Dulu aku terbang, sebelum sayapku patah. Aku menangis tapi
mereka bilang, “kau punya kaki, berjalanlah.”
Aku berjalan. Telapakku yang tak pernah bergesekan dengan tanah
berbatu mulai melepuh dan perih. Aku ingin kembali terbang. Jika aku bisa
kembali terbang, aku yakin aku bahagia.
Seiring berjalannya waktu, telapak kakiku mulai keras, tebal
dan kaku. Aku sudah tidak merasa sesakit dulu, tetapi masih selalu membayangkan
bagaimana jika sekarang sayapku tak patah.
Di jalan berbatu yang terjal aku tergelincir. Kakiku patah.
Mereka bilang itu karena aku tidak hati-hati. Tidak ada yang akan mengangkatku
karena tidak ada orang yang sanggup. Aku tidak menyelahkan mereka. Aku seperti
mereka, ikut menyalahkan diriku. Selain kaki, hatiku pun menjadi nyeri.
Aku sedih dan ketakutan berlarut-larut, aku ingin bahagia.
Apa aku sedang tidak ingin hidup lama-lama?
“Kau tak perlu memaksakan diri untuk mendaki. Ayo tinggal di
pinggir sungai terdekat. Aku akan bersamamu sampai kakimu sembuh, atau kita
bisa tinggal di sana selamanya jika kau suka.”
Di dalam gendongannya aku menjadi manusia jujur dan
menangis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar