Kamis, 18 Juni 2020

Letter to Tsundere


Aku masih duduk di bangkuku. Sudah 30 menit sejak bel pulang sekolah berbunyi. Aku masih menunggu, memastikan keadaan kelas kosong sepenuhnya. Ada misi rahasia yang akan kulaksanakan. Ini misi yang sudah tertunda lama, meskipun sejak dulu sudah ingin sekali kulakukan.
Selama tiga puluh menit itu pula aku kembali merasa goyah dan menimbang-nimbang niat konyolku ini. Berkali-kali aku memandangi surat kecil di dalam genggamanku. Ini sebuah surat pernyataan yang amplopnya berwarna merah muda. Sepertinya aku salah memilih warna, Jihyun pasti tidak suka warna-warna pastel yang cerah. Jihyun selalu menggunakan warna-warna gelap. Kontras sekali dengan kulitnya yang pucat.
Jihyun itu pendiam, berbicara seperlunya, terlalu kaku dan dingin. Dia tidak punya banyak teman karena orang-orang terlalu segan untuk mendekatinya. Dia adalah tipe ‘manusia terakhir’ yang akan kau tawarkan untuk menjadi anggota untuk mengerjakan tugas kelompok.
Sungguh, Jihyun sama sekali tidak menyebalkan. Dia cerdas, namun tidak begitu populer. Jihyun juga manis, menurutku.  Jihyun punya lesung pipi saat ia tersenyum. Tidak banyak yang tau hal itu, sebab Jihyun jarang sekali tersenyum. Aku yakin Jihyun punya beberapa penggemar rahasia. Tentu saja karena mereka merahasiakan identitas mereka, aku tidak tau siapa pastinya sainganku itu.
Pada hakikatnya, cinta itu bodoh. Artinya:semakin cinta, maka kau akan semakin bodoh. Sejak kehadiran Jihyun dalam kepalaku membuatku menjadi bodoh, aku yakin aku sudah jatuh cinta. Itu kesimpulan yang kudapat setelah berbulan-bulan mengamati dan terkadang membuntuti Jihyun. Lihat, aku rela menjadi stalker karena si batu itu.
Aku rasa warna merah jambu sudah benar. Ini surat cinta, jadi mana ada surat cinta yang sampulnya hitam. Aku hanya perlu meletakkan surat ini di laci meja Jihyun kemudian pulang.
“kau tidak pulang?”
Aku terkejut ketika Jihyun sudah berdiri di depan kelas dan berjalan mendekatiku. Kedua tanganku yang masih memegang sepucuk surat itu cepat-cepat kusembunyikan. Sayangnya karena terlalu gugup surat itu lepas dari genggamanku.
Aku segera berdiri untuk mengambil surat itu. Walaupun memang surat itu untuk Jihyun, tapi bukan begini skenario yang aku harapkan. Ini terlalu mendebarkan, aku bisa mati dalam keadaan berdiri.
Jihyun lebih dulu meraih surat itu. Sial! Kenapa pula aku menulis nama Jihyun di sampulnya. Lihat! Jihyun sekarang mengerutkan keningnya sambil sesekali melirik kepadaku. Jihyun tidak mengucapkan apa-apa dan langsung membuka surat itu.

Untuk Jihyun,
Aku beruntung bisa sesekali melihatmu tersenyum. Itu indah, jadi aku harap kau selalu bahagia.  Aku bisa tersenyum seperti orang bodoh setiap mengingatmu, jadi aku yakin sudah benar-benar jatuh cinta padamu.
Scarlet.


Jihyun memang benar-benar manusia batu. Setelah membaca surat itu ekspresinya tidak berubah. Apa ini pertanda cintaku akan gugur sebelum bersemi? Ah, wajahku terasa panas. Dibandingkan malu, aku lebih merasa kecewa. Sepertinya hanya aku sendiri yang mencinta di sini.
“Aku tidak suka orang bodoh.”
Tubuhku menegang mendengar ucapan Jihyun. Penolakan ini terasa semakin jelas.
“Aku juga tidak terbiasa dengan percintaan atau sejenisnya.”
Ah iya, benar juga. Jihyun lebih banyak menghabiskan waktu untuk membaca buku dan belajar. Jadi Jihyun pasti tidak punya pikiran untuk kencan. Apalagi dengan perempuan bodoh sepertiku.
“Jadi, supaya aku terbiasa bagaimana bagaimana kita mulai dengan kencan? Bagaimana kalau hari minggu ini?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar