati.
“oh, Sudah bangun rupanya!” Alanna menoleh pada suara yang berasal dari balik badannya. Mrs.Batley tersenyum padanya. “sulit sekali membangunkanmu”
‘Oh tentu saja! Siapa yang tidur sepanjang perjalanan dan siapa yang menjadi korban’ Alanna menggerutu di dalam hatinya, namun ia membalas senyuman Mrs. Batley setengah hati.
“Ayo bersiap! Kita masih punya waktu sebelum sore tiba.”
Alanna beranjak dari depan jendela. Berat kakinya untuk meninggalkan jendela itu, ia masih ingin melihat kesibukan warga New York yang terlihat sangat disiplin. Mirip tentara yang sedang berbelanja! Sepertinya Time is Money sangat berlaku di sini.
Kompetisi itu akan dimulai pukul tiga sore ini. Alanna sudah memperkirakan acara itu akan berakhir hingga malam. Bayangkan saja! Pesertanya dari seluruh penjuru dunia, pasti ada banyak peserta yang mengikutinya.
Alanna membasuh wajahnya dengan Air. Sedikit segar ketika wajahnya bertemu dengan air.
*
Pemanasan dan sedikit gerakan ringan mungkin sudah cukup. Terlalu lelah sebelum bertanding malah akan menjadi bumerang yang berbahaya. Alanna masih mengenakan baju latihannya, masih ada tiga jam sebelum kompetisi itu berlangsung.
Kompetisi itu belum berlangsung, namun Alanna tidak dapat mengendalikan detak jantungnya jika membayangkan kompetisi itu. dia sudah terbiasa tampil di depan orang banyak, namun jika yang diikutinya adalah lomba bergengsi seperti ini, tidak mungkin ia tidak gugup.
Alanna merasakan getaran di perutnya, sepertinya ia perlu makanan. Kegugupan dan latihan ini membuatnya lapar.
*
Alanna semakin tidak bisa menahan detak jantungnya ketika ia sudah berada di belakang panggung. Kompetisi itu sebentar lagi di mulai, dan ada banyak sekali peserta di sekitarnya. Mereka terlihat begitu percaya diri, namun adapula yang terlihat gugup. Alanna menyapu pemandangan di sekitarnya. Ada banyak sekali orang, dengan berbagai macam wajah. Ada yang bermata sipit, mungkin dari jepang, cina atau korea. Kulit mereka begitu putih dan rambut mereka sangat hitam. Ada berbagai pasang mata di sana, mulai dari biru cerah hingga hitam pekat. Dari yang berbadan mungil hingga yang tinggi besar.
Mereka semua bersiap-siap untuk kompetisi ini. Beberapa dari mereka membuat pemandangan risih di mata Alanna. Mereka begitu sibuk dengan tampilan mereka hingga pendamping mereka kewalahan untuk mendandaninya. Beberapa di antara mereka bahkan kesulitan untuk menggulung rambut.
Sedikit berbeda dari mereka semua, Mrs.Batley-lah yang terlihat lebih sibuk dari Alanna. Sedangkan Alanna hanya diam, pasrah dengan apapun yang akan Mrs.Batley lakukan. Entah sudah berapa kali, sponge bedak, kuas dari berbagai macam ukuran menyapu-nyapu wajahnya.
“Mrs.Batley” wanita paruh baya itu hanya menanggapinya dengan sedikit mengangkat kepalanya, ia terlalu fokus dengan model yang didandaninya. “tidakkah ini berlebihan?” Alanna mulai khawatir dengan penampilannya.
“tentu tidak, sayang. Kamu memang harus terlihat cantik di atas panggung”
“tapi aku takut jika mereka mengiraku sebagai badut”
“jika mereka berpikir kamu badut, kamu adalah badut tercantik yang pernah mereka lihat”
Alanna mensesah pasrah. sepertinya ia tidak akan bisa menghentikan Mrs.Batley. setidaknya ia akan menjadi badut yang cantik bukan?
*
Satu persatu, para peserta naik ke atas panggung dan menunjukkan kemampuan terbaik mereka. Bergerak dengan anggun, lincah, dan harus memukau,tuntutan dari kompetisi ini. Semua peserta dapat memenuhi syarat itu. hanya saja, meskipun begitu hanya sepuluh dari mereka semua yang akan lajut ke babak selanjutnya. Kejam sekali bukan? Adasekitar setaus peserta dan hanya sepuluh yang dapat merasakan panggung ini lebih lama. Bagaimana dengan sisanya? sisa dengan jumlah yang sangat besar. Kompetisi ini pasti akan menjadi lautan air mata.
Alanna memiliki nomor urut tiga puluh dua, hanya beberapa peserta lagi dan ia harus naik ke atas panggung itu. tidak terhitung berapa kali Alanna mendesah, ia harus menenangkan dirinya sendiri walaupun dirinya tidak kunjung tenang.
Tidak ada yang dikenalnya di sini. ketakutan itu tidak bisa dibagi dengan siapapun kecuali Mrs.Batley yang juga berkali-kali menenangkannya. Bisa gawat jika kegugupannya mengacaukan penampilannya. Alanna tidak boleh membiarkan itu terjadi.
Saatnya beraksi untuk peserta dengan nomor urut tiga puluh dua. Alanna mengucapkan doanya dalam hati, doa singkat dan cepat namun sepenuh hati. Ia mendesah sebelum menginjakkan kakinya di atas panggung. Entahlah itu desahan keberapa. Tidak ada yang menghitung. Hingga berdiri di tengah panggungpun ia masih mendesah.
Alanna memberikan hormatnya kepada juri dan tamu yang sudah hadir. Jumlah orang di depannya banyak sekali, itu membuat detak jantungnya makin tidak terkendali. Alanna mengerti sekarang, beginilah perasaan William dulu saat ia menulis namanya dalam daftar acara.
Musik klasik yang lembut mengalun dari Grand piano yang dimainkan oleh seorang pak tua berambut putih. Kemampuan bermain pianonya seperti tidak terkikis dengan jumlah kerutan di wajahnya. Alanna mulai bergerak. Gerakan ringan namun indah untuk pembuka.
Putaran yang cepat dan kuat, namun bagi yang melihat, gerakan itu sangat ringan dan terlihat mudah. Tapi sungguh! Itu sangat indah. Gerakan yang dipilih adalah gerakan rumit yang membutuhkan banyak tenaga, namun harus terlihat indah. Di saat tenaganya dikuran dalam jumlah besar, Alanna harus tetap menjaga ekspresi wajahnya. Ekspresi wajah yang salah atau tidak pas saja pasti sudah mengurangi angka untuk penilaiannya.
Lompatan di udara, mungkin salah satu gerakan favorit untuk yang menonton. Mereka mungkin tidak menyadari betapa sulit gerakan itu dilakukan saat tenaga penarinya sudah hampir habis. Alanna berhasil melakukannya, tidak hanya gerakan akhir namun semua gerakan yang sudah dilakukannya berhasil.
Tepuk tangan bergema di ruangan yang sangat besar itu. gemuruh tepuk tangan itu membuatnya lega. Sungguh lega sampai ia hampir kehilangan kekuatan untuk berdiri.
*
Menunggu keputusan para juri seperti sama lamanya dengan menunggu batu menjadi debu. Jantung Alanna kembali berdebar-debar. Alanna mulai berfikir, terlalu lama di sini mungkin jatungnya akan lepas. Tapi, memutuskan sepuluh dari seratus orang sangatlah sulit. Apalagi seluruh peserta memiliki kemampuan yang luar biasa.
Peserta lain tidak jauh berbeda dari Alanna, mereka sama gugupnya dan sama takutnya. Beberapa bahkan sudah menangis. Alanna tidak mau akan menangis, ia tidak akan membiarkan rasa takutnya menakut-nakutinya hingga ia menangis. Walaupun sebenarnya Alanna bergetar menanti keputusan itu.
Akhirnya lima orang juri yang tadi menilai mereka naik ke atas panggung dengan masing-masing secarik kertas di tangan mereka. Mungkin itulah daftar nama peserta yang lolos. Alanna berharap dapat memabaca tulisan di kertas itu dengan jarak sejauh ini.
Seorang pria yang mungkin berusia empat puluhan sudah siap berbicara setelah membaca sekilas daftar nama peserta yang tertulis di dalam kertas yang dibawanya. Detak jantung para peseta di sana seperti simponi alat musik ritmis. Mereka tidak dapat mengendalikan detak jantung mereka.
“selamat malam semua! Atau mungkin selamat tengah malam!” pria itu berusaha melucu, namun sedikit sekali dari peserta yang menanggapi lelucon itu. “kami akan segeramengumumkan daftar peserata yang lolos sebelum ada korban serangan jantung di sini. Kami dapat memilih sepuluh peserta ini dalam waktu yang singkat adalah karena pengalaman kami yang sudah cukup lama dalam bidang seni tari, terutama Balet. Jadi, kami harap anda semua dapat menerima keputusan kami ini.”
“peserta pertama yang lolos adalah..”
Tubuh Alanna bergetar, desahan nafasnya terdengar jelas, dan jantungnya berdetak dengan kuat dan kencang. Alanna menyiapkan dirinya untuk apapun yang akan terjadi. Seandainya ia kalah, setidaknya telah mengikuti kompetisi ini hingga sejauh ini. Tidak ada yang akan membuatnya malu. Namun tetap saja, dalam kompetisi ini ia juga mengharapkan kemenangan. Siapa yang ingin kalah?
“peserta ke tujuh yang lolos adalah, Miyamura Takagi!” tepuk tangan yang meriah bergem lagi setelah nama itu di sebut. Gadis bermata sipit itu menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya, mencoba untuk mempercayai bahwa nama itu adalah namanya. Kemudia ia menangis dan memeluk pembimbingnya. Gadis manis itu memang berhak lolos, Alanna sendiri kagum akan kelenturan tubuhnya.
“dan peserta kedelapn yang lolos adalah..” pria itu diam sejenak. Hanya sejenak namun terasa seabad! “Alanna Egan!”
Mungkin jantung Alanna benar-benarlepas saat itu. ia hanya diam membatu dengan mulut ternganga. Ada banyak hal yang ingin ia lakukan saat itu juga: mempercayai bahwa itu adalah namanya dan pria itu tidak salah menyebutkan namanya, menelpon rumah bahwa ia lolos, memamerkan prestasinya kepada Finnian, loncat kegirangan dengan kakinya yang terkuai lemah, dan berteriak sekencangmungkin dengan tenggorokannya yang tercekat.
semoga yang ini lebih baik..... please comment :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar